Hukum Perempuan Ibadah Haji Tanpa Mahram

Ibadah haji diperintahkan kepada seluruh umat islam baik laki-laki  maupun perempuan yang sudah mampu. Namun yang seringkali menjadi pertanyaan adalah bolehkah perempuan pergi haji tanpa mahram? 

Larangan bagi perempuan bepergian tanpa mahram sebagian besar didasarkan pada hadis di bawah ini.

لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

Seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh melakukan perjalanan jauh (safar) sejauh perjalanan sehari kecuali jika bersama mahramnya.” (HR. Muslim no. 1339).

Para Ulama Berbeda Pendapat

Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al Bari’ menjelaskan berbagai pandangan fikih. Ada yang berpendapat bahwa perjalanan perempuan adalah mutlak harus ditemani mahram, seorang kerabat keluarga laki-laki. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa bisa diganti mahramnya menjadi sekelompok perempuan. Artinya, perempuan yang berkelompok bisa menjadi mahram satu sama lain. 

Ada juga pendapat ulama fikih generasi awal, seperti al-Karabisi murid dari Imam Syafi’i mengatakan bahwa perempuan tidak memerlukan mahram sama sekali ketika perjalanan yang dilakukan aman.

Perempuan yang Pergi Haji Sendirian

Hadis dari Adiy bin Hatim berkata, “Ketika aku sedang bersama Nabi Saw tiba-tiba ada seorang laki-laki mendatangi beliau mengeluhkan kefakirannya, kemudian ada lagi seorang laki-laki yang mendatangi beliau mengeluhkan para perampok jalanan”. Maka beliau berkata,”Wahai Adiy, apakah kamu pernah melihat negeri Al Hirah?”. Aku jawab,”Belum pernah Aku melihatnya namun Aku pernah mendengar beritanya”. Beliau berkata,”Seandainya kamu diberi umur panjang, kamu pasti akan melihat seorang wanita yang mengendarai kendaraan berjalan dari Hirah hingga melakukan tawaf di Ka’bah tanpa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah”. (HR. Bukhari)

Hadis ini mengisahkan penjelasan Rasulullah bahwa suatu saat di kemudian hari nanti, keadaan perjalanan haji akan menjadi sangat aman. Begitu amannya sehingga digambarkan bahwa akan ada seorang wanita yang melakukan perjalanan haji yang teramat jauh sendirian, tidak ditemani mahram, namun dia tidak takut kepada apa pun.

Dan ternyata masa yang diceritakan beliau tidak lama terjadi. Adiy bin Hatim ra. mengisahkan bahwa di masa akhir dari hidupnya, beliau memang benar-benar bisa menyaksikan apa yang pernah disampaikan oleh Rasulullah.

Dimana ada seorang perempuan yang berhaji sendirian dari Hirah ke Makkah. Lokasi Hirah berada di sekitar Kufah, Irak. Jaraknya lebih dari 1.500 km dari Makah. 

Perempuan yang bepergian dari Hirah telah berada dalam kondisi aman saat perjalanan. Kekhawatiran terhadap perampok ternyata tidak ada saat perempuan dari Hirah itu berhaji tanpa mahram sehingga ia dapat bepergian sendirian.

Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, juga muhaddits lain seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Khuzaimah, dan lainnya. Kualitas kisah ini shahih karena periwayatan dalam Shahih Al-Bukhari.

Begitu pula pergi haji sendiri juga dipraktikkan oleh istri-istri Rasulullah. Sepeninggal Rasulullah Saw mereka mengadakan perjalanan haji dari Madinah ke Mekkah. Tanpa mahram yang mendampingi juga tidak ada suami. Mereka berjalan sepanjang 400-an km bersama dengan rombongan laki-laki dan perempuan.

Memberikan Pengamanan dan Perlindungan

Jika melihat sejarah, hadis mengenai kewajiban bepergian disertai mahram dengan tujuan untuk memberikan pengamanan dan perlindungan. Sehingga apabila terjadi sesuatu buruk yang menimpa perempuan, bisa dihindari dengan kehadiran kerabat atau mahramnya. 

Dimana pada Masa Nabi kabilah-kabilah Arab sering menangkap dan menjadikan perempuan sebagai tawanan, budak seks, diperkosa, dan dibunuh. Apalagi saat terjadi perang secara terbuka, perempuan menjadi sasaran tindak kejahatan.

Untuk itu, isu utama dalam beberapa teks hadis adalah soal keamanan dan perlindungan. Entah bersama mahram atau tidak. Semua orang dituntut untuk mewujudkan kondisi aman dan damai. Jika memang mereka rentan atau memerlukan perlindungan, maka harus dikawal dan ditemani oleh orang yang dipercaya dan memiliki kapasitas. Bisa laki-laki atau perempuan. 

Begitu juga setiap orang berhak melakukan perjalanan. Karena dalam islam, siapapun itu termasuk perempuan memiliki hak melakukan aktivitas positif termasuk jika harus bepergian. Apalagi untuk menunaikan kewajiban, seperti halnya haji, mencari nafkah, menuntut ilmu, dan lain sebagainya. 

Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd, Ustadzah di Cariustadz

Tertarik mengundang ustadzah Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd? Silakan klik disini