Sering kita temukan pertanyaan seperti ini “Pak Ustaz, saya sudah sering salat, sering pula berpuasa, rajin mengaji, rajin tahajud, namun mengapa urusan rezeki saya malah tidak lancar?”.
Ketahuilah, dalam lafaz basmalah, bismi-llāhi ar-raḥmāni ar-raḥīmi, yang sering kita baca setiap harinya, Allah memberitahu kepada kita semua bahwa Allah memiliki sifat ar-Rahman dan juga memiliki sifat ar-Rahiim.
Ar-Rahman mudah diartikan sebagai Maha Rahmat, ar-rahiim juga Maha Rahmat, kata rahman dan rahiim berasal dari akar kata yang sama : rahmat. Departemen Agama menerjemahkan kedua kata tersebut dengan kata “kasih dan sayang’, lengkapnya ‘Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.’
Jika mengikuti pembentukan kata, maka kata ar-Rahman berarti ‘rahmat Allah yang Maha Besar’, begitu besarnya kasih sayang Allah maka Allah memberikannya kepada muslim dan non-muslim, Islam maupun bukan, memberikan sayang kepada yang taat kepada-Nya maupun yang tidak taat sekalipun.
Namun, sifat ini hanya berlaku di dunia saja. Maka sifat ar-Rahman ini, dalam konteks mencari keuntungan di dunia, sifat ini akan mendasari semua mereka yang punya keinginan kuat untuk mengejar dunia. Selama mereka mengelola manajemen bisnis dengan baik, menjaga keseimbangan pendapatan dan pengeluaran, menjaga komitmen usaha yang benar dan mengutamakan kepuasan konsumen, maka usahanya akan menemui kesuksesan. Inilah sifat ar-Rahman dari Allah SWT.
Terlebih, jika semua yang disebutkan tadi dilakukan oleh mereka yang taat kepada Allah SWT. Selain akan sukses di dunia, dia akan mendapat kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Dan inilah kasih sayang Allah SWT yang kedua, yang disebut sebagai sifat ar-Rahiim dari Allah SWT.
Ar-Rahiim meliputi kata ar-Rahman juga, namun jangkauannya makin dalam, karena kasih sayangnya menjangkau tidak hanya di dunia, namun juga hingga ke akhirat kelak. Sesukses-suksesnya mereka yang sukses di dunia, batasan umur pun akan membayangi. Mereka tidak punya kuasa untuk tetap sukses tanpa ada batasan. Karena itu Allah menyatakan, bahwa kasih sayangnya tidak hanya berlaku di dunia, namun terus berlangsung hingga alam akhirat.
Karenanya, kita sebagai muslim, harus berusaha sekerasnya, berbisnis dengan sekuat tenaga, dan beribadah sebanyak-banyaknya kepada Allah, agar kelak kita juga mendapatkan kesuksesan berupa limpahan kasih sayang Allah SWT. di akhirat nanti.
Selanjutnya di ayat lain, Allah berfirman “Inna rahmatallahi qaribun minal muhsinin” (Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat untuk orang-orang yang muhsin.) Kata mushsin merujuk kepada mereka yang senantiasa hidupnya dalam tinjauan, atau senantiasa diawasi Allah SWT.
‘Iyyaaka Na’budu Waiyyaaka Nasta’in’, disini kata beribadah tidak hanya terbatas pada kegiatan amal salat, puasa, zakat, namun juga bekerja bisa dikategorikan sebagai ibadah. Artinya mencari rezeki yang halal, tidak menumpuk harta demi diri sendiri, namun untuk orang-orang disekitar kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Dengan kata lain, ayat ini berarti “Hanya kepadamu, aku bekerja ya Allah.”
Jika kita sudah bekerja sungguh-sungguh, maka doa berikutnya ‘iyyaaka Nasta’in’ menyiratkan bahwa kita ‘hanya kepadaMu aku meminta pertolongan’ terutama jika usaha kita pada akhirnya mentok di tengah jalan. Selalu ada tempat bagi kita untuk mengadu, mmendekatkan diri kepada pemilik seluruh alam raya, sebanyak kita melakukan salat, minimal 5 kali dalam sehari.
Ayat berikutnya dalam al-Fatihah : ‘ihdinas siratal mustaqim’ (berikanlah kamu Ya Allah, jalan yang lurus-atau bisnis yang sukses, yang tidak melanggar aturan agama).
Salah satu prinsip kesuksesan yang besar adalah JUJUR. Ayat berikutnya Shirathal ladzina an’amta alaihim (jalan yang lurus, bisnis yang benar, bisnis seperti halnya nabi Muhammad dan Nabi Sulaiman, yang tidak hanya sukses di dunia, namun juga sukses di akhirat). Ghairil maghdhubi’alaihim wa ladhdhallin (bukan jalan mereka yang Kau murkai ya Allah.)
Kata an’amta berarti setiap usaha kita tak lepas dari pertolongan Allah SWT. Sedang jika usaha kita mentok, tidak ada unsur kata amta disana, itu berarti bukan dari Allah, kitalah yang harus instropeksi diri dan usaha kita.
—
Disampaikan oleh Dr. Ali Mursyid, MA untuk Jumatan di Bellagio Mall Kuningan Jakarta pada 24 Maret 2017.