Cariustadz.id, – Setiap kita adalah anak dari orang tua, tetapi tidak semua dari kita bisa menjadi orang tua. Anak dituntut dalam ajaran agama maupun dalam norma masyarakat untuk berbakti kepada orang tua. Dalam masyarakat dikenal istilah durhaka yang ditujukan kepada seorang anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya. Lalu adakah konsep orang tua durhaka kepada anak?
Untuk menjawab pertanyaan ini, cariustadz.id menghadirkan Ust. Ahmad Ubaidi Hasbillah dalam program Ruang Tengah. Ubaidi menjelaskan bahwa istilah orang tua durhaka sebenarnya kurang tepat untuk digunakan, baik dari sisi Bahasa Arab maupun Bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia kata durhaka adalah sebuah sikap menolak atau tidak patuh terhadap atasan. Contohnya adalah karyawan kepada direktur, anak buah kepada bosnya, dan seterusnya. Tetapi orang tua kepada anak, bukan dalam kapasitas bawahan kepada atas.
Baca Juga: Apakah Menantu Wajib Menafkahi Mertua?
“Secara fitrah, posisi orang tua berada di atas anak. Kalau anak tidak patuh kepada orang tua, bisa disebut anak durhaka. Tetapi untuk orang tua, saya kira yang lebih tepat adalah zalim, orang tua zalim kepada anak,” terang Ubaidi.
Ubaidi melanjutkan bahwa dalam Bahasa Arab dikenal istilah ‘uquuqul waalidaiin artinya durhaka kepada orang tua. Bentuk durhaka dalam ayat al-Quran disebutkan wa laa taqul lahumaa uffin, janganlah kalian berkata uff kepada kedua orang tua, yaitu mengatakan ‘ah’ sebagai bentuk keengganan mematuhi orang tua. Memaknai uffin ini, tidak harus berupa kata-kata, tetapi ekspresi penolakan secara umum, sudah bisa dikatakan durhaka.
Dalam konteks hubungan orang tua dan anak ini, kata Ubaidi, adalah sama-sama memiliki hak dan kewajiban. Anak durhaka kepada orang tua adalah dosa besar, begitu pun orang tua zalim kepada anak merupakan dosa besar.
Kemudian bagaimana cara menghindari “syndrom” orang tua toxic? Agar kita tidak termasuk orang tua zalim.
Dalam menjawab pertanyaan ini, cariustadz.id juga menghadirkan Rena Masri, psikolog klinis dewasa pendiri Cinta Setara. Menurut Rena, Keluarga merupakan lingkungan utama dan pertama yang dikenal oleh anak. Oleh karenanya pola pengasuhan, pola pendidikan yang diterapkan pada anak menjadi sangat penting karena akan mempengaruhi bagaimana perkembangan karakter dan kepribadian anak di kemudian hari.
Baca Juga: Bolehkah Ibu Hamil Tidak Melakukan Ibadah Puasa?
“Orang tua yang tidak pernah menghargai anak, selalu menyalahkan anak, maka dampaknya akan mempengaruhi self confidence anak dan ini bisa jadi terus berlanjut hingga anak dewasa,” jelas Rena.
Menurut Rena yang penting adalah attachment antara orang tua dengan anak tercipta dengan baik, sehingga anak merasa aman, merasa nyaman dengan orang tua. Ketika anak sudah merasa nyaman, pada akhirnya otomatis anak akan lebih terbuka. Rasa aman dan nyaman menjadi kunci agar kita bisa mempunyai komunikasi yang enak dan saling terbuka.