Kriteria Pemimpin Ideal Menurut Imam Al-Ghazali

Pemimpin adalah salah satu aspek penting dalam struktur suatu negara, baik yang bersifat demokrasi ataupun monarki. Tanpa kehadiran seseorang pemimpin, suatu negara tidak akan berjalan dengan baik atau bahkan jatuh kepada kekacauan. Karena itulah, setiap warga negara pasti menginginkan sosok pemimpin ideal untuk membangun kesejahteraan rakyat.

Dalam ajaran Islam, kepemimpinan adalah instrumen yang wajib ada dalam masyarakat. Sebab, dalam beberapa kesempatan Nabi Muhammd Saw mengisyaratkan perlunya pemimpin, baik dalam ibadah seperti salat maupun lingkup sosial seperti pemimpin rombongan. Ini merupakan tuntunan bagi umat Islam agar menjadi masyarakat yang teratur.

Karena fungsi pemimpin begitu penting dalam tatanan kehidupan masyarakat, maka sudah selayaknya kepemimpinan diampu oleh pemimpin ideal, yakni pemimpin yang dapat menyelesaikan segala persoalan dalam masyarakat. Dalam Islam, pemimpin ideal dinarasikan sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan bukan tidak berlaku zalim atau semena-mena.

Penting diketahui, pemimpin adalah tugas yang mulia. Allah Swt telah menjanjikan para pemimpin yang adil akan pahala yang luar biasa, termasuk naungan di hari kiamat kelak, di mana orang-orang sedang kesusahan mencari tempat perlindungan. Sebaliknya, pemimpin yang zalim akan mendapatkan siksa, karena lalai dalam kepemimpinannya (al-Jami’ al-Saghir [1]: 496).

Menurut Imam Ghazali, pemimpin ideal memiliki setidaknya tiga kriteria utama, yaitu: 1) kecerdasan atau intelektualitas diri; 2) agama atau religiositas diri; 3) akhlak atau moralitas diri. Kriteria pemimpin ideal al-Ghazali ini memiliki keserupaan dengan Kriteria pemimpin ideal Imam al-Mawardhi dalam kitab al-Ahkam al-Sunthaniyyah.

Pertama, akal, kecerdasan atau intelektualitas. Al-Ghazali memaknai akal dalam empat kategori, yakni: akal berarti kecerdasan umum yang dipakai manusia; akal berarti pengertian yang berfungsi sebagai pembeda salah dan benar; akal berarti pengetahuan yang timbul dari pengalaman; dan akal berarti makrifat atau pengetahuan luar biasa yang membawa pada hakikat ketuhanan.

Bagi al-Ghazali intelektual atau kecerdasan yang perlu dimiliki pemimpin ideal adalah makrifat yakni perpaduan antara ilmu pengetahuan dengan agama yang berujung pada amal dan akhlak. Bisa dikatakan bahwa yang dimaksud al-Ghazali adalah al’aqlu wa al-nubuwwah (human intellect and prophethood) yakni kecerdasan akal dan sifat kenabian .

Perlu dipahami bahwa kecerdasan akal yang dimaksud al-Ghazali tidak terbatas pada kecerdasan bersifat teologis, melainkan kecerdasan secara umum. Artinya, sosok pemimpin ideal adalah orang yang cerdas atau yang memiliki pengetahuan dalam berbagai aspek, baik duniawi ataupun ukhrawi. Kecerdasan inilah yang menjadi modal utama kepemimpinan (Ihya Ulumuddin).

Kedua, Agama atau religiositas. Agama yang dimaksud di sini adalah keimanan dan keislaman seseorang. Keimanan dapat dimanifestasikan dalam dua aspek kehidupan, yakni 1) relasi erat individu dengan Allah melalui ibadah-ibadah yang bersifat individual, dan 2) relasi sosial yang diwujudkan dengan ragam kebaikan kepada sesama manusia.

Pemimpin yang memiliki tingkat keagamaan atau religiositas yang baik akan mengedepankan keimanan dan ajaran Islam dalam tindak-tanduknya. Dengan orientasi kepemimpinan sedemikian rupa, maka seseorang akan menjelma sebagai pemimpin ideal yang seiring dengan tuntunan agama, yakni pemimpin adil, bijaksana dan tidak zalim.

Ketiga, akhlak atau moralitas. Akhlak ada aspek yang paling penting setelah pengetahuan dan keimanan. Bahkan Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (keluhuran budi pekerti) (HR. Baihaqi). Karena itulah, sisa dikatakan bahwa akhlak adalah inti sari dan tujuan dari agama Islam.

Bagi Imam al-Ghazali, akhlak atau moralitas diwujudkan dengan kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola diri dari kecenderungan yang bersifat negatif dan destruktif. Artinya, seseorang yang berakhlak adalah orang yang mampu menjaga dirinya dari berbagai perbuatan tercela, baik tercela secara agama ataupun secara sosial.

Akhlak atau moralitas lurus pemimpin ideal berpangkal pada empat sifat, yakni 1) keimanan kuat yang dicapai melalui ilmu dan amal; 2) keberanian dalam mempertahankan sifat dan sikap baik sesuai tuntunan Allah Swt; 3) kedermawanan atau sikap mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi; 4) keadilan atau bersikap proporsional terhadap setiap manusia.

Dengan demikian, kriteria pemimpin ideal menurut al-Ghazali adalah pengetahuan secara komprehensif, agama yang baik, dan moralitas yang luhur. Ketiganya merupakan nilai positif yang melengkapi satu sama lain dalam diri seorang pemimpin ideal. Nilai inilah yang harus dimiliki seseorang jika ia ingin menjadi pemimpin. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kemenag Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag.? Silakan klik disini