Interaksi sosial menuntut adanya kepercayaan antara satu dengan yang lain. Di sinilah pentingnya komunikasi yang baik agar pergaulan tetap berjalan di atas rel yang membawa maslahat. Setiap pribadi harus siap untuk menjaga diri agar tidak menyakiti dan meremehkan orang lain. Kita mampu bersikap empati kepada teman yang lagi dalam kesusahan. Rasulullah pun telah mengingatkan, “Seorang muslim adalah saudara muslim. Janganlah menganiaya, menghina, dan meremehkannya.” (H.R. Tirmidzi)
Sabda Rasulullah itu pun dikuatkan dengan firman Allah:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S Al-Hujurat [49]: 10)
Dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak layak untuk membeda-bedakan teman. Sebab semua teman adalah bagai saudara, tak peduli kaya-miskin, pintar-bodoh, atau warna kulit berbeda selama teman itu adalah orang berkarakter baik. Karena itu, berteman tidak hanya termasuk usaha kita untuk tetap menjaga silaturrahim sesama muslim, tapi lebih dari itu yaitu menjaga persatuan dan melepas sekat-sekat.
Kita hendaknya benar-benar memperhatikan siapa yang menjadi teman kita. Karena Rasulullah bersabda: “Perumpamaan teman yang baik itu seperti berteman dengan penjual minyak wangi, kalaupun dia tidak memberimu apa-apa, dia memberimu aromanya. Dan perumpamaan berteman dengan orang berperilaku buruk adalah seperti berteman dengan pandai besi.” (H.R Ahmad)
Termasuk ciri orang yang setia kawan adalah selalu memberi perhatian dan nasihat, saling mengingatkan ketika ada yang berbuat di luar pagar syariat. Dan ketika ada teman yang sudah tidak bisa lagi menjadi partner untuk lebih baik dalam menggapai ridlo Allah, maka sebaiknya kita tutup pintu pertemanan dengannya. Ibnu Athaillah dalam “Al-Hikam”nya menasihati, “Janganlan berteman dengan seseorang yang perkataan dan perbuatannya tidak membuatmu tambah dekat dengan Tuhan.”
Di sisi lain, sebagai bentuk kesetia kawanan ialah kita membantu teman kita baik dalam keadaan dhalim maupun terdhalimi. Hal ini pun pernah diungkapkan oleh Nabi melalui Anas bin Malik, “Tolonglah saudaramu saat ia berbuat dhalim maupun terdhalimi.” Cara menolong orang dhalim adalah dengan mencegah dan memberinya nasihat agar meninggalkan perbuatan dhalimnya. Allah pun juga telah menegaskan:
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Artinya: “Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah [9]: 71)
Dr. Ali Nurdin, M.A, Pimpinan Cariustadz.id
Tertarik mengundang ustadz Dr. Ali Nurdin, M.A? Silahkan klik disini