Isu lingkungan telah menjadi pembahasan negara-negara di Dunia. Resiko global akibat perubahan iklim telah dialami banyak negara sepanjang tahun 2024. Kerusakan hutan, hilangnya beberapa jenis fauna akibat rusaknya ekosistem secara langsung dan tidak langsung berpengaruh kepada kehidupan manusia, tak terkecuali di Indonesia.
Al Qur’an sebagai pedoman manusia pada umumnya dan umat Islam khususnya banyak sekali memberi pesan tentang lingkungan. Baik lingkungan biotik (yang tidak bernyawa) seperti udara, tanah, air dan lainnya. Dan biotik (yang bernyawa) seperti flora, fauna dan manusia bahkan mikro organisme.
Dalam hal yang paling dekat saja, yaitu diri kita sendiri sebagai manusia, Al Qur’an mengingatkan bahwa kita diciptakan dari tanah (Thin, Turab) dan air. Artinya, kita sebagai makhluk biotik, memiliki hubungan langsung dan bersifat korelatif dengan lingkungan abiotik. Sederhananya, kerusakan lingkungan abiotik akan berpengaruh kepada kehidupan biotik, yaitu manusia.
Dalam urusan makanan, Al Qur’an mengingatkan agar manusia, khususnya umat Islam agar memakan makanan yang bukan hanya halal tetapi juga baik atau sehat. Bagaimana mungkin mendapatkan makanan sehat jika lingkungan tempat hidup dan tumbuhnya makanan manusia itu rusak. Seperti makanan yang bersumber dari sungai seperti ikan air tawar, belut dan beberapa jenis flora yang sekarang tak layak lagi dikonsumsi karena pencemaran sungai di kota kota.
Klimaksnya, untuk mengilustrasikan keindahan surga, Al-Qur’an menggunakan narasi “Kebun-kebun yang dialiri sungai-sungai di bawahnya” (Jannatin tajri min tahtiha al-anhar). Seakan Al Qur’an mengatakan, ahli surga akan dimanjakan dengan lingkungan yang asri. Tetapi apakah layak bagi orang yang ketika di dunia merusak lingkungan untuk mendapat lingkungan yang asri.
Jika di dunia saja, sungai yang indah dicemari kita cemari, jangan-jangan nanti kita bisa terhalang masuk surga karena malaikat khawatir kita akan merusak sungai di surga. Maka, sebagai Muslim yang kitab sucinya banyak berbicara tentang lingkungan, semestinya mampu menjadikan lingkungannya sebagai representasi surga. Jika tidak mampu menciptakan surga di dunia (lingkungan yang asri) bagaimana pantas untuk mempromosikan surga di akhirat.
Dr. Mukhrij Sidqy, M.A, Ustadz di Cariustadz.id
Tertarik mengundang ustadz Dr. Mukhrij Sidqy, M.A? Silahkan klik disini