Dalam kajian fiqh dan uṣūl, terminologi ikhtilāf menjadi simbol dari sebuah perdebatan yang eksis. Secara istilah fiqhy, ikhtilāf dimaknai dengan: tabāyun arā’ al-ulamā fī tafāṣīl al-aḥkām allatī tamuss ‘ala al-furū’ wa huwa mabniy ‘ala ta‘addud wajhāt al-nażar (perbedaan pandangan para ulama’ dalam merinci hukum-hukum furû’ dan didasari oleh ragam perspektif atau cara pandang) (Mu’jam al-Mu‘ashirah). Uraian terminologis tersebut memperlihatkan bahwa ikhtilāf menjadi suatu keniscayaan dalam diskursus atau wacana yang tercakup di bawah payung Studi Islam.
Term ikhtilāf juga dapat dilacak dalam al-Qur’an dan jika diurai secara tematis, maka akan dapat dijumpai dua tipologi ikhtilāf. Pertama, al-Qur’an mengilustrasikan ikhtilāf sebagai sesuatu yang bersifat natural dalam kehidupan manusia dan menjelma menjadi fakta sosial. Argumentasi tersebut dapat dijumpai dalam Q.S. Maryam: 37 (perselisihan Yahudi-Nasrani); Q.S. al-Syura: 8 (ketetapan Allah yang tidak menjadikan manusia dalam satu kesatuan umat).
Kedua, al-Qur’an menginformasikan bahwa perbedaan merupakan fragmen yang penting dari keselarasan dan keharmonisan kehidupan dunia. Beberapa ayat yang mengisyaratkan hal tersebut dapat dijumpai pada Q.S. Fathir: 27-28; Q.S. al-Rum: 22 (kedua ayat menarasikan bahwa setiap yang Allah ciptakan membawa keunikannya tersendiri dan membedakannya dari ciptaan-Nya yang lain). Narasi al-Qur’an mengisyaratkan bahwa perbedaan merupakan fakta sosial dan kauniyah (alamiah) yang telah menjadi bagian dari skenario dunia yang ditetapkan oleh pencipta-Nya.
Berdasarkan dua tipologi di atas, perbedaan atau ikhtilaf di satu sisi menunjukkan sifat Tuhan Yang Maha Mampu, dan di sisi lain menjadi penyelaras bagi harmonisasi dunia, sehingga eksistensinya justru harus diniscayakan. Sudut pandang yang demikian juga dapat digunakan untuk melihat ikhtilaf dalam persoalan furû’iyah atau amr ijtihâdiy. Menurut Ibn al-Qayyim faktor utama yang menjadi sumber dari terjadinya ikhtilaf dalam diskursus ini ialah adanya perbedaan dalam tiga hal yaitu 1) tujuan; 2) pemahaman; 3) kemampuan dalam mencapai pemahaman.
Ibn al-Qayyim kemudian mempopulerkan sebuah istilah yang disebut al-ikhtilāf al-sāigh yang didefinisikan sebagai sebuah perselisihan yang tidak menimbulkan kemudharatan/ pertikaian sebagaimana yang telah dipraktikkan Sahabat. Istilah ini juga yang kemudian dikenal lebih masyhur dengan konsep al-ikhtilāf rahmah (perbedaan itu rahmat), sebuah istilah yang dipopulerkan al-Syathibi, yang merupakan hasil syarah dari hadis ikhtilāf ummatī rahmah (perbedaan di antara umatku adalah rahmat).
Pada tataran ini, para mukhtalifīn (pihak yang berseberangan) yang dimaksud ialah para ulama. Al-ikhtilāf al-sāigh bahkan dinilai sebagai sesuatu yang mulia, sebab ikhtilāf ini didasarkan pada nalar ilmiyah. Maka pada ikhtilāf model ini, persoalan akan dapat diselesaikan dengan syūra atau musyawarah, sebab masing-masing yang terlibat di dalamnya tidak bertumpu pada kepentingan pribadi atau kelompok yang dapat menimbulkan sikap ta’aṣṣub maupun tahażżub (fanatisme golongan) melainkan menekankan pada maṣlahah. Sebab didasarkan pada landasan ilmiah dan upaya pemecahan masalah umat Islam (Ibn Bayah, Shina’ah al-Fatwa wa Fiqh al-Aqalliyat, 2018: h. 79).
Argumentasi terakhir tersebut memberikan sebuah kesimpulan teoretis bahwa ikhtilāf dalam ranah akademis merupakan sesuatu yang positif dan dapat dinilai kualifikasinya dalam sebuah barometer tertentu. Maṣlahah, yang terakhir disebutkan di atas, menjadi salah satu standar yang dipertimbangkan dalam menilai suatu konflik pemikiran (ikhtilāf al-arâ’) khususnya dalam konstruksi fiqh dan ushūl. Sebab maṣlahah sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari nalar epistemis maqāṣid al-syarī’ah (tujuan-tujuan syariat). Maka, pada tulisan selanjutnya akan diuraikan konstruksi teoretis dari maqāṣid al-syarī’ah sebagai salah satu sudut pandang yang cukup relevan dalam menimbang sebuah ikhtilāf yang terjadi dalam ranah fiqhiyyah.
Alif Jabal Kurdi, S.Ag., M.A., Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Alif Jabal Kurdi, S.Ag., M.A.? Silakan klik disini