10 Muharram dan Spirit Membangun Kesalehan Sosial

Muharram adalah bulan pertama dalam sistem penanggalan hijriyah yang sarat sejarah dan momentum untuk memperbanyak amal saleh. Bukan saja dari nama ‘muharram’ yang berakar kata harrama terdapat beberapa makna di antaranya umat Muslim kala itu dilarang untuk menumpahkan darah (berperang), melainkan sejarah mencatat bahwa banyak peristiwa terjadi di bulan tersebut. Beberapa di antaranya ialah Nabi Musa as yang selamat dari kejaran Firaun dan mengenang peristiwa tragis cucu Nabi, Husein bin Ali dan pengikutnya melawan pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbala pada tahun 680 Masehi.

Dalam tradisi masyarakat Indonesia, bulan Muharram merupakan bulan untuk menyantuni anak yatim atau lebaran anak yatim tepat di tanggal 10 Muharram atau yang kita kenal dengan hari ‘Asyura. Sebenarnya, darimana asal muasal lebaran anak yatim ini dikenal luas hingga menjadi sebuah tradisi khas untuk berbagi?

Menurut berbagai referensi, peringatan hari untuk anak yatim ini ditulis dalam sebuah kitab berjudul Tanhibul Ghafilin dalam hadits ke 212 karya Abu Laits As Samarqandi. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa tanggal 10 Muharram atau Hari Asyura merupakan hari raya bagi anak yatim. Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Samarqandi, yaitu “Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim dengan tangannya pada hari ‘Asyura, maka Allah akan mengangkat derajatnya dengan setiap rambut yang diusap”. Banyak ulama yang berpendapat lemahnya hadits ini, namun beberapa ulama meyakini bahwa hadits ini dapat digunakan sebagai anjuran berbuat kebaikan untuk anak yatim dan boleh untuk diteladani.

Jika kita merujuk pada konteks tradisi menyantuni anak yatim di 10 Muharram yang banyak dilakukan masyarakat Indonesia, hal ini sungguh sejalan dalam tuntunan Qurani. Dalam Al-Qur’an, kata yatim disebutkan sebanyak 23 kali, yakni 8 kali disebut dalam bentuk tunggal, 14 kali dalam bentuk jamak dan 1 kali dalam bentuk dua (mutsanna). Al-Qur’an secara tegas mengatakan, anak yatim adalah sosok-sosok yang harus dikasihi, dipelihara dan diperhatikan. Dengan demikian, surah adh-Dhuha sesungguhnya mengandung nilai kemanusiaan dan tuntunan kebajikan terhadap anak yatim bahwa pertama, mereka harus dilindungi—sama halnya ketika Rasulullah terlahir sebagai anak yatim dan berkekurangan, maka Allah yang Maha Melindungi memberikan perlindungan terbaiknya bagi beliau.

Berikutnya, jika kita kaitkan ayat yang tertulis di atas dengan ayat 9 di surah yang sama, maka terdapat tuntunan kedua bagi anak yatim yakni, “Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.” (Qs. Adh-Dhuha/93: 9). Tuntunan kedua ini meniscayakan bahwa sebab anak yatim ialah anak yang belum baligh, lemah baik secara psikis, finansial dan perlindungan, maka Islam menegaskan bahwa tindakan sewenang-wenang sangat tidak direstui. Dua tuntunan terhadap anak yatim dalam Qs. Adh-Dhuha/93: 6 dan 9 Sehingga, salah satu mufassir, Quraish Shihab menguraikan bahwa ayat 6 bermunasabah dengan ayat 9 dalam hal menjaga adab dan akhlak kepada anak yatim khususnya bagi mereka yang merawat atau memelihara anak yatim yakni harus ada I’tikad baik untuk melindungi mereka dari berbagai gangguan dan ancaman, juga kedua, tidak boleh berlaku sewenang-wenang terkait pengasuhan dan pengelolaan harta yang dimiliki anak yatim.

Tentu anjuran dalam Qs. Adh-Dhuha/93: 6 dan 9 tidak hanya terkhusus pada 10 Muharram saja. Berbuat baik pada anak yatim harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan di hari-hari selain 10 Muharram. Menyisihkan sebagian rezeki untuk anak yatim pula sesungguhnya bentuk kesalehan sosial yang terinsipirasi dari sebuah hadits, “Dari Sahl bin Sa’ad r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya serta merenggangkan keduanya.”

Semoga, spirit 10 Muharram semakin membentuk pribadi kita menjadi pribadi yang lebih baik, memupuk kesalehan sosial yang mampu dipertahankan hingga di bulan-bulan berikutnya. Aamiin.

Dr. Ina Salmah Febriani, M.A., Ustadzah di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Dr. Ina Salmah Febriani, M.A? Silahkan klik disini