Marilah di kesempatan yang penuh dengan berkah dan kebaikan ini, kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan takwa kita pada Allah SWT. Sebab dengan berbekal keimanan dan ketakwaan yang berkualitas kita akan memperoleh kebahagiaan dalam hidup di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, salah satu wasiat dan pesan Allah SWT. kepada umat manusia -kepada kita,kepada umatnya terdahulu- agar selalu meningkatkan dan menjaga kualitas keimanan kita kepada-Nya.
Agama meminta kita -sebagai umat beragama- untuk bertakwa setiap saat dan di setiap keadaan. Takwa dalam sebenar-benarnya, yaitu tetap teguh dalam kepasrahan secara total untuk menjalankan segala ketentuan Allah yang akan berbuah kebaikan dan kedamaian dalam diri dan lingkungan.
Lebih-lebih di saat seperti ini, di tengah konflik dan tragedi kemanusiaan, yang terkadang di bungkus dengan label keagamaan. Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 186 mengingatkan bahwa kita akan terus dihadapkan pada berbagai ujian dan cobaan baik dalam bentuk jiwa maupun harta. Dan kita akan terus mendengar dan menyaksikan hal-hal yang sangat menyakitkan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab, yang tidak menginginkan kedamaian.
Dalam situasi seperti itu al-Qur’an menyatakan :
“Sekiranya kamu bersabar, sekiranya kamu bertakwa, maka itu adalah pilihan yang terbaik.”
Dalam menghindari ancaman, terorisme atau kekerasan lain yang mengatasnamakan agama, kita harus bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak diperkenankan agama, sambil memikirkan langkah-langkah strategis untuk menciptakan kebaikan dan kedamaian bagi kemanusiaan.
Tidak terasa, hampir satu bulan waktu berlalu sejak kita memasuki tahun baru 2016, waktu berlalu dengan sangat cepat. Berlalunya waktu biasanya mengingatkan kita akan umur yang selalu bertambah, sehingga setiap kali berulang tahun, doa dan harapan yang disampaikan adalah ‘Semoga panjang umur.’
Begitulah, soal umur,kita selalu berpikir panjang dan pendek. Itu karena,dalam kamus kita ini yang ada hanyalah masa kini,masa lalu, dan masa depan. Sehingga banyak orang yang membiarkan umurnya berlalu begitu saja, seiring dengan begitu saja. Hanya sedikit yang berfikir ‘lebar’ dan ‘sempit’nya waktu, dalam arti bagaimana mengisi waktu dengan sebaik mungkin. Tanpa meninggalkan sedikitpun ruang yang kosong tanpa arti.
Umur adalah perjalanan waktu yang membatasi masa hidup manusia. Mulai dari ia dilahirkan sampai datang kematian. Umur adalah karunia terbesar dari Allah SWT. yang harus disyukuri dengan memanfaatkan waktu dalam kehidupa sebaik mungkin.
Tetap dalam kenyataannya, seperti dinyatakn dalam salah satu hadit Rasulullah SAW. “Tidak sedikit orang yang merugi, karena melalaikan dan tidak memanfaatkan dua nikmat karunia Allah SWT. yang pertama adalah kesehatan, yang kedua adalah waktu yang luang.(hadits sahih al-Bukhari)”.
Panjang dan pendeknya umur atau waktu itu adalah relatif. Saat sedang menunggu kedatangan sesuatu, atau seseorang yang dicintai, waktu yang hanya sesaat terasa begitu lama. Dan ketika yang dicinta itu tiba, meski telah berbincang lama, waktu tetap serasa beberapa saat saja.
Demikian pula kalau kita membandingkan antara umur mahluk-mahluk hidup ini. Umur kehidupan sangat bervariasi. Ada jenis binatang seperti lalat capung umur kehidupannya hanya berlaku dalam hitungan jam. Mulai dari telur,lalu menetas, sampai dia mati.
Ada yang usia harapan hidupnya antara 1-24 jam, ada pula yang hanya dalam hitungan minggu. Seperti lalat atau lebah yang memiliki usia harapan hidupnya 4 minggu.
Bagi kita yang masih hidup, membayangkan kehidupan saudara-saudara kita yang sudah berada di alam barzah, sejak puluhan, ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu, terasa begitu lama.
Tapi tidak demikian bagi mereka yang merasakannya. Bagi mereka, kehidupan alam barzah yang akan berakhir dengan kedatangan hari kiamat, hanyalah sekejap. Sama saja dengan kisah azhabul kahfi yang ditidurkan atau dimatikan oleh Allah SWT. selama 300 tahun menurut perhitungan matahari, atau 309 tahun menurut perhitungan bulan, namun ketika dihidupkan kembali mereka merasakan baru beberapa saat saja.
Begitulah umur kehidupan di dunia ini. Sepanjang apapun umur manusia, pasti terbilang pendek dibanding umur mahluk lainnya yang lebih panjang. Segala sesuatu yang ada permulaannya, dan akan berakhir dengan kebinasaan atau kehancuran. Oleh karenanya, dalam pandangan Islam, kehidupan di dunia yang fana ini, tidaklah seberapa dibanding kehidupan akhirat yang dinyatakan dalam al-Qur’an sebagai kehidupan yang hakiki.
Hidup di dunia hanyalah sebentar, seberapa panjangpun usia kita. Maka merugilah mereka yang hidupnya hanya berorientasi pada keduniaan. Itulah ciri-ciri kehidupan orang kafir. Karena mereka tidak beriman akan keniscayaan hari akhir. Hidup bagi mereka hanyalah di dunia ini. Cuma mereka selalu mendambakan umur yang panjang, bahkan jika memungkinkan sampai ribuan tahun.
Di dalam al-Qur’an digambarkan : “Mereka begitu sangat bersungguh-sungguh untuk memperoleh kehidupan yang lebih panjang. Mereka itulah orang-orang yang musrik. Mereka mendambakan diberi umur panjang sampai 1000 tahun.”
Seorang mukmin, dalam mengisi kehidupannya tidak cukup hanya dengan berorientasi panjang dan pendek. Tetapi juga memperhatikan ‘lebar’ dan ‘sempit’nya.
Berorientasi pada lebar, itu artinya berorientasi pada ‘isi’ dan memanfaatkan waktu dengan hal-hal yang bermanfaat. Tidak ada sedikitpun ruang waktu dalam hidupnya yang berlalu tanpa diisi dengan karya-karya yang bermutu.Tidak melangkah pada hari atau waktu berikutnya, kecuali telah memastikan semua terisi penuh manfaat.
Orang yang hanya berharap dipanjangkan umurnya agar terus mengharap kehidupan dunia atau hanya berorientasi pada panjang dan pendeknya umur, suatu saat pasti akan dikejutkan dengan datangnya kematian. Saat itulah berakhir hidupnya. Tetapi yang berorientasi pada lebar, hidupnya akan terus kekal, walaupun secara fisik telah tiada.
Terkadang, seseorang tidak berumur panjang, tapi ia mengisinya dengan sejuta manfaat. Maka ia akan terus dikenang sepanjang masa. Lihatlah kehidupan para ulama, semisal imam Shafi’i misalnya, beliau hanya hidup 55 tahun. Lahir tahun 150 H, wafat tahun 205 H,namun karena diisi dengan karya-karya berkualitas, maka pandangan dan pemikirannya amsih diikuti oleh jutaan orang di berbagai belahan dunia hingga saat ini.
Imam Nawawi, seorang ahli fiqih dari kalangan mazhab Syafi’i umurnya hanya 45 tahun. Tetapi karya-karyanya seperti Al-Arba’in An-Nawawiyah, Riyadhus Shalihin dan At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir tetap dikaji, ditelaah dan dipelajari hingga saat ini. Itulah yang disebut dengan umur yang berkah.
Apalah artinya berumur panjang jika tidak meninggalkan manfaat dan kebaikan bagi orang lain. Di dalam al-Qur’an,waktu diungapkan dengan kata ‘وَٱلْعَصْرِ’
Al ashr, secara bahasa berarti perasa. Minuman sari buah, atau jus, dalam bahasa Arab disebut ‘Asiir, karena sari buah tersebut diperoleh setelah diperas. Dengan demikian, waktu yang diungkapkan dengan kata al-ashr, itu adalah sesuatu yang harus diperas, agar menghasilkan kerja-kerja yang berkualitas.
Oleh karenanya, dalam surat al-Ashr, disebutkan tidak akan merugi mereka yang mengisi waktunya dengan keimanan, dengan amal soleh, dengan kepedulian sosial yang ditunjukkan dengan saling mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran.
Marilah kita isi waktu dan umur hidup kita yang singkat ini dengan sebaik mungkin, agar tidak menyesal, agar tidak merugi di kemudian hari. Karena waktu yang telah berlalu tidak akan pernah kembali.
Dalam kitab hiyatul aulia, ada ulama yang berpesan bahwa setiap hari waktu itu sebenarnya menyapa kita. Disitu digambarkan “tidak datang suatu hari kepada anak Adam kecuali dia berseru dan menyapa ‘Wahai Anak Adam, aku adalah ciptaan baru. Nanti aku akan menjadi saksi atas setiap kejahatan yang kau lakukan, maka isilah Aku dengan kebaikan. Dan Aku akan bersaksi atas itu semua nanti di hari kiamat. Gunakan Aku, manfaatkan Aku karena ketika Aku berlalu, maka selamanya engkau tidak akan pernah mendapatkan Aku, karena Aku tidak akan pernah kembali‘”.
Begitulah waktu menyapa kita setiap hari. Marilah kita isi waktu dengan sebaik yang kita bisa upayakan. Mudah-mudahan Allah SWT. memberikan hidayah dan petunjuk-Nya kepada kita semua.
—
Disampaikan oleh Dr. Muchlis M. Hanafi, MA saat memberikan khutbah Jumat di Bellagio Mall Kuningan pada 29 Januari 2016.