Dalam kehidupan rumah tangga, semua orang berharap menemukan ketenangan dan keteguhan dalam waktu yang bersamaan. Ada saat-saat ketika keluarga membutuhkan kelembutan yang menyejukkan, tetapi ada pula waktu ketika ketegasan justru menjadi penyelamat. Dalam tradisi Islam, gambaran tentang dua kekuatan ini dikenal sebagai jalal dan jamal—dua sifat ilahi yang saling melengkapi.
Konsep ini banyak dijelaskan oleh para sufi dan dipopulerkan kembali oleh pemikir kontemporer seperti Sachiko Murata dalam karyanya The Tao of Islam. Menurutnya, kesempurnaan Tuhan (kamal) justru terletak pada kemampuan-Nya merangkul dua dimensi ini secara harmonis: jalal (keagungan, ketegasan, maskulinitas) dan jamal (keindahan, kelembutan, feminitas). Ketika diterapkan dalam rumah tangga, dua sifat inilah yang menjadikan kehidupan keluarga lebih matang, seimbang, dan kokoh dari dalam.
Jamal: Kelembutan yang Menumbuhkan Kehangatan
Kita semua pernah merasakannya: suasana rumah yang terasa lebih hidup hanya karena ada senyum tulus, tutur kata yang pelan dan sopan, atau perhatian kecil yang diberikan tanpa diminta. Itulah energi jamal.
Dalam Al-Qur’an, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Ar-Rahman (Maha Pengasih), Ar-Rahim (Maha Penyayang), dan nama serta sifat lainnya yang penuh kelembutan. Bahkan Rasulullah Saw diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin—rahmat bagi seluruh alam. Maka, menghidupkan sifat keindahan dalam segala aspek kehidupan, termasuk rumah tangga, dapat menjadi salah satu pilar kokoh membangun keutuhan.
Dalam rumah tangga, jamal hadir dalam beragam bentuk: kesabaran menghadapi kekurangan pasangan; cara berbicara yang santuk dan tidak menyakitkan; kebiasaan mendengarkan sebelum menilai; saling memaafkan meski hati sedang terluka; dan kemurahan hati terhadap anak-anak.
Kelembutan tidak membuat seseorang lemah. Justru ia adalah kekuatan yang mampu melunakkan hati yang keras; mengobati segala macam penyakit yang ada padanya. Rasulullah Saw bersabda:
“Tidaklah kelembutan ada pada sesuatu melainkan ia menghiasinya.” (HR. Abu Daud)
Rumah yang penuh jamal adalah rumah yang dihiasi, diringankan, dan dikuatkan oleh kasih sayang. Di dalamnya, setiap kata menjadi doa indah, setiap senyum menjadi obat penenang, dan setiap perhatian kecil menjadi penopang yang menjaga hati tetap nyaman dan tenang (sakinah).
Jalal: Ketegasan yang Melindungi dan Mengarahkan
Namun, rumah tangga tidak bisa hanya bertumpu pada kelembutan. Ada waktu ketika keluarga membutuhkan seseorang yang berkata ‘cukup’, ‘jangan’, atau ‘tidak’ secara tegas. Ada waktu ketika disiplin harus ditegakkan. Ada saat ketika prinsip lebih utama daripada perasaan sesaat.
Di sinilah hadir jalal: kekuatan, keadilan, ketegasan, arah, dan kepemimpinan. Jalal yang sehat bukan kekerasan, apalagi dominasi. Ia adalah kemampuan menegakkan batas, menjaga marwah keluarga, memastikan arah hidup tetap pada jalur yang diridhai Allah.
Jalal hadir dalam rumah tangga melalui: ketegasan untuk tidak membiarkan konflik berlarut; komitmen untuk memperbaiki diri, pasangan, dan tanggungan (anak); mendidik anak dengan disiplin tanpa menghilangkan kasih; dan konsistensi menjaga kewajiban ibadah keluarga.
Sifat jalal ini mencerminkan nama-nama Allah seperti Al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa) dan Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana). Ketegasan yang benar selalu dibangun di atas hikmah, bukan emosi. Ketegasan dimaksudkan sebagai pendidikan bagi kesalahan dalam rumah tangga, bukan semata sanksi yang menyiksa
Rumah Tangga Butuh Jamal dan Jalal: Lembut tapi Kuat, Tegas tetapi Hangat
Banyak konflik rumah tangga sebenarnya muncul bukan karena kurang cinta, tetapi karena salah satu dari dua aspek ini hilang.
Jamal tanpa jalal membuat rumah penuh cinta tetapi rapuh. Kelembutan yang tidak diimbangi dengan ketegasan menjadikan kasih sayang hilang arah, menjelma menjadi sikap yang memanjakan, serta tidak mampu menegakkan batas-batas.
Sebaliknya, jalal tanpa jamal menghasilkan rumah yang disiplin tetapi kering. Ketegasan yang berdiri sendiri, tanpa kelembutan dan empati, berubah menjadi kekakuan yang membuat hati tidak nyaman. Aturan tegak, tetapi perasaan tidak tentram. Anak patuh karena takut, pasangan taat karena terpaksa, dan keputusan dibuat tanpa kehangatan.
Padahal, kehidupan rumah tangga membutuhkan keduanya. Jalal adalah “penyempitan yang mendidik”, sementara jamal adalah “pelapangan yang menenangkan”. Dua gerakan ini adalah ritme alami kehidupan. Seperti tarikan napas: menghirup dan menghembus. Keduanya harus ada agar hidup berlangsung.
Suami dan Istri Sama-sama Memiliki Jalal dan Jamal
Sering kali kita membayangkan suami adalah sosok jalal (maskulin) dan istri adalah sosok jamal (feminim). Namun dalam perspektif spiritual dan psikologis, pembagian ini terlalu sempit. Baik suami maupun istri sama-sama memiliki potensi keduanya.
Ada saat ketika suami harus lembut: ketika anak menangis, ketika istri sedang lelah, atau ketika keluarga sedang diuji. Ada pula saat ketika istri harus tegas: mengatur anggaran rumah tangga, mendidik anak, atau menjaga agar rumah tetap dalam suasana disiplin.
Keduanya bisa mengasihi; keduanya bisa melindungi. Keduanya bisa memimpin; keduanya bisa mendukung.
Perbedaan gender tidak meniadakan kehadiran jalal dan jamal dalam diri masing-masing. Justru keberadaan dua energi ini memungkinkan suami dan istri saling melengkapi.
Belajar dari Kesempurnaan Ilahi
Jika Tuhan saja memiliki jalal dan jamal sebagai manifestasi kesempurnaan-Nya, maka rumah tangga sebagai persekutuan dua insan tentu membutuhkan keduanya. Kita meneladani sifat-sifat Tuhan dalam wujud manusiawi: bukan berarti menjadi Maha Perkasa atau Maha Penyayang, tetapi menghadirkan sekelumit pantulan-Nya dalam cara kita memperlakukan pasangan dan anak-anak.
Ketika kita menyeimbangkan dua sifat ini: cinta menjadi lebih dewasa; tanggung jawab lebih terasa; konflik lebih mudah diurai; keputusan lebih bijaksana; dan rumah menjadi tempat pulang yang benar-benar menenangkan.
Rumah tangga bukan sekadar tempat tinggal; ia adalah ruang spiritual tempat dua hati belajar mendekatkan diri kepada Allah. Untuk itu, jalan terbaiknya bukan memilih antara menjadi lembut atau tegas, tetapi menemukan keseimbangan antara keduanya.
Lembutlah pada waktunya, tegaslah pada tempatnya. Jadilah jamal yang menenangkan, sekaligus jalal yang menjaga.
Dengan demikian, rumah tangga akan berdiri kokoh—hangat namun tetap terarah, penuh cinta sekaligus penuh hikmah.
Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini