Sebagaimana kita ketahui, Allah adalah Esa, pencipta alam semesta dan makhluk. Makhluk yang diciptakannya beragam, banyak dan tidak terhitung. Dan masing-masing berbeda. Begitupun dengan penciptaan manusia, diciptakan dalam keberagaman. Berbeda suku, bangsa, bahasa, bentuk dan juga berbeda agamanya. Allah memang menghendaki perbedaan-perbedaan itu, agar harmoni dan terlihat indah. Juga agar terlihat mana yang beriman, dan mana yang kufur.
Allah tidak menginginkan semua manusia sama, meski bila dikehendaki niscaya hal itu mudah diwujudkan. Allah mengingatkan dalam salah satu firman-Nya :
شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ -٤٨-
“Seandainya Allah menghendaki, maka Allah akan menjadikan seluruh manusia ini sebagai umat yang satu, tapi ternyata tidak (Al-Ma’idah 48).”
Mengapa demikian? ada tujuan dan hal-hal yang ingin disampaikan, sesuai dengan firman-Nya :
“Yaa ai-yuhaannaasu innaa khalaqnaakum min dzakarin wa-untsa waja’alnaakum syu’uuban waqabaa-ila lita’aarafuu inna akramakum ‘indallahi atqaakum innallaha ‘aliimun khabiirun (QS. AL HUJURAT 49:13).”
Tujuannya adalah لِتَعَارَفُوا, sesungguhnya Allah telah menjadikan manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Allah menjadikan kamu dari keturunan dari laki-laki dan perempuan, manusia yang berbeda-beda agar kamu saling mengenal, agar mau mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk agar mau memetik pelajaran demi kesejahteraan ketika hidup di dunia maupun di akhirat.
Karena itulah dibuat berbeda-beda, untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Kita sebagai umat muslim pun berdampingan dengan umat non-muslim. Hidup bersama dengan yang tidak seiman. Lalu apa tuntunan al-Quran terhadap orang-orang yang seiman sambil mengingat bahwa mereka juga ciptaan Allah.
Dalam menyikapi hal ini, kita diberikan 2 petunjuk yakni terkait akidah dan muamalah. Terkait hal yang pertama, akidah, maka yang layak dijadikan pedoman adalah لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (Lakum Diinukum wa Liya Diin). Karena itulah akhlak al-Qur’an terhadap non-Muslim adalah dalam masalah muamalah beda dengan masalah akidah. Dengan tegas berarti tidak saling mencampuri dan juga tidak saling menganggu.
Karenanya tidak dianjurkan bagi umat Islam untuk menjelek-jelekan, memfitnah orang lain yang tidak seagama. Allah mengingatkan dalam surat al-An’am : 108
“Janganlah kamu sekali-kali mencaci, mencela orang-orang yang beribadah kepada selain Allah. Karena kalau itu dilakukan, mereka akan membalas dengan rasa permusuhan, tanpa mereka mengetahui mengapa mereka berbuat demikian.” Inilah yang menjadi salah satu tuntunan pokok, tanpa kita -umat Islam- mencederai masalah keyakinan orang lain. Dan jika umat Islam diganggu, maka persoalannya menjadi lain.
Dalam masalah akidah, umat Islam dianjurkan masing-masing melaksanakan tuntunanya sesuai dengan ajaran dan keyakinan. Sedangkan bagian dari muamalah ada firman Allah dalam surat al-Mumtahanah:8.
“Allah tidak melarang umat Islam, untuk berbuat baik dan bersikap adil kepada siapa saja yang tidak seiman dengan syarat mereka tidak memerangi/menindas umat Islam dengan alasan keagamaan. Dan tidak mengusir umat Islam dari tanah airnya, maka Allah menganjurkan kepada siapa saja untuk berbuat baik. Yakinlah bila seseorang berbuat baik, maka kebaikan itu pasti akan kembali.”
Allah menganjurkan kepada siapa saja untuk berbuat baik. Bila mereka berbuat baik, maka kebaikan akan kembali kepadanya. Allah mengingatkan, salah satunya, dalam surat al-Isra:7.
“Wahai Umat Islam, apabila kamu berbuat baik, yakinlah kebaikan itu akan kembali kepadamu sendiri. Berbuat baik kepada siapa saja, kebaikan itu akan datang dari mana saja.” Sehingga ayat ini menjadi jaminan agar umat Islam tidak ragu untuk berbuat baik kepada siapa saja. Mengulurkan tangan apabila ada yang kesusahan, bila ini tertanam dalam diri kita, niscaya umat Islam walaupun beda alirannya, meski beda mazhabnya, tetap akan merasa sebagai saudara seakidah.
Tuntunan ini mengingatkan bahwa umat Islam tidak sendirian di dunia. Dalam bersosialisasi tetap memerlukan peran orang lain. Sehingga peran ini sangat tegas, yakni ‘siapapun dari kita umat Islam bila melihat hal yang tidak sejalan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah hendaknya segera meluruskannya.’ Ada 3 cara, yakni dengan tindakannya, dengan teguran yang santun, dan dengan hatinya/doanya. Sehingga tuntunan al-Qur’an ini memacu kepada rahmatan lil-alamin, bukan untuk menzalimi mereka yang tidak sejalan.
—
Disampaikan oleh Prof. Hamdani Anwar, MA saat menjadi khotib di Bellagio Mall Kuningan Jakarta pada 23 Desember 2016.