Munafik merupakan salah satu sifat paling tercela dan berbahaya, sehingga dihindari oleh banyak orang. Munafik, secara bahasa, berarti orang yang berbuat nifaq. Nifaq itu sendiri berarti izhaar al-iimaan bi al-lisaan, wa kitmaan al-kufr bi al-qalbi/menampakkan keimanaan dengan ucapan, dan menyembunyikan kekafiran dengan hati (al-Jurnani, al-Ta’riifaat, hal. 245).
Dalam KBBI, kata munafik memiliki dua kelas kata; kata benda dan kata sifat (adjektif). Sebagai kata benda, munafik dikaitkan dengan agama Islam, yaitu orang yang berpura-pura percaya kepada agama, tetapi sebenarnya tidak demikian. Sebagai kata sifat, ia mencakup kepura-puraan kepada hal apa pun secara lebih luas.
Ibnu Manzhur (l. 630 H), seorang sejarawan dan penulis kamus Arab, menjelaskan bahwa term munafik adalah istilah yang diperkenalkan oleh syariat Islam. Pengertian munafik secara istilah belum dikenal sebelum datangnya syariat Islam (al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah[41]: 17).
Ibnu Rajab (w. 795 H), seorang ulama fikih Hanbali, membagi nifaaq menjadi dua, yaitu nifaaq akbar (besar) dan nifaaq ashgar (kecil). Kemunafikan yang besar adalah ketika seorang muslim menampakkan bahwa dirinya beriman kepada Allah, malaikat, para rasul, dan lainnya, tetapi membatinkan (menutupi) segala atau sebagian hal yang dapat mengurangi imannya di mata manusia. Sedangkan kemunafikan yang kecil adalah kemunafikan yang berkaitan dengan perbuatan zahir.
Bahaya Orang Munafik
Bahaya sifat orang munafik telah diwanti-wanti oleh Nabi Muhammad Saw. dalam salah satu sabdanya. Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan sebuah hadis dari Umar bin Khathab yang berbunyi:
“Sungguh, yang paling aku khawatirkan akan menimpa umatku adalah orang munafik yang pandai bicara.”
Abdurrahman bin Mahdi (w. 198 H) pernah berkata, “Suatu kebiasaan/perilaku (buruk) yang ada pada diri seorang mukmin, setelah kekufuran kepada Allah, sesuatu yang lebih buruk daripada berbohong, adalah kemunafikan.” (al-Ashbahani, Shifat al-Nifaaq wa Na’t al-Munaafiqqin, hal. 150).
Bukti nyata bahaya kemunafikan dapat dilihat dari peristiwa Perang Uhud. Dalam surah Ali ‘Imran ayat 167 Allah berfirman, “dan untuk menguji orang-orang munafik, dikatakan kepada mereka, ‘Marilah berperang di jalan Allah, …”.
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa perang yang disebutkan pada ayat di atas adalah Perang Uhud. Pada perang tersebut pasukan muslimin mengalami kekalahan. Banyak sejarawan yang menyatakan bahwa awal mula penyebab kekalahannya adalah karena adanya seorang munafik dalam diri pasukan muslim, yaitu Abdullah bin Ubay. Ia menghasut sepertiga pasukan muslim untuk pulang dan tidak jadi ikut serta dalam peperangan (Tafsir Ibn Katsiir[2]: 160).
Dalam Surah al-Munafiqun ayat 4 secara tegas Allah menyatakan bahwa orang-orang munafik adalah musuh. Ia berfirman:
“Dan apabila engkau melihat mereka (orang-orang munafik), tubuh mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, engkau mendengarkan tutur katanya. Mereka seakan-seakan kayu yang tersandar… Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka…”
Orang-orang munafik akan mendapatkan balasan yang buruk di akhirat kelak. Dalam surah al-Nisa ayat 138 Allah berfirman, “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang pedih.” Dalam firman-Nya yang lain Dia menyatakan, “… Sesungguh, Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan kafir di dalam neraka Jahannam.” (QS. al-Nisa`[4]: 140).
Ciri dan Karakteristik Orang Munafik
Lalu, apa saja ciri-ciri orang munafik? Ada tiga ciri orang munafik yang diketahui oleh banyak kaum muslim. Dalam sebuah hadis yang sangat terkenal di masyarakat, Rasulullah Saw. bersabda:
“Ciri-ciri orang munafik itu ada tiga; apabila berkata, dia dusta; apabila berjanji, dia ingkar; dan apabila ia dipercaya, ia khianat.” (HR. al-Bukhari, no. 33).
Hadis di atas hanya menjelaskan sedikit dari sekian banyak tanda orang munafik. Dalam hadis lain, Imam al-Bukhari menjelaskan empat karakteristik orang yang dapat dikatakan sebagai munafik sampai orang tersebut meninggalkan sifat-sifat yang dimaksud. Salah satu sifat yang dimaksud merupakan tambahan dari hadis di atas, yaitu “apabila ia bertengkar, ia menghindar dari kebenaran.” (HR. al-Bukhari, no. 2459).
Sifat orang munafik dapat dikaitkan dengan taqiyyah. Taqiyyah, menurut al-Sarakhsiy, adalah ketika seseorang melindungi (menutupi/berbeda) dirinya dengan yang zahirnya. Keterkaitan munafik dan taqiyyah adalah bahwa keduanya sama-sama menampakkan diri secara berbeda dengan apa yang sebenarnya ada di dalam batin mereka. Di sisi lain, munafik juga berkaitan erat dengan sifat riya. Sebab, seorang munafik ingin dilihat sebagai orang yang baik, kendati hatinya sebaliknya (al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah[41]: 18).
Berkaitan dengan riya dan munafik, dalam surah al-Nisa` ayat 142 Allah menjelaskan bahwa sifat orang munafik adalah malas dalam melaksanakan salat. Salat mereka pun dimaksudkan untuk riya. Dalam menunaikan salat itu pun mereka hanya menyebut/berzikir secara sedikit.
Masih banyak sifat, ciri, dan karakter orang-orang munafik. Azka dan Supriadi (2020) dalam jurnalnya menyimpulkan delapan karakter orang munafik, yaitu (1) sombong, (2) pendusta, (3) berpaling dan tidak suka hukum Allah serta Rasul-Nya, (4) pengecut, (5) menganggap mukmin sebagai orang yang tertipu agamanya, (6) memperolok-olok Allah, (7) malas dan riya dalam melaksanakan salat, dan (8) menyuruh kemungkaran serta melarangan kebaikan.
Wallahu a’lam.
Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini