Di era digital, platform yang menayangkan kehidupan pribadi seorang artis lebih menjual daripada tayangan berita. Program-program televisi dengan jenis talkshow dapat bertahan lebih lama dibandingkan acara-acara lainnya, karena ratingnya yang tinggi. Tayangan-tayangan dengan jenis itu bahkan tak jarang terkesan alay. Banyak gimmick yang menyakiti fisik dan menusuk hati bintang tamu.
Website tirto.id (2018) menaikkan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa semakin alay suatu acara hiburan televisi, semakin digemari penonton. Salah satu unsur penting dalam acara talkshow adalah adanya penonton sebagai pemeriah suasana (bersorak, bertepuk tangan, hingga menyanyi dan berjoget bersama bintang tamu atau host). Sangat jarang penonton diberi kesempatan untuk bertanya secara kritis kepada bintang tamu.
Media sosial pun begitu. Akun-akun gosip lebih cepat naik serta memiliki pengikut yang bahkan jauh lebih banyak dibandingkan akun kebanyakan artis. Postingan-postingan yang berkaitan dengan kehidupan seorang artis akan lebih cepat menjadi viral dibandingkan hal lainnya. Terlebih, jika isi postingan tersebut berisi tentang keburukan (aib) seorang public figure. Tak sedikit pula artis yang membocorkan aib pasangannya ketika hendak melaksanakan perceraian, mencoba mencari simpati dan dukungan untuk dirinya sendiri.
Perintah Nabi untuk Menutupi Aib
Fenomena di atas berkebalikan dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad sebagai utusan-Nya. Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad menyuruh umat agar sedapat mungkin menutup aib dirinya sendiri mau pun orang lain.
Salah satu sabdanya berbunyi,
“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Ia tidak menzalimi dan tidak berbuat aniaya kepadanya. Barang siapa yang memenuhi (membantu) kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak.” (HR. al-Bukhari, no. 2442).
Dalam al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah (jilid 24, halaman 169) disebutkan bahwa aib yang dianjurkan untuk ditutupi adalah aib-aib (dosa-dosa) yang sifatnya tidak merusak dan mengganggu orang lain, seperti mabuk dan berzina. Tidak seharusnya diceritakan kepada seorang pun maupun hakim, apabila diungkap kepada masyarakat luas. Aib-aib dalam kategori ini hanya berurusan dengan Allah Yang Maha Pengampun.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata,
“(sifat) seorang muslim adalah menutupi aib (dirinya atau pun saudaranya) dan memberikan nasehat. Sedangkan (sifat) seorang durhaka adalah menyerang dan menjelekkan (orang lain).”
Sebagian ulama berkata,
“Berusahalah menutupi aib para pelaku maksiat. Sebab, mengumbar maksiat-maksiat mereka merupakan suatu perbuatan aib bagi orang Islam.”
Sedangkan jika melihat pelaku aib, dosa, atau pun perbuatan buruk lainnya yang sifatnya merusak dan mengganggu kenyamanan dan keamanan orang lain, dianjurkan untuk disebutkan agar orang lain menjadi awas terhadapnya. Bahkan, dianjurkan untuk dilaporkan kepada pihak yang berwenang sehingga kehidupan bermasyarakat dapat menjadi lebih aman.
Orang-orang yang dengan sengaja mengumbar aibnya bahkan diancam tidak akan dimaafkan oleh Allah. Rasulullah Saw bersabda,
“Setiap umatku dimaafkan (dosanya), kecuali orang-orang yang menampak-nampakkannya. Termasuk orang yang menampak-nampakkan (dosanya) adalah seorang hamba yang melakukan perbuatan (maksiat) di malam hari sementara Allah telah menutupinya, kemudian di waktu pagi dia berkata, ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan ini dan itu.’ Padahal, pada malam hari Allah telah menutupi aibnya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah.” (HR. al-Bukhari, no. 6069 dan Muslim, no. 2993).
Doa Agar Dilindungi dari Keterbukaan Aib
Sejalan dengan perintahnya, Nabi Muhammad saw juga mengajarkan doa agar Allah Swt menolong usaha seorang hamba dalam menutupi aib. Dalam sebuah hadis yang diriwayat oleh Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkan doa-doa berikut menjelang pagi dan sore, yaitu:
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ampunan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam (menjalankan) agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah aurat (aib-aib)ku …” (HR. Ibnu Majah, no. 3871).
Sebagaimana yang disebutkan oleh Fudhail bin ‘Iyadh, bahwa sifat seorang muslim adalah menutupi keburukan seseorang. Sikap ini sering dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Salah satu di antaranya adalah ketika beliau menolak pengakuan seorang perempuan yang menyatakan diri telah berzina. Bukan menerima pengakuannya, Rasulullah Saw justru memerintahkan perempuan tersebut untuk bertobat.
Hal yang sama pernah dilakukan oleh Umar bin Khaththab ketika dia menjabat sebagai khalifah. Seorang laki-laki menghadap kepadanya dan melaporkan bahwa ia telah melihat orang berpelukan di balik pohon kurma. Mendengar itu, Umar bin Khaththab justru marah dan berkata kepadanya, “Kenapa tidak kamu tutupi kesalahannya dan mengharapkan mereka sadar dan bertobat? Bukankah Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang menutupi aib orang lain…” Wallahu a’lam.
Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini