Nuzulul Quran bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi titik awal dari bimbingan ilahi yang mengubah wajah peradaban manusia. Dalam keheningan malam Nuzulul Quran, ayat-ayat suci yang penuh hikmah dan petunjuk itu kembali mengingatkan kita akan ketenangan yang hanya bisa ditemukan dalam dekapan wahyu. Nuzulul Quran bukan hanya tentang peristiwa turunnya kitab suci, tetapi juga tentang bagaimana kalam Allah menjadi sumber ketenangan jiwa dan penawar kegelisahan hidup. Di balik keheningan malam Nuzulul Quran, tersimpan pelajaran besar tentang ketenangan dan keteguhan hati yang bersumber dari petunjuk Ilahi.
Pertama, riwayat Imam Ibn Abi Syaibah dan Imam al-Thabrani (Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari juz 4 halaman 263:
“Ibn Abi Syaibah dan al-Thabrani meriwayatkan dari hadits Zaid bin Arqam ia berkarta, aku tidak ragu-ragu bahwa malam 17 Ramadhan adalah malam diturunkannya Alquran.”
Dalam hadits ini disebutkan bahwa sahabat Zaid bin Arqam meyakini bahwa Nuzulul Quran (turunnya al-Quran) terjadi pada tanggal 17 Ramadhan.
Kedua, riwayat Imam al-Ashabahany (al-Targhib wa al-Tarhib juz 2 halaman 379 nomor 1819)
“Al-Quran diturunkan pada pertengahan bulan Ramadhan ke langit dunia kemudian dijadikan di Baitul ‘izzah. Lalu diturunkan kepada Rasulullah saw. selama 20 tahun sebagai jawaban dari permasalahan manusia.”
Disisi lain, Nuzulul Quran juga sebagai momentum komunikasi yang dalam (in-depth) antara Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril yang mengungkap penuh tentang masalah hukum syariat Islam. Selaras dengan perkataan Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar:
Artinya: “Telah datang dari beberapa sahabat kami bahwa pada malam Nuzulul Quran turunlah Jibril a.s. ke hadapan Nabi saw. dan beliau memerintahkan membaca Al-Quran dengan berbagai macam bacaannya dan menunjukkan cara membacanya dengan baik, serta memberikan penjelasan tentang hukum-hukum syariat Islam”.
Hal ini menjadi bukti bahwa istimewanya nuzulul Quran juga sebagai bentuk responsif al-Quran atas pengetahuan dan pemahaman hukum syariat. Turun nya al-al-Quran bukan hadir secara fisik teks, namun juga mengungkap konteks pengetahuan tentang hukum syariat Islam.
Surat Al-Alaq Sebagai Dorongan Untuk Membuka Cakrawala
Menyambung persoalan diatas, Syariat yang turun ialah berupa wahyu yang pertama kali turun yaitu Surat Al-Alaq ayat 1-5 ketika Nabi Muhammad sedang beruzlah di Gua Hira pada malam ke-17 bulan Ramadan, saat usia Nabi menginjak 40 tahun. Dalam konteks ini, diungkapkan bahwa wahyu pertama memberikan kita pemahaman bahwa pertumbuhan fisik seseorang erat kaitannya dengan pertumbuhan intelektual dan potensinya. Untuk itu, perkembangan fisik kita harus selalu diiringi oleh perkembangan pengetahuan dan intelektualitas.
Secara teks, pesan utama dari wahyu pertama Nabi SAW adalah Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq. Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah, mengungkap bahwa Tuhan mendekap makhluknya ayng mau membaca apapun objek pengetahuannya, sumbernya, asalkan dengan menyebut nama Tuhan nya (diniati dengan mengagungkan nama Tuhan). Disisi lain, surat ini juga sebagai dorongan literasi secara utuh yang dimulai melalui proses membaca, menulis, dan menghafal. Membaca jelas merupakan perintah yang konkrit di dalam al-Quran, terutama di dalam wahyu pertama.
Selain itu, wahyu yang turun pada permulaan kerasulan Nabi SAW juga melibatkan kata ‘Qalam’, bahkan secara spesifik, ‘allama bil qalam, yang erat kaitannya dengan kegiatan tulis-menulis. Kemudian, secara praktik, Nabi Muhammad SAW diajarkan melalui transmisi lisan, dan beliau menghafalkan ayat demi ayat al-Quran untuk kemudian diajarkan kepada umatnya. Oleh karena itu, ayat-ayat yang turun pertama kali tersebut menekankan pentingnya pertumbuhan pribadi manusia dalam memperoleh pengetahuan dan mentransmisikannya di masyarakat.
Dengan begitu, Turun nya al-Quran sebagai kemuliaan yang tidak hanya tumbuh di bulan Ramadhan saja, namun bagi bulan yang lainnya juga. Pun demikian esensi nuzulul quran yang turun di bulan suci ini menggerakkan semangat membaca al- Quran dan giat membangun semangat literasi yang dimulai dari membaca, menulis semua cakrawala pengetahuan yang sesuai dengan surat al-Alaq (1-5). Belajar dan mengajar adalah kebutuhan alami manusia untuk mengembangkan diri secara intelektual, yang mengiringi perkembangan fisiknya. Spirit literasi dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi SAW ini merupakan modal utama dalam pembangunan masyarakat. Wallohu A’lam Bishawab.
Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA., Dosen STIU Darul Quran Bogor dan Ustadzah di Cari Ustadz
Tertarik mengundang ustadz Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA.? Silahkan klik disini