Merenungi Hidup, Menemukan Ketenangan

Setiap langkah hidup, setiap detak jantung, setiap helaan napas selalu membawa harapan akan ketenangan. Kita semua ingin bahagia, ingin terbebas dari luka dan kesedihan yang diam-diam menghimpit.

Namun, pertanyaannya: bagaimana sebenarnya kita memandang hidup ini?
Bagaimana sikap kita dalam menjalaninya? Karena pada akhirnya, hidup tetap harus dijalani, suka atau tidak.

Mungkin, yang kita butuhkan bukan sekadar jawaban, tapi sejenak waktu untuk merenung pada tiga hal

Pertama,  Carilah hidup yang berkah, bukan sekadar berlimpah. Kadang, hidup kita terlalu fokus pada satu hal dengan mencari harta yang banyak, mengumpulkan aset, memiliki sesuatu yang lebih (sebenarnya itu tidak salah). Tapi yang sering kita lupa tanyakan pada diri sendiri adalah bagaimana caranya harta itu bisa benar-benar membuat kita bahagia?

Apakah semua itu sungguh memberi ketenangan hati? apakah makin banyak yang kita punya, makin besar pula rasa bahagianya? mungkin, persoalannya bukan pada jumlahnya tapi pada keberkahannya. Karena harta yang berkah adalah harta yang membuat kita merasa lebih bersyukur dan merasa cukup serta hati menjadi lebih tenang, dan jauh dari kegelisahan.

Karena keberkahan (البركة) berarti “ziyādatu al-khayr” yaitu bertambahnya nilai kebaikan. Jadi, bukan selalu soal banyaknya secara kuantitas, melainkan tentang manfaat yang terasa dari apa yang kita milikiyang membuar  hati menjadi lebih tenteram, meski tampaknya sedikit.

Karena itu, akan jauh lebih baik jika harta yang kita miliki banyak, dan keberkahannya pun besar. Bisa jadi, kita tidak kekurangan rezeki, tapi sering kekurangan keberkahan.

Alhasil, sesuatu yang banyak belum tentu cukup, yang cukup belum tentu berkah Tapi dengan keberkahan akan  selalu membuat cukup dan membawa kebaikan Allah tegaskan dalam QS. Al-A’raf: 96:

لَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Artinya:
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi…”

Kedua, Berupaya hidup  bahagia dengan cara Allah bukan cara dunia. Mungkin hidup kita terlihat sempurna, hebat dan berwibawa di mata orang lain hingga mendapatkan banyak penghormatan Namun, pertanyaannya apakah hati dan jiwa kita juga tenang di hadapan Allah? Karena hakikat kebahagiaan sejati bukan hanya soal bagaimana manusia memandang kita, tetapi tentang bagaimana posisi kita di hadapan Allah.

Maka, cara terbaik yang kita lakukan dalam hidup adalah ikhtiar  hidup bukan hanya menurut pandangan dunia, tapi juga menurut ridha Allah. Karenanya, kalangan ulama sufi masyhur terdengar sebuah pesan.

 مَن طَلَبَ اللهَ وَجَدَ كُلَّ شَيْءٍ
وَمَن طَلَبَ الدُّنْيَا فَقَدَ كُلَّ شَيْءٍ

Barang siapa mencari Allah, ia akan mendapatkan segalanya dan barang siapa mengejar dunia, ia sebenarnya kehilangan segalanya.

Ketiga,  kehidupan kita lahir tanpa pilihan dan mati tanpa pemberitahuan. Maka satu-satunya ruang kendali diri sebagai manusia adalah bagaimana kita menjalani hidup. Allah tegaskan bahwa siklus hidup dan mati  manusia adalah sebuah ujian ayyukum ahsanu ‘amala siapa yang paling baik amalnya.

Imam Hasan al-Bashri berkata

يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ، فَإِذَا ذَهَبَ يَوْمٌ، ذَهَبَ بَعْضُكَ

Hidup kita sebenarnya adalah hari-hari yang berjalan. Setiap hari yang lewat, kita kehilangan sebagian dari diri kita. Ini sebuah panggilan dan renungan kita bersama untuk sadar bahwa hargai waktu yang kita miliki, karena sekali hilang, ia takkan kembali lagi.

لَنْ تَرْجِعَ أَيَّامٌ مَضَتْ

Sesekali tak akan kembali hari hari yang telah berlalu

Dari renungan tentang hidup, kita belajar bahwa dunia ini fana dan segalanya akan berakhir. Bukan banyaknya yang menentukan nilai, melainkan keberkahan yang membuat sedikit terasa cukup. Dan saat hati terpaut kepada Tuhan, hidup pun menemukan arah dan ketenangan.

Mabrur Inwan, M.Ag, Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Mabrur Inwan, M.Ag? Silakan Klik disini.