Kewajiban dan hak merupakan dua kata yang melekat pada diri seorang manusia. Dalam keseharian, betapa banyak orang yang gembar-gembor menuntut hak, sedangkan kewajibannya belum dilaksanakan secara maksimal. Padahal, hak dan kewajiban ibarat dua sisi sebuah koin yang tak dapat dipisahkan.
Sering muncul pertanyaan manakah yang terlebih dahulu harus dipenuhi, apakah kewajiban atau hak. Pertanyaan ini pada akhirnya sering berujung pada diskusi yang cukup hangat. Dalam banyak diskusi itu, hak selalu dianggap sebagai sesuatu yang harus didahulukan di atas kewajiban. Hal ini didasarkan pada adanya hak asasi manusia (HAM).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 Ayat (1), dijelaskan bahwa HAM adalah “seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Pada Ayat di atas dijelaskan bahwa menjaga dan memberikan HAM tidak hanya dilakukan oleh negara dan pemerintah, tetapi juga oleh setiap orang secara individu. Yang perlu diingat bagi setiap orang adalah bahwa hak asasinya adalah kewajiban orang lain untuk menjaganya. Dan begitu pun sebaliknya, hak asasi orang lain adalah kewajiban dirinya untuk menjaganya.
Kewajiban Dasar Manusia
Agar dapat mendapatkan HAM secara maksimal, setiap individu warga negara perlu mengerti bahwa dirinya juga memiliki kewajiban. Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutnya sebagai ‘kewajiban dasar manusia’.
Kewajiban dasar manusia dalam UU tersebut dijelaskan sebagai “seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.”
Maka, seorang warga negara tidak hanya menuntut dengan keras kesejahteraan hidupnya kepada pemerintah, tetapi juga wajib melaksanakan tugasnya sebagai seorang warga negara. Sebab, dalam keseharian banyak orang yang menuntut akses jalan, layanan kesehatan, bantuan sosial, dan lain sebagainya, tetapi ia sendiri enggan membayar pajak yang merupakan kewajibannya.
Berkaca di era pandemi covid-19, misalnya, betapa banyak masyarakat yang enggan melakukan physical distancing, memakai masker, suntik vaksin, atau hal lainnya, tetapi dengan nyaring meminta bantuan sosial kepada pemerintah. Padahal, bantuan sosial itu ditujukan agar masyarakat dapat lebih terhindar dari virus corona.
Maka, kewajiban dasar manusia merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui oleh seorang manusia, baik ia sebagai hamba Tuhan mau pun sebagai warga negara. Dengan demikian, ia tidak hanya menuntut hak, tetapi juga menunaikan kewajibannya. Sebab, sebagaimana disebutkan sebelumnya, hak dan kewajiban ibarat dua sisi koin yang tidak dapat dipisahkan dan pasti berjalan bersama.
Hak Asasi dan Kewajiban Dasar Manusia dalam Islam
Islam sebagai sebuah agama yang mengatur kehidupan manusia memberikan pelajaran penting berkaitan dengan hak dan kewajiban manusia. Betapa banyak hadis Nabi Muhammad Saw. yang menyebutkan bahwa seorang muslim yang baik adalah yang begini-begitu; misalnya, memberikan keselamatan dari gangguan lisan dan perbuatannya (HR. al-Bukhari, no. 10), karena orang lain memiliki hak untuk merasa aman dan nyaman.
Atau dalam hadis Imam al-Tirmidzi, misalnya, ditambahkan bahwa “Seorang mukmin (yang sempurna) adalah dia yang mana seluruh manusia lainnya merasa aman darah dan hartanya dari (gangguan)nya.”
Berkaitan dengan hak asasi dan kewajiban dasar manusia sebagai warga negara, Imam Muslim dalam kitab Sahihnya meriwayatakan sebuah hadis yang berbunyi:
Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, sepeninggalku akan ada penguasa-penguasa yang mementingkan diri sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang tidak kalian sukai.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa perintah engkau kepada kami jika kami mengalami peristiwa itu?” beliau menjawab, “Tunaikanlah kewajiban kalian dan mintalah hak kalian kepada Allah.” (HR. Muslim, no. 1846).
Imam al-Nawawi dalam kitab al-Syarh ‘alaa Muslimnya (jil. 12, hal. 232) menjelaskan bahwa hadis di atas berkaitan dengan anjuran Nabi Muhammad Saw. kepada umatnya agar tetap menaati pemimpin atau kepemimpinan yang sah, kendati ia adalah orang yang zalim dan suka berbuat semena-mena.
Cara menaatinya adalah dengan tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang warga, sehingga hak negara dapat terpenuhi. Sedangkan haknya sebagai warga negara, maka Rasulullah menganjurkan mereka berdoa kepada Allah agar Dia menolong hamba-Nya dari kezaliman dan keburukan yang diperbuat oleh penguasa serta agar haknya dapat segera didapatkan.
Imam al-Qasthalani memberikan beberapa contoh antara kewajiban dan hak yang dimaksud dalam hadis di atas. Di antara kewajiban seorang warga negara, menurutnya, adalah membayar zakat (pajak) dan ikut serta jihad melawan musuh dalam membela negara. Sedangkan hak seorang warga negara dalam hal ini adalah ghanimah (harta rampasan perang) dan lain sebagainya (Irsyaad al-Saarii li Syarh Shahiih al-Bukhaarii[6]: 54).
Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa manusia tidak hanya memiliki hak yang dapat dia tuntut kepada pihak lain dengan sesuka hati, tetapi juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan. Hak dan kewajiban tersebut tidak hanya berlaku antara warga dan pemerintah, tetapi juga antar warga dan warga lainnya (antarindividu). Ibarat dua sisi koin, hak dan kewajiban merupakan dua hal yang harus berjalan bersama. Wallahu a’lam.
Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini