Menyebarnya Covid 19 adalah musibah dan ujian yang telah ditetapkan oleh Allah. Wabah ini hampir terjadi di seluruh negara di dunia ini. Banyak aktivitas yang terganggu, mulai dari bidang ekonomi, sosial, politik hingga keagamaan. Sebagian pelaku usaha mengalami penurunan pendapatan. Sebagian kegiatan keagamaanpun yang berpotensi mendatangkan kerumunan dibatasi berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia dan peraturan pemerintah.
Lantas bagaimanakah ajaran Islam terkait tatacara menghadapi musibah, khususnya Covid 19 ini?
Dalam Al-Quran Allah telah menjelaskan bahwa manusia akan diberikan beberapa cobaan. Kesabaran merupakan salah satu cara untuk menghadapinya. Sabar menghadapi cobaan dilakukan dengan cara menyadari bahwa semuanya dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 155 dan 156,
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. (QS. Al-Baqarah [2]: 155-156)
Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsir Mafatih al-Ghaib mengutip pendapat Imam Quffal bahwa ayat diatas berhubungan dengan ayat 45 surat Al-Baqarah yang menjelaskan perintah untuk meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat. Jadi tidak salah jika kesabaran dijadikan salah satu senjata untuk mengahadapi segala persoalan dan musibah, termasuk Covid 19 ini.
Baca Juga: Kurban dan kepedulian antar sesama di Masa Pandemi
Dalam kehidupan ini kadang manusia diberikan nikmat oleh Allah, maka hal terbaik yang harus dilakukan adalah mensyukurinya. Pada sisi yang lain kadang yang diberikan justru musibah, maka hal terbaik yang harus dilakukan adalah bersabar. Maka sudah seharusnya pada diri manusia menyatu antara sifat syukur dan sabar .
Selain kesabaran, ada hal penting lain yang perlu dilakukan yaitu ikhtiyar. Ikhtiyar merupakan usaha untuk memperoleh yang terbaik. Ikhtiyar dalam menghadapi Covid 19 ini adalah hal yang wajib dilakukan, karena Allah dalam Alquran melarang umatnya menjerumuskan diri dalam kerusakan. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 195,
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan …(Q.S al-Baqarah [2]: 195)
Tentunya ikhtiar yang harus dilakukan untuk bisa menghindari Covid 19 adalah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk para ahli kesehatan. Protokol kesehatan yang telah ditetapkan, berupa mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker merupakan salah satu yang harus diikuti. Apalagi hal tersebut telah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia dan menjadi peraturan pemerintah.
Ikhtiar lain dalam menghadapi Covid 19 dalam ajaran nabi adalah tidak masuk ke wilayah yang terkena virus dan penduduk yang berada di wilayah tersebut tidak boleh keluar. Bahasa mudahnya adalah penerapan lockdown atau karantina wilayah pada daerah yang terkena virus. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah,
Dari Nabi saw sesungguhnya beliau bersabda: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.”(HR. al-Bukhari)
Dalam Syarah Shahih Muslim karya Ibnu Batthol dituliskan hadits panjang yang berisi cerita tentang pernah terjadinya penyebaran penyakit thoun di daerah Syam. Pada saat itu Sayyidina Umar membawa rombongan pasukan yang berencana memasuki wilayah tersebut. Setelah Sayyidina Umar mendengar info tersebut, dia langsung musyawarah dengan para pasukan, sebagian berpendapat untuk tetap melanjutkan perjalanan dan sebagian yang lain memutuskan untuk tidak melanjutkan. Sayyidina Umar akhirnya memilih pendapat untuk tidak melanjutkan perjalanan.
Keputusan Sayyidina Umar dipertanyakan oleh Abu ‘Ubaidah ibn al-Jarrah. Dia bertanya kepada Sayyidina Umar “Apakah engkau hendak lari dari taqdir Allah?”. Umar menjawab:“ Ya, kami lari dari taqdir Allah menuju taqdir Allah juga. Bukankah jika kamu menggembala unta dan turun ke sebuah lembah yang di sana ada dua tepi lembah, yang satu subur dan yang satu tandus, lalu ketika kamu menggembala di tepi yang subur berarti kamu menggembala dengan taqdirAllah? Dan bukankah pula ketika kamu menggembala di tepi lembah yang tandus, kamu juga menggembalanya dengan taqdir Allah?
Baca Juga: Yang Paling Penting dari Lebaran Idul Adha di era Pandemi
Kemudian datanglah sahabat ‘Abdurrahman ibn ‘Auf dimana sebelumnya ia tidak hadir musyawarah karena ada keperluan. ‘Abdurrahman berkata:“Aku punya ilmu tentang permasalahan ini. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:“Jika kalian mendengar ada wabah di satu daerah, janganlah kalian datang ke sana. Tetapi jika wabah itu menyerang satu daerah ketika kalian sudah ada di daerah tersebut, janganlah kalian keluar melarikan diri darinya. Setelah mendengar penjelasan Abdurrahman tersebut, Umar lalu bertahmid kepada Allah dan kemudian pulang.
Dari penjelasan hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu ikhtiyar menghindari penyakit menular adalah dengan lockdown atau karantina wilayah. Ikhtiyar untuk menghindari virus corona adalah hal yang wajib dilakukan. Hal ini untuk menyelamatkan jiwa agar tidak terjerumus dalam kebinasaan dan kerusakan.
Usaha terakhir dalam menghadapi Covid 19 setelah sabar dan ikhtiyar adalah tawakkal. Islam tidak hanya mewajibkan ikhtiyar dan tidak pula hanya mewajibkan tawakkal. Islam memerintahkan agar keduanya dapat dilaksanakan secara bersamaan. Ikhtiyar tanpa tawakkal adalah sebuah kesombongan. Sedangkan tawakkal tanpa ikhtiyar adalah omong kosong. Dengan sabar akan lebih menenangkan jiwa, dengan tawakkal akan menyadari bahwa semua dari Allah, manusia hanya bisa berusaha, Allah yang menentukan segalanya. Adapun dengan ikhtiyar, berarti kita telah melaksanakan perintah Allah untuk menghindari kerusakan dan berusaha memilih yang terbaik.
Ahmad Muzakki, S.Sy, M.H, Ustadz di cariustadz.id