Pentingnya Pendidikan Agama dan Literasi Digital untuk Anak Sejak Dini

Di era teknologi yang semakin pesat, anak-anak tumbuh dalam dunia yang sarat informasi dan distraksi. Mereka belajar, bermain, dan berinteraksi tidak hanya di ruang nyata, tetapi juga di ruang digital yang penuh informasi dan risiko. Karena itu, pendidikan agama dan literasi digital perlu diberikan sejak dini agar anak tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak, kritis, dan bijak dalam bermedia. Agama menjadi pondasi nilai, sementara  literasi digital tidak bisa dipisahkan. Agama menjadi pondasi nilai, sedangkan literasi digital menjadi keterampilan yang melindungi serta mengarahkan anak dalam menghadapi dunia digital dengan tanggung jawab.

Islam menempatkan keluarga sebagai sekolah pertama dan utama bagi anak. Ungkapan al-ummu madrasah al-ula menunjukkan bahwa ibu dan secara luas orang tua adalah pendidik pertama yang membentuk karakter anak. Semua perilaku orang tua, baik tutur kata, sikap, maupun kebiasaan  bermedia sosial, menjadi contoh yang diserap anak setiap hari.

Ketika orang tua menunjukkan kesabaran, kejujuran, dan kehati-hatian dalam berkomunikasi di dunia digital, anak akan belajar bersikap serupa. Sebaliknya, jika yang ditampilkan adalah kemarahan, caci maki, atau kebiasaan membagikan informasi tanpa verifikasi, anak pun mudah meniru hal tersebut. Maka, pendidikan agama dan literasi digital seharusnya berawal dari keteladanan orang tua, bukan dari aturan yang diberikan.

Sementara itu, pendidikan agama bukan hanya mengajarkan hafalan doa atau hukum fikih di sekolah, tetapi menanamkan nilai-nilai universal seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, dan kesopanan. Nilai-nilai ini sangat relevan dalam dunia digital. Ketika anak memahami ajaran Islam tentang qaulan sadida (ucapan yang benar), ia akan berhati-hati dalam berkomentar di media sosial. Saat ia tahu bahwa menyebarkan kabar bohong adalah dosa, ia akan belajar memeriksa sumber berita sebelum membagikannya.

Menanamkan Sejak Usia Dini

Banyak orang tua beranggapan bahwa literasi digital baru perlu diberikan ketika anak remaja dan memiliki handphone sendiri. Padahal, nilai-nilai literasi digital sudah bisa ditanamkan sejak anak mengenal layar, bahkan di usia balita. Misalnya, dengan menjelaskan bahwa tidak semua video di internet layak ditonton, atau bahwa menatap layar terlalu lama bisa membuat mata lelah. Cara penyampaiannya tentu harus disesuaikan dengan usia anak agar mudah dipahami.

Pada usia prasekolah, pendidikan ini dapat dikemas dalam kisah sederhana tentang kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian, disertai bimbingan ketika anak menemukan sesuatu yang tidak pantas di layar. Orang tua sebaiknya tidak marah atau menghindar, tetapi menjelaskan dengan lembut bahwa dunia digital memiliki sisi baik dan buruk, dan tugas manusia adalah memilih yang baik sebagaimana diajarkan agama.

Dalam keluarga Muslim, tujuan literasi digital bukan hanya agar anak mahir menggunakan teknologi, tetapi juga memahami etika dalam menggunakannya. Etika ini mencakup larangan membuka aib orang lain, tidak mencela, tidak menyebar hoaks, dan menjaga perasaan sesama. Prinsip ini sejalan dengan firman Allah dalam surah Al-Hujurat ayat 6.

“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena kebodohan, yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S Al Hujurat:6)

Ayat ini mengajarkan pentingnya verifikasi informasi atau cek fakta dan menjadi dasar etika bermedia bagi umat Islam.

Menanamkan Batas dan Disiplin Digital

Selain nilai moral, agama juga menanamkan disiplin dan batasan. Anak perlu diajarkan bahwa tidak semua hal boleh dibagikan, tidak semua orang di dunia maya bisa dipercaya, dan tidak semua informasi layak dikonsumsi. Di sinilah peran orang tua untuk mengatur kebiasaan digital keluarga, misalnya dengan membuat waktu bebas handphone saat makan atau sebelum tidur. 

Langkah sederhana ini melatih anak menghormati momen kebersamaan dan menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan dunia maya. Banyak keluarga kehilangan komunikasi karena masing-masing sibuk menatap layar, padahal nilai sakinah dan kasih sayang tumbuh dari interaksi langsung yang penuh perhatian di dalamnya.

Bukan dengan Ceramah

Anak tidak cukup diberi ceramah, melainkan perlu diajak berdialog. Orang tua bisa memulai percakapan seperti mengapa anak menyukai konten tertentu, apa yang mereka pelajari darinya. Ketika anak menonton video yang mengandung ejekan, orang tua bisa bertanya, “Kalau kamu jadi orang yang diejek, bagaimana perasaanmu?” Pertanyaan sederhana seperti itu menumbuhkan empati dan kesadaran moral serta jauh lebih efektif daripada larangan tanpa penjelasan.

Sekolah dan masyarakat juga harus terlibat aktif. Kurikulum pendidikan agama di sekolah dasar bisa dikembangkan dengan materi etika digital berbasis nilai Islam, seperti adab berbicara di media sosial, menjaga kehormatan diri, dan tanggung jawab terhadap jejak digital. Guru agama perlu menjadi teladan, tidak hanya dalam akhlak di dunia nyata, tetapi juga akhlak bermedia.

Menyiapkan Generasi Tangguh dan Bijak Digital

Mendidik anak di era digital memang tidak mudah. Namun, tantangan ini bukan alasan untuk menyerah atau menyerahkan sepenuhnya pada sekolah dan teknologi. Orang tua harus menjadi pendidik pertama dan terakhir. Jika rumah tangga menjadi tempat di mana anak merasakan cinta, kejujuran, dan teladan, maka teknologi tidak akan menguasai mereka.

Anak yang tumbuh dengan nilai agama yang kuat akan menjadikan teknologi sebagai sarana kebaikan. Mereka memahami bahwa satu unggahan bisa menjadi sedekah, satu kata bisa menjadi doa, dan satu klik bisa menjadi jalan pahala atau sebaliknya, menjadi dosa jika dilakukan tanpa tanggung jawab.

Pada akhirnya, pendidikan agama dan literasi digital sejak dini akan melahirkan generasi yang tidak hanya pandai mengoperasikan handphone, tetapi juga mampu mengendalikan diri di tengah derasnya arus informasi. Mereka menjadi pengguna teknologi yang beriman, beretika, dan berdaya, sekaligus pelaku dakwah kebaikan di dunia digital.

Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd, Ustadzah di Cariustadz

Tertarik mengundang ustadzah Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd? Silakan klik disini