Semangat Hijrah untuk Perubahan

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Di hari Jumat yang penuh kebaikan dan keberkahan ini, kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah swt., sebab hanya dengan berbekal keimanan dan ketakwaan yang berkualitas kita akan memperoleh kebahagiaan dalam hidup di dunia dan di akhirat.

Oleh karena itu sangat wajar karena Allah swt., berwasiat kepada umat-umat terdahulu dan juga kepada kita umat Nabi Muhammad saw., agar terus selalu berkomitmen dan berpegang teguh kepada ketakwaan.

Saat ini kita telah berada di penghujung bulan Dzulhijah dan ini berarti kita akan segera memasuki tahun baru Hijriyah 1438 H. Pada setiap awal tahun Hijriyah umat Islam di seluruh dunia, memperingati peristiwa hijrah.

Adalah Umar bin Khatab yang menetapkan pertama kali peristiwa hijrah sebagai awal mula penanggalan hijriyah, yaitu bertepatan dengan tahun 522 masehi. Peristiwa hijrah dari Mekah ke Madinah yang dilakukan oleh Rasulullah saw., dan para sahabatnya merupakan peristiwa sangat penting dalam sejarah penyebaran Islam.

Sebelum hijrah, umat Islam menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Mekah tanpa memiliki kekuatan politik yang dapat melindungi kepentingan dakwah dan mempertahankan diri dari gangguan musuh. Setelah hijrah, penyebaran Islam tidak hanya di Jazirah Arab namun jauh melampaui dengan dukungan kekuatan yang dapat melindungi sampai pun jika harus berperang.

Dari sebuah ajaran yang awalnya bersifat lokal menjadi lebih bersifat universal. Hijrah memiliki pengertian yang disebutkan dalam al-Qur’an yakni perpindahan Nabi dan para sahabatnya dari kota Mekah ke Medinah tahun kedelapan Hijriyah sudah ditutup.

Keutamaan hijrah dan apresiasi yang diberikan oleh al-Qur’an kepada mereka yang hijrah secara fisik dari Mekah ke Madinah sudah tidak berlaku lagi. Rasulullah saw., mengatakan “Tidak ada lagi hijrah setelah penaklukan kota Mekah.”

Meski demikian, aktualisasi makna hijrah dari yang semula berpindah secara fisik dari satu tempat ke tempat yang lain, menjadi perpindahan dari satu keadaan ke keadaan yang lebih baik, masih terbuka lebar dan masih terus diupayakan dalam kehidupan setiap muslim, kapanpun dan dimanapun. Tentu ini memerlukan perjuangan dan kebulatan tekad yang kuat.

Aktualisasi hijrah saat ini terasa perlu terutama saat realitas dan berbagai indek menunjukan bahwa umat Islam dalam keadaan terbelakang. Padahal umat Islam memiliki pedoman suci yang mendorong kepada kemajuan yang di dalam al-Qur’an dinyatakan sebagai umat yang terbaik yang ada dalam sejarah umat manusia.

Secara bahasa, hijrah itu berasal dari bahasa Arab dengan akar kata هـ ج ر (di baca Ha Ja Ra) . Memiliki makna dasar yang bermakna memutus, dan mengencangkan. Hijrah dimaknai pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, karena orang yang berhijrah itu memutus hubungan dengan meninggalkan tempat tersebut dan berpindah ke tempat lain.

Menurut pakar bahasa al-Qur’an, Raqib al-Isfahani, al-Hajr berarti meninggalkan sesuatu atau seseorang baik secara fisik, lisan, maupun hati. Kata ini, terkadang bisa dimaknai meninggalkan tempat secara fisik, yaitu meninggalkan sebuah tempat dan berpindah ke tempat lain, dan bisa pula dimaknai secara batin, yaitu meninggalkan dan menolak hawa nafsunya.

Kalau kita melihat di dalam al-Qur’an, kata hijrah dengan berbagai derivasinya, itu terulang sebanyak 31 kali. Dan al-Qur’an lebih banyak menggunakannya untuk makna perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain, sebagai upaya menghindari penyiksaan yang merajalela, kesesatan dengan ketidakmampuan melawannya, untuk mencari tempat yang tenang dan aman.

Karenanya, hijrah tetap terbuka sepanjang jaman, selama kezaliman yang memaksa sebagian orang meninggalkan sebuah tempat demi mempertahankan keyakinannya tetap ada di muka bumi ini.

Di dalam al-Qur’an, kata hijrah itu sering disebut bergandengan dengan kata iman dan jihad . Ini menunjukan bahwa hijrah menunjukan perlawanan terhadap berbagai bentuk kezaliman dan kemaksiatan, merupakan buah dari keimanan yang tulus dan sejati.

Seorang muslim yang baik, pasti tidak akan pernah tinggal diam menyaksikan berbagai kezaliman dan penindasan, terutama kepada kaum lemah. Penyebutannya yang diiringi kata jihad menunjukan bahwa hijrah memerlukan perjuangan dan pengorbanan.

Dalam sejarah kemanusiaan, hijrah itu adalah sunatullah,dan biasa dilakukan oleh para nabi di masa dahalu dalam melaksanakan dakwahnya. Mereka biasa meninggalkan kampung halamannya dari satu keadaan dengan memutus hubungan dengan tempat dan keadaan tersebut saat jalan dakwah tertutup.

Nabi Ibrahim misalnya, pernah berhijrah dalam dakwahnya dari Babylonia, tempat ia lahir dan dibesarkan, menuju beberapa tempat di tanah arab, ketika beliau sudah tidak berdaya terhadap ayahnya yang terlibat dalam melestarikan kemusyrikan dengan membuat patung dan tidak berkuasa menghadapi penguasa tiran yang pernah berusaha membakarnya dalam kobaran api.

Dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw, setelah dakwah secara terbuka dilakukan dan ancaman dari hari kehari semakin besar membuka kaum musyrik untuk mulai bergerak membendung,melakukan intimidasi, melakukan penindasan dan kekejaman. Dan guna menghindari hal ini, Rasul memutuskan dan mengijinkan pengikut-pengikutnya untuk mencari tempat yang aman.

Nabi dan para sahabatnya terpaksa meninggalkan kota Mekah, kota yang sangat dicintainya. Ini merupakan sebuah realitas obyektif kaum Muslimin yang tidak dapat menjalankan agamanya dengan baik. Sehingga mereka memutuskan untuk memulai hidup baru di pengasingan demi mempertahankan keyakinan.

Di sisi lain, hijrah juga merupakan bentuk pembebasan. Perhatikanlah, bagaimana Nabi Musa as., membebaskan kaumnya Bani Israil dari kekejaman dan penindasan Firaun.

Jadi esensi dari hijrah itu adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Yang berpindah dari satu tempat atau keadaan yang satu kepada tempat atau keadaan yang lebih baik. Hijrah dalam kehidupan manusia dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun oleh siapapun juga. Obyeknya bisa berupa tempat dan bisa berupa keadaan. Bisa dilakukan secara fisik atau material dan bisa dilakukan secara maknai atau spiritual.

Hijrah secara fisik atau materi untuk membentuk masyarakat Islam yang pertama dari Mekah ke Madinah ini sudah dinyatakan selesai dengan ditaklukan kembali kota Mekah pada tahun kedelapan hijriyah.

Muchlis Hanafi di Bellagio Mall

Disampaikan oleh Dr. Muchlis M. Hanafi,MA pada 30 September 2016 di Bellagio Mall, Kuningan, Jakarta.