Salah satu hal yang umat Islam laksanakan saat setelah adanya keputusan masuknya tanggal 1 syawal di setiap akhir Ramadan, adalah mengumandangkan takbir di berbagai tempat untuk menyambut hari raya Idul Fitri. Takbir tidak hanya dikumandangkan di tempat-tempat ibadah sebagaimana masjid dan musala, tapi juga jalanan dan juga tempat-tempat umum. Lalu apa sebenarnya hukum mengumandangkan takbir atau takbiran di malam hari raya Idul Fitri? Dan apakah ada anjuran mengumandangkan takbir di jalanan serta tempat umum sebagaimana yang biasa kita lihat? Berikut keterangan lengkapnya:
Takbiran Di Malam Hari Raya
Allah berfirman:
Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur (QS. Al-Baqarah [2] :185).
Berdasar redaksi “mengagungkan Allah” di ayat tersebut, para ulama’ menyatakan bahwa disyariatkan mengumandangkan takbir di hari raya Idul Fitri. Imam al-Qurthubi tatkala menguraikan ayat di atas menerangkan, berdasar pendapat mayoritas ahli takwil, redaksi ayat tersebut bermakna anjuran mengumandangkan takbir di akhir Ramadan. Yakni di hari pertama lebaran atau hari raya Idul Fitri. (Tafsir al-Qurthubi/2/306).
Selain berdasar ayat di atas, ulama juga menyatakan dianjurkan mengumandangkan takbir di hari raya Idul Fitri, berdasar hadis yang diriwayatkan Ibn Huzaimah dalam kitab sahihnya dari Abdullah:
Nabi Muhammad tatkala di dua hari raya, keluar bersama Fadl ibn Abbas, Abdullah, Abbas, Ali, Ja’far, Hasan, Husain, Usamah ibn Zaid, Zaid ibn Haritsah dan Aiman ibn Ummi Aiman sembari mengeraskan suara dengan bacaan tahlil dan takbir. Beliau lewat di jalan para tukang besi sampai di tempat salat. Ketika selesai, beliau pulang dan melewati tukang sol sepatu sampai di tempat tinggalnya (al-Muhadzab/1/227).
Hanya saja ulama berbeda pendapat mengenai disyariatkannya mengumandangkan takbir di malam Idul Fitri. Hal ini berkaitan dengan permasalahan waktu mulai dianjurkannya mengumandangkan takbir. Imam Syafi’i dan Ahmad menyatakan bahwa takbir dapat dimulai sejak matahari hari terakhir Ramadan telah tenggelam. Sehingga takbir sudah dapat dikumandangkan di malam hari raya. Sementara Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat takbir dimulai sejak keluar dari rumah dan menuju ke tempat salat. Sehingga mengumandangkan takbir di malam hari raya belum dianjurkan (Tafsir Munir/2/149).
Dasar yang dipakai oleh Imam Syafi’i adalah redaksi ayat di atas yang berbunyi “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya”. Dimana redaksi tersebut menunjukkan bahwa waktu mengagungkan Allah atau membaca takbir, dimulai semenjak sempurnanya bilangan hari puasa Ramadan. Dimana kesempurnaan dapat ditemukan dengan tenggelamnya matahari di hari terakhir Ramadan. Itu artinya di malam hari raya sudah dianjurkan mengumandangkan takbir (Tafsir Mafatihul Ghaib/3/107).
Mengenai soal anjuran mengumandangkan takbir di selain tempat ibadah, maka dapat juga digali dari hadis di atas. Imam Syafi’i sendiri menyatakan, ia suka bila takbir dikumandangkan entah itu secara bersama-sama atau sendirian, saat di rumah maupun bepergian, di rumah-rumah, masjid-masjid serta pasar-pasar (Mukhtashar Muzani/1/30).
Kesimpulan
Dari berbagai keterangan di atas kita bisa mengambil kesimpulan, melaksanakan takbiran di malam hari raya hukumnya sunah menurut Mazhab Syafi’i. Dan kesunahan tersebut tidak terbatas di tempat-tempat ibadah saja. Wallahu a’lam.
Mohammad Nasif, Penulis Buku Keislaman dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang ustadz Mohammad Nasif, S.Th.I? Silahkan klik disini