Antara Ucapan dan Tindakan: Peringatan QS. Ash-Shaff [61]: 2-3

Salah satu persoalan mendasar dalam kehidupan keimanan adalah ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatan. Islam tidak hanya menilai seseorang dari apa yang diucapkan, tetapi dari sejauh mana ucapan itu diwujudkan dalam amal nyata. Al-Qur’an secara tegas menegur sikap ini, bahkan ketika pelakunya adalah orang-orang yang mengaku beriman. Teguran tersebut termaktub dalam firman Allah pada QS. Ash-Shaff ayat 2-3:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. Ash-Shaff: 2)

LPMQ dalam bukunya Asbabun Nuzul menjelaskan bahwa turunnya ayat ini adalah dilatarbelakangi oleh sebagian umat Islam yang berharap seandainya Allah menunjukkan ibadah yang paling dicintai-Nya untuk mereka amalkan. Allah lalu mengabarkan bahwa amal yang paling dicintai-Nya adalah iman dan jihad. Ketika ayat tentang jihad turun, sebagian umat Islam justru merasa berat melaksanakannya. Itulah kejadian di balik turunnya ayat-ayat di atas (Asbabun Nuzul [2]: 434)

Tafsir Kementerian Agama menjelaskan bahwa ada dua kelemahan manusia dalam ayat ini. Pertama, ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatan adalah kelemahan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang pandai berbicara, rajin menasihati orang lain agar berbuat baik, serta mengingatkan untuk menjauhi larangan Allah, tetapi ia sendiri tidak menjalankan apa yang ia sampaikan. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa ‘Abdullah bin Rawahah menceritakan, sebelum kewajiban jihad ditetapkan, kaum mukmin pada masa Rasulullah Saw pernah berkata, “Seandainya kami mengetahui amalan yang paling dicintai Allah, tentu kami akan melakukannya.”

Rasulullah Saw kemudian menjelaskan bahwa amalan yang paling dicintai Allah adalah beriman kepada-Nya, berjuang melawan kemaksiatan yang dapat merusak iman, serta membenarkan risalah yang dibawa oleh Nabi-Nya. Namun, ketika perintah jihad benar-benar diwajibkan, sebagian orang beriman merasa berat untuk melaksanakannya. Karena itulah turun ayat Al-Qur’an sebagai teguran bagi mereka yang ucapannya tidak sejalan dengan perbuatannya.

Adapun kelemahan kedua adalah tidak menepati janji yang telah dibuat. Padahal, menepati janji merupakan salah satu tanda orang yang beriman. Seseorang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi tidak menjaga janjinya, berarti telah menunjukkan sikap kemunafikan. Oleh sebab itu, menepati janji menjadi bagian penting dalam mencerminkan keimanan seseorang, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia. (Tafsir Kemenag Surat As-Shaff 2-3)

Rasulullah SAW juga mengingatkan umatnya tentang bahaya ini. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, beliau bersabda:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Artinya: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” (HR. al-Bukhari no. 6095)

Hadis ini menegaskan bahwa mengingkari ucapan dan janji bukanlah perkara sepele. Ia merupakan ciri nifaq yang sangat dibenci dalam Islam. Oleh sebab itu, seorang mukmin dituntut untuk berhati-hati dalam berbicara, tidak mudah berjanji, dan tidak mengumbar klaim kebaikan yang belum sanggup ia tunaikan.

Islam mengajarkan bahwa diam lebih baik daripada berkata tanpa amal. Kejujuran terhadap diri sendiri menjadi kunci keselamatan iman. Jika seseorang belum mampu melakukan suatu kebaikan, maka ia tidak dituntut untuk mengumumkannya. Yang terpenting adalah usaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki diri secara bertahap, bukan membangun citra kesalehan semu di hadapan manusia.

Ayat ini juga mengandung pelajaran penting bagi para pendakwah, pendidik, dan siapa pun yang menyeru kepada kebaikan. Dakwah yang paling efektif bukanlah yang paling indah kata-katanya, melainkan yang paling nyata keteladanannya. Ucapan yang keluar dari hati yang jujur dan dibuktikan dengan amal akan lebih mudah diterima dan membekas dalam jiwa.

Dalam kehidupan sehari-hari, keselarasan antara ucapan dan perbuatan mencerminkan kedewasaan iman. Ia melatih seseorang untuk bertanggung jawab, konsisten, dan amanah. Ketika seorang mukmin berusaha menyamakan apa yang ia katakan dengan apa yang ia lakukan, maka ia sedang membersihkan imannya dari sifat nifaq dan mendekatkan dirinya kepada ridha Allah.

Maria Ulfah, S.Ag., Ustadzah di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Maria Ulfah, S.Ag.? Silahkan klik disini