Empat Karakter Keistimewaan Lailatulqadar

Jika kita berbicara keutamaan Lailatulqadar, yang merupakan salah satu malam di bulan Ramadhan, surat al-Qadr ini adalah jawabannya. Kata al-Qadr berarti kemuliaan persis hadir pada ayat pertama. Pada ayat pertama di surat al-Qadr ini menguraikan masa turunnya wahyu Al-Quran yang dinyatakan dengan lafadz “Inna anzalnahu”; sesungguhnya Kami Allah, melalui malaikat, telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam al-Qadr. 

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ۝١ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ ۝٢ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ۝٣

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulqadar. Tahukah kamu apakah Lailatulqadar itu? Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan”.

Dalam surat ini, makna turun (anzala) menggunakan wazan Af’ala yang diartikan oleh para pakar bahasa yakni turun atau berpindah dari tempat tinggi ke tempat yang rendah, baik secara material maupun imaterial.  Sebagian dari ahli bahasa juga menyatakan bahwa anzala menunjuk pada turunnya sesuatu secara utuh sekaligus, berbeda dengan nazzala (turun nya perlahan). Kesimpulannya, al-Quran pernah turun secara sekaligus seperti yang diungkap pada ayat pertama di al-Qadr ini; pun al-Quran pernah diturunkan secara berangsur angsur seperti halnya lafaz nazzala.

Mengenai lafadz al-Qadr, yang disebut secara berturut-turut di ayat kedua dan ketiga (wa maa adraka ma al-qadar?), Quraish Shihab mengungkap bahwa kandungan ayat kedua diatas (wa ma adraka). Menurutnya, ungkapan ini tidak akan digunakan al-Quran kecuali mengangkut persoalan-persoalan besar dan hebat yang tidak mudah diketahui hakikatnya. Sehingga, ungkapan tersebut ada keterkaitan dengan laylah al-Qadr dan menunjukkan kehebatan malam tersebut yang hanya bisa dibantu oleh bantuan Ilahi. Lanjut pada ayat ketiga mengungkap bahwa malam al-Qadr lebih baik dari pada seribu bulan. Dalam pandangan ulama salaf, tidak ada satupun manusia di muka bumi ini yang bisa mengetahui dan menjangkau bilangan ribuan kemuliaan nya.

 Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, ada empat kriteria keistimewaan makna al-Qadr selain dimaknai sebagai kemuliaan diantaranya:

Pertama, Penetapan. Malam al-Qadr ini adalah malam penetapan Allah atas perjalanan hidup sang hamba selama satu tahun. Pendapat ini dikuatkan oleh surat ad-Dukhan (44)3-4: 

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ ۝٣ فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ ۝٤

“Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati dan sesungguhnya kami lah yang memberi peringatan. Pada malam itu ditetapkan segala urusan bijaksana”

Imam al-Thabari dalam tafsirnya menafsirkan ayat keempat, ia menyebutkan dua pendapat utama. Pendapat pertama mengaitkan ayat ini dengan malam Lailatul Qadar, yang dalam banyak hadis disebut sebagai malam yang mana takdir tahun depan ditentukan.   Namun, pendapat lain menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah malam Nisfu Sya’ban. Menurut beberapa riwayat, pada malam Nisfu Sya’ban, Allah menentukan segala urusan kehidupan selama setahun, termasuk siapa yang akan hidup, siapa yang akan meninggal, serta siapa yang akan berhaji. Penafsirannya sebagai berikut: 

قوله (فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ) اختلف أهل التأويل في هذه الليلة التي يُفرق فيها كلّ أمر حكيم، نحو اختلافهم في الليلة المباركة، وذلك أن الهاء التي في قوله (فِيهَا) عائدة على الليلة المباركة، فقال بعضهم: هي ليلة القدر، يقضي فيها أمر السنة كلها من يموت، ومن يولد، ومن يعزّ، ومن يذل، وسائر أمور السنة .
 وقال آخرون: بل هي ليلة النصف من شعبان   ذكر من قال ذلك: حدثنا الفضل بن الصباح، والحسن بن عرفة، قالا ثنا الحسن بن إسماعيل البجلي، عن محمد بن سوقة، عن عكرمة في قول الله تبارك وتعالى (فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ) قال: في ليلة النصف من شعبان، يبرم فيه أمر السنة، وتنسخ الأحياء من الأموات، ويكتب الحاج فلا يزاد فيهم أحد، ولا ينقص منهم أح.

Artinya, “Dan firman Allah: ‘Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”, para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai malam yang dimaksud dalam ayat ini, sebagaimana mereka juga berbeda pendapat mengenai malam yang diberkahi. Hal ini karena kata ganti hā (هـ) dalam firman-Nya (فِيهَا) merujuk pada malam yang diberkahi.     

Sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang dimaksud adalah Lailatulqadar, yang mana seluruh ketetapan selama satu tahun ditentukan, termasuk siapa yang akan wafat, siapa yang akan lahir, siapa yang akan dimuliakan, siapa yang akan dihinakan, dan seluruh urusan lainnya sepanjang tahun.     Namun, yang lain berpendapat bahwa malam tersebut adalah malam Nishfu Sya’ban.  Mereka yang berpendapat demikian meriwayatkan: 

“Telah menceritakan kepada kami Al-Fadhl bin As-Shabah dan Al-Hasan bin ‘Arafah, keduanya berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Isma’il Al-Bajali, dari Muhammad bin Suqah, dari ‘Ikrimah, mengenai firman Allah Ta’ala: فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ, ia berkata:   ‘Itu terjadi pada malam Nishfu Sya’ban. Pada malam itu ditetapkan segala urusan sepanjang tahun, daftar orang yang hidup dan yang mati ditentukan, serta nama-nama orang yang akan berhaji dituliskan. Tidak ada seorang pun yang ditambahkan atau dikurangi darinya’.” (Tafsir Jami’ul Bayan, [Makkah, Darul Tarbiyah wa Turats: tt], jilid XXII, halaman 10).

Kedua, Pengaturan. Dimaknai ini karena turunnya al-Quran. Allah mengatur strategi ini pada Nabi Muhammad agar mampu mengajak manusia pada kebaikan. 

Ketiga, kemuliaan. Selaras dengan makna tafsir yang diungkap oleh ulama Salaf bahwa ia disebut mulia karena turunnya al-Quran. Ada sebagian ulama yang mengungkap bahwa mulianya ini dikaitkan dengan ibadah, yang mana jika ia tekun beribadah di malam tersebut maka memiliki nilai tambah tersendiri. 

Keempat, Sempit. Hal ini diungkap karena saat malam turunnya al-Quran, malaikat turun ke bumi yang menjadikan bumi penuh dengan wujud nya kemudian sesak dan sempit. 

Dengan begitu, kita dapat melihat dan mampu menerima keseluruhan argumentasi diatas yang berkesimpulan bahwa lailatulqadar adalah malam yang mulia dan hebat. Kebaikan di malam tersebut sangat jelas dengan turunnya al-Quran yang menerangi alam raya dan umat manusia.

Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA., Dosen STIU Darul Quran Bogor dan Ustadzah di Cari Ustadz

Tertarik mengundang ustadz Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA.? Silahkan klik disini