BOOM! Studi riset disampaikan oleh David Wells menyatakan bahwa pada 2040, cuaca panas ekstrim yang terjadi pada 2018; akan menjadi hal “biasa”. Persoalannya adalah, cuaca ekstrim bukanlah hal yang bisa dianggap biasa-biasa saja. Sebab, ini akan menjadi induk dari berbagai potensi-potensi bencana yang akan meluluhlantakkan manusia pada masa mendatang.
Sebab, pergeseran cuaca yang ekstrim ini akan mengundang peristiwa-peristiwa langka yang “mungkin” dulu tak terbayangkan menjadi nyata dan bahkan berpotensi berulang kali mendatangi manusia. Sebut saja peningkatan 40% curah hujan badai di Amerika Serikat, kenaikan resiko bencana sebesar 81% pada wilayah timur laut AS, dibandingkan dengan abad lalu. Belum lagi data yang dipaparkan oleh tim Greenpeace pada pendidikan Dai Hijau Cariustadz.id yang mengutip bahwa sepanjang 2023 terjadi 5.400 bencana di Indonesia. Paling baru BNPB merilis pada 2024 terjadi 2.107 bencana.
Maka, sangat relevan jika kita perhatikan QS. Ar-Rum: 41:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Secara terjemah, kata “فساد” berarti kerusakan. Penjelasan lanjutan dari Raghib al-Ishfahani adalah Keluarnya sesuatu dari keseimbangan baik sedikit ataupun banyak. M. Quraish Shihab menambahkan penjelasan bahwa ini juga menunjuk berbagai hal seperti jasmani/materi maupun jiwa/spiritual.
Lihatlah kembali pada kasus-kasus yang dipaparkan oleh David Wells, peningkatan ekstrim pada suhu cuaca yang akan mengundang berbagai potensi bencana dalam skala besar, tentu tidak hadir tanpa sebab. Ia hadir karena ada peran “tangan manusia” yang mengganggu keseimbangan alam. Sebab karena keserakahan dan eksploitasi berlebihan, ia rusak timbangan keseimbangan yang sudah Allah atur sedemikian rupa.
Kita ambil satu contoh, yakni deforestasi. Indonesia sebagai negara dengan hutan terbesar ke-3 di Dunia, turut berposisi-3 pula dalam urusan penggundulan hutan. Hal ini bukan hanya membuat peleburan karbon dioksida secara besar-besaran, tetapi juga merusak habitat berbagai flora dan fauna. Tentu, yang terkait dengan pembahasan artikel ini bahwa deforestasi juga menyumbang partisipasi dalam peningkatan emisi gas rumah kaca. Puncak akhirnya, pengelolaan karbon dioksida secara alami akan berantakan dan iklim turut menjadi sasaran dari kerusakan ini.
Sebelum kita tutup, mari renungi bersama; bahwa peran manusia sebagai Khalifah bukan hanya sekedar mendistribusikan kekuasaan. Melainkan harus bergerak dengan nafas keadilan untuk seluruh makhluk hidup. Terlebih, pada lingkungan tempat kita semua diberikan kesempatan untuk beramal saleh. Satu pesan dari Syaikh Ali Jum’ah sebagai berikut:
و هي مسئولية يحاسب عليها في الآخرة و يجازى بمقتضى فعليه فيها : ان خيرا وصلاحا فخير و إشرا وفسادا فشر
Dan itu (Lingkungan) adalah tanggung jawab yang akan dihisab di akhirat dan akan dibalas sesuai dengannya: jika (perbuatannya) baik dan membawa perbaikan, maka balasannya adalah kebaikan; dan jika (perbuatannya) buruk dan membawa kerusakan, maka balasannya adalah keburukan.
Jika demikian, kita turut mendapat jawaban mengapa kata Iman dan Amal Saleh, senantiasa beriringan dalam Al-Qur’an. Sebab bukti Iman adalah adanya tindakan Islah (Perbaikan) yang dilakukan oleh setiap mu’min. Sebab jika mengaku beriman tapi abai dengan tindakan Islah, boleh jadi ini pertanda bahwa iman kita sekadar manis di-bibir tapi tidak mengandung pengorbanan dan bukti nyata. Jadi, dengan menjaga keseimbangan bumi, kita bukan hanya menjaga kehidupan anak keturunan pada masa mendatang, tetapi juga sebagai bukti iman dan cinta kita pada Allah Swt.
Rizki Prayogo, SQ., S.Ag., Ustadz di Cariustadz.id
Tertarik mengundang ustadz Rizki Prayogo, SQ, S.Ag? Silahkan klik disini