Empat Prinsip Dasar Makan dan Minum Dalam Al-Quran

Makan dan minum adalah kebutuhan primer (primary need) bagi manusia disamping pakaian dan tempat tinggal. Tanpa makan dan minum, manusia secara biologis tidak akan dapat bertahan hidup. Oleh sebab itu, setiap manusia harus makan dan minum sesuai kebutuhan masing-masing.

Dalam ajaran Islam, makan dan minum bukan hanya persoalan memenuhi kebutuhan biologis manusia, melainkan juga wujud dari pengejawantahan perintah Allah Swt pada hamba-Nya. Karena itu, terdapat prinsip dasar makan dan minum dari Al-Qur’an yang harus diketahui oleh setiap muslim, yaitu:

  • Makanan dan Minuman Yang Halal

Prinsip dasar makan dan minum dalam Islam yang pertama adalah aspek kehalalan. Halal secara bahasa adalah segala sesuatu yang diizinkan atau diperbolehkan syariat. Dalam konteks makanan, halal artinya makanan dan minuman yang dibolehkan atau diizinkan oleh syariat untuk dikonsumsi (Mu’jam al-Wasith).

Allah Swt berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah ayat 168)

Pada ayat ini Allah Swt, memerintahkan manusia untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan baik. Halal di sini maksudnya adalah makanan dan minuman yang diperbolehkan oleh syariat. Secara umum, hukum asal semua makanan adalah halal kecuali ada dalil yang menyatakan keharamannya (Tafsir Ibnu Katsir).

Penting diketahui, kehalalan suatu makanan dan minuman tidak hanya dilihat dari aspek dzat atau esensinya, melainkan juga cara memperolah dan cara mengolah makanan tersebut. Dengan kata lain, seorang muslim harus mengusahakan makanan yang halal untuk dikonsumsi, baik dari dzat, cara memperoleh, maupun cara mengolahnya.

  • Makanan dan Minuman Yang Baik/Sehat

Prinsip dasar makan dan minum dalam Islam yang kedua adalah aspek kebaikan, kesesuaian, dan kesehatan. Tidak hanya diperintahkan untuk mengonsumsi makanan yang halal, seorang muslim juga diharuskan untuk mengonsumsi makanan yang baik atau tayyib. Maksud dari makanan yang baik adalah makanan sehat, bergizi, dan tidak berbahaya bagi tubuh.

Allah Swt berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah ayat 172).

Pada ayat ini Allah Swt. menegaskan kepada orang-orang beriman agar mengonsumsi makanan dan minuman yang baik dari rezeki yang telah disediakan dan mensyukuri nikmat tersebut jika mereka benar-benar beriman kepada-Nya. Ini menunjukkan betapa pentingnya megonsumsi makanan yang baik karena dihubungkan dengan ibadah kepada Allah Swt (Tafsir Marah Labid).

Maksud makanan yang baik pada ayat di atas adalah halal dan cocok bagi tubuh. Quraish Shihab menyatakan bahwa makna thayyib adalah baik, sesuai atau cocok. Bisa jadi suatu makanan thayyib bagi seseorang, namun itu tidak thayyib bagi orang lain (Tafsir al-Misbah). Dengan kata lain, thayyib adalah baik bagi tubuh sesuai keadaan masing-masing orang.

  • Tidak Berlebih-Lebihan

Prinsip dasar makan dan minum dalam Islam yang ketiga adalah mengonsumsi secara proporsional dan tidak berlebih-lebihan. Islam selalu menekankan jalan tengah, keseimbangan dan keselarasan dalam setiap kehidupan muslim di dunia, termasuk pula dalam makan dan minum.

Allah Swt. berfirman:

۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ

Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf ayat 31).

Menurut Imam al-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain, pada ayat di atas Allah Swt memerintahkan anak cucu adam agar memakai pakaian yang menutup aurat setiap kali ke masjid untuk melaksanakan shalat atau tawaf. Allah Swt juga memeritahkan mereka untuk makan dan minum sesuka hati asalkan jangan berlebih-lebihan karena Dia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.

  • Tidak Mubazir

Prinsip dasar makan dan minum dalam Islam yang keempat adalah tidak mubazir atau menyia-nyiakan makanan. Mubazir merupakan sikap yang tidak terpuji dan disebut-sebut sebagai perbuatan setan. Karena itu, orang mubazir dikatakan sebagai saudaranya setan.

Firman Allah Swt:

اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”(QS. Al-Isra ayat 27).

Menurut Ibnu Katsir, pada dasarnya ayat ini berbicara mengenai infak yang disalurkan secara berlebihan sehingga keluar dari asas proporsionalitas. Sebab, infak yang baik adalah titik tengah antara sikap kikir dan boros. Titik tengah inilah yang disebut sebagai sikap dermawan (Tafsir Ibnu Katsir).

Kendati ayat di atas secara spesifik berbicara mengenai infak, namun secara umum subtansi larangan berlebih-lebihan diterapkan pada setiap aspek kehidupan, termasuk dalam ibadah, makan dan minum. Seorang muslim sebaiknya menghindari sikap berlebih-lebihan, terutama dalam makan dan minum yang dilakukan saban hari, karena Allah Swt. tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kemenag Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag.? Silakan klik disini