Tanya: Benarkah seorang Muslim hanya diperkenankan makan daging sembelihan yang ketika disembelih dibaca basmalah? Jawab: QS. al-An’am [6]: 121 menegaskan, Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Atas dasar ayat ini, sejumlah ulama menilai haram memakan binatang walau halal dan disembelih seorang Muslim bila ketika menyembelihnya tidak dibacakan basmalah, baik meninggalkannya dengan sengaja maupun lupa. Ini adalah pendapat sahabat Nabi saw., Abdullah ibnu Umar, juga pakar hukum, Dawud az-Zhahira, serta pendapat Imam Malik dan Ahmad ibnu Hanbal menurut satu riwayat. Ulama lain menilai ayat di atas sebagai anjuran bukan syarat sah sembelihan. Pendapat ini dikemukakan oleh sahabat Nabi saw., Ibnu Abbas dan Abu Hurairah. Ia juga merupakan pandangan Imam Syafii. Sebagaimana ada riwayat yang menyatakan bahwa Imam Malik dan Ahmad juga berpendapat demikian, berbeda dengan riwayat terdahulu. Pendapat ini menyatakan bahwa ayat di atas berbicara dalam konteks sembelihan yang disembelih sebagai sesaji atau untuk dipersembahkan pada patung-patung sebagaimana dilakukan oleh kaum musyrik pada masa turunnya ayat ini. Mereka juga menguatkan pendapat ini dengan riwayat yang menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda, Apabila seorang Muslim menyembelih dan dia tidak menyebut nama Allah (ketika menyembelihnya), maka hendaklah dia memakannya karena dalam diri Muslim (sudah) ada nama dari nama-nama Allah. (HR. ad-Daru Quthni melalui IbnuAbbas). Mereka juga menambahkan bahwa Allah membolehkan Muslim makan sembelihan Ahl al-Kitab padahal mereka menyembelih binatang tanpa membaca basmalah. Pendapat ketiga adalah pendapat pakar hukum Abu Hanifah, yang juga populer di kalangan mazhab Ahmad. Pendapatnya, yaitu jika dengan sengaja tidak diucapkan basmalah, sembelihan tersebut haram, tetapi jika lupa, ia ditoleransi karena Allah swt. tidak menuntut tanggung jawab dari orang yang keliru, lupa, dan terpaksa. Perlu juga diketahui bahwa mayoritas masyarakat Indonesia, bahkan Asia Tenggara menganut mazhab Syafii. Oleh karena itu, jika Anda ajukan pertanyaan Anda tadi kepada penganut mazhab Syafii atau yang mendukung pendapatnya, Anda akan dijawab dengan, itu tidak benar. Akan tetapi, jika Anda ingin sedikit lebih berhati-hati dalam beragama, pendapat Abu Hanifah dalam konteks sembelihan adalah pendapat yang lebih aman. Demikian, wallahu a’lam. [M. Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an] |