Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abd Al-Uzza adalah istri Nabi memiliki peran besar dalam membantu Nabi menjalani kehidupan yang suci, jauh dari penyembahan berhala, khamar, judi, kehidupan penuh hura-hura dan menuruti hawa nafsu pada masa sebelum turunnya wahyu.
Ketika Rasulullah menerima wahyu pertama kali di gua Hira, waktu itu Nabi Muhammad sedang berkhalwat pada malam senin bertepatan dengan tanggal tujuh belas Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW, 6 Agustus 610 M. Penerimaan wahyu tersebut dikenal sebagai Nuzulul Quran atau malam pertama kali diturunkannya Al-Quran dari langit dunia secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril.
Bermula ketika usia Nabi Muhammad saw mendekati 40 tahun selalu merenungi keadaan kaumnya dan menyadari banyak keadaan kaumnya tidak sejalan dengan kebenaran. Beliau pun mulai sering uzlah (mengasingkan diri) dari kaumnya. Beliau biasa ber-tahannuts di gua Hira yang terletak di Jabal Nur. Saat mengasingkan diri tersebut, Khadijah menyediakan segala perbekalan Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad saw tinggal di dalam gua tersebut selama bulan Ramadhan menghabiskan waktu untuk beribadah dan merenungi kekuasaan Allah. Selama perenungan itu juga Nabi semakin menyadari keterpurukan kaumnya yang masih terbelenggu oleh keyakinan syirik. Namun ketika itu belum memiliki jalan yang terang dan manhaj yang jelas mengenai bagaimana jalan yang harus ditempuh.
Sampai kemudian Malaikat Jibril datang menghampirinya dan berkata iqra (bacalah). Namun Rasulullah menjawab aku tidak bisa membaca. Lalu Jibril memeluknya erat hingga Rasulullah susah bernafas. Hal tersebut terulang selama tiga kali kemudian Jibril mengucapkan ayat 1 sampai 5 surat Al Alaq.
Meyakinkan dan Menenangkan Nabi Muhammad Saw
Setelah menerima wahyu di Gua Hira, Nabi Muhammad saw benar-benar mengalami tekanan jiwa yang luar biasa. Nabi saw yang sangat kaget dan takut segera menghentikan penyendiriannya di Gua Hira dan langsung kembali ke rumah meminta untuk diselimuti Khadijah. Setelah menceritakan segala pengalaman yang dialami kepada istrinya, Khadijah dengan suara lembut dan menyejukkan jiwa meyakinkan dan menenangkan Nabi Muhammad Saw.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah ra:
“Beliaupun pulang dalam kondisi gemetar dan bergegas hingga masuk ke rumah Khadijah. Kemudian Nabi berkata kepadanya: Selimuti aku, selimuti aku. Maka Khadijah pun menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya. Kemudian Nabi bertanya: ‘wahai Khadijah, apa yang terjadi denganku ini?’. Lalu Nabi menceritakan kejadian yang beliau alami kemudian mengatakan, ‘aku amat khawatir terhadap diriku’. Maka Khadijah mengatakan, ‘sekali-kali janganlah takut! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahmi, pemikul beban orang lain yang susah, pemberi orang yang miskin, penjamu tamu serta penolong orang yang menegakkan kebenaran.” ” (HR. Al Bukhari no. 6982).
Setelah menenangkan hati dan mendengar kejadian yang dialami Rasulullah, Sayyidah Khadijah mengajak Rasulullah menemui anak pamannya, yakni Waraqah bin Naufal yang ketika itu telah berusia lanjut dan dikenal sebagai penganut agama Nasrani sejak zaman jahiliyah. Ia pandai menulis Al Kitab dalam bahasa Arab. Maka disalinnya Kitab Injil dalam bahasa Arab seberapa yang dikehendaki Allah untuk dapat ditulis. Namun usianya ketika itu telah lanjut dan matanya telah buta.
Khadijah berkata kepada Waraqah, “wahai paman, dengarkan kabar dari anak saudaramu ini”. Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku. Apa yang terjadi atas dirimu?”. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya. Waraqah berkata, “(Jibril) ini adalah Namus yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Duhai, semoga saya masih hidup ketika kamu diusir oleh kaummu”. Nabi bertanya, “Apakah mereka akan mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya, betul. Tidak ada seorang pun yang diberi wahyu seperti engkau kecuali pasti dimusuhi orang. Jika aku masih mendapati hari itu niscaya aku akan menolongmu sekuat-kuatnya”. Tidak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia” (HR. Al Bukhari no. 6982).
Dari peristiwa Nuzulul Quran tersebut kita dapat mengetahui bahwa seorang perempuan (istri) Nabi Muhammad Saw sangat berperan penting dalam menenangkan suaminya tatkala diliputi kegelisahan dan rasa takut. Sayyida Khadijah juga berusaha membantu dengan mencarikan solusi atas permasalahan yang dialami Nabi dan memberikannya motivasi dengan mengajaknya berkunjung ke orang yang lebih paham.
Meyakinkan Nabi Bahwa yang Mendatanginya Bukan Setan
Dalam satu riwayat, Khadijah tetap berusaha meyakinkan Nabi bahwa yang mendatanginya bukan setan, melainkan malaikat. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq yang dinukil oleh Ibnu Hisyam, bahwasanya Ibunda Khadijah meminta Nabi Muhammad Saw memberitahunya bila Jibril datang menemui beliau kembali.
Suatu ketika Nabi Saw melihat sosok malaikat Jibril dan segera memberi tahu Khadijah atas kedatangan sosok tersebut. Ketika malaikat itu datang, Khadijah meminta Nabi Muhammad Saw duduk di paha kanannya, sambil bertanya apakah beliau masih melihat malaikat itu.
Beliau menjawab, ‘masih’. Lalu Khadijah memintanya duduk di paha kirinya dan ternyata Nabi Saw masih melihat Jibril.
Khadijah pun meminta beliau duduk di pangkuannya dan Jibril masih terlihat oleh beliau. Tapi saat Ibunda Khadijah membuka auratnya, dia bertanya, “Apakah engkau masih melihatnya?” Nabi saw menjawab, Tidak lagi. Setelah itu Khadijah berkata dengan tersenyum manis kepada suami tercintanya itu, “Wahai putra pamanku! Berteguh hatilah dan bergembiralah. Demi Allah sesungguhnya yang engkau lihat itu adalah malaikat bukan setan.”
Inilah peran yang luarbiasa besar dari seorang perempuan bernama Khadijah binti Khuwailid dalam mendampingi penerimaan wahyu agung dari Allah kepada hamba terpilihnya, Muhammad Saw. Dimana Khadijah bukan hanya selalu ada di sisi Nabi Muhammad Saw, namun juga menunjukkan pengetahuannya yang dalam dan bijaksananya sebagai seorang istri.
Dari kisah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ini kita dapat mengambil pelajaran tentang seorang perempuan yang berhasil memerankan diri sebagai istri salihah yang setia menemani Nabi Saw. Dalam kehidupan rumah tangga suami istri harus saling tolong menolong, bekerja sama dan saling memberikan kebahagiaan satu sama lain. Selain itu juga harus saling melibatkan pasangan dalam setiap resah yang dirasakan.
Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd, Ustadzah di Cariustadz
Tertarik mengundang ustadzah Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd? Silakan klik disini