Piala Dunia, Bir, dan Qatar

Gegap gempita Piala Dunia 2022 di Qatar seakan kurang terasa. Nyaring lagu yang mengiringinya pun terdengar sayup-sayup. Kalah jauh dari Waka-Waka milik Afrika Selatan tahun 2010, apalagi dibanding La Copa de la Vida tahun 1998 di Prancis.

Bisa jadi, Piala Dunia 2022 Qatar terkesan kurang meriah karena tertutupi berbagai isu yang menerpa. Entah cuaca yang dianggap ekstrim, negara terlalu kecil, banyak pekerja migran yang diisukan meninggal, dan belum lagi penerapan Syariat Islam; seperti larangan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender”), minum bir, dan juga mengumbar kemesraan di depan publik. Padahal semua larangan itu sudah menjadi identitas dan budaya Barat. 

Dalam hal ini saya ingin coba menyoroti berbagai aturan Islam (QS. Al-Maidah:90) yang coba diimplementasikan pemerintah Qatar, khususnya aturan dan larangan meminum bir selama perhelatan Piala Dunia Qatar. 

Sebenarnya mudah diprediksi bahwa orang-orang Barat akan banyak yang tidak setuju dan protes ketika Qatar ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia. Sebagai negara muslim pertama yang ditunjuk FIFA (Federasi Sepakbola Internasional), tentu publik Barat khawatir bila “kebebasannya” akan terganggu. Akan tetapi, FIFA memiliki kriteria tersendiri. Qatar dianggap negara kaya raya yang siap menggelontorkan dana demi suksesi pesta sepak bola dunia empat tahunan ini.

Qatar adalah negara mungil (11,521 km2) di Timur Tengah yang memiliki jumlah penduduk 2.508.182 orang. Dari jumlah tersebut 65,2 persen adalah muslim. Qatar juga menjadi negara dengan mayoritas muslim terkaya di dunia. Sejak merdeka dari Inggris pada tahun 1971, Qatar muncul sebagai salah satu produsen minyak dan gas paling berpengaruh di dunia. 

Negara monarki yang hukum dan adatnya mengikuti tradisi Islam ini telah dipimpin oleh Keluarga Thani sejak awal abad ke-19. Syekh Jassim bin Mohammed Al Thani adalah pendirinya. Dan sejak 2013, Qatar telah diperintah oleh Sheikh Tamim bin Hamad bin Khalifa Al-Thani.

Tradisi dan budaya yang dimiliki Qatar tentu sangat berbeda dengan budaya Barat. Apalagi, beberapa tahun sebelumnya Qatar dianggap sebagai negara yang mendukung teroris, sebuah tuduhan yang tak bisa lepas dari unsur politik. 

Agama Islam yang menjadi landasan utama negara semakin membuat masyarakat Barat khawatir, karena kebanyakan informasi yang mereka terima tentang Islam sering misleading dan penuh gambaran negatif. Dari sinilah, sekali lagi, tidak heran bila mereka akan merasa tidak nyaman dengan berbagai peraturan dari otoritas Qatar selama perhelatan Piala Dunia berlangsung. 

Pertanyaannya, apa saja sih batasan dan larangan-larangan yang dikeluarkan Qatar selama Piala Dunia tahun ini? Melalui akun twitter resminya, Syurtah Dubai (Polisi Dubai) merilis beberapa aturan (Rules for celebrations) selama Piala Duni di Qatar, di antaranya:

  • Jangan membawa atau minum alkohol di tempat umum.
  • Hindari menunjukkan kasih sayang (affection) di tempat umum—Karena dalam budaya Barat, ciuman di tempat umum adalah bagian dari affection dan hak asasi.
  • Dilarang menelan atau mengedarkan narkotika.
  • Ingatlah bahwa Anda berada dalam wilayah toleransi. Dengan demikian, Anda harus menghormati budaya negara di mana penghinaan agama dan segala macam diskriminasi dan perselisihan politik dilarang.

Dalam laman Time.com dijelaskan lebih rinci bahwa karena minuman bir (khomr) bukan bagian dari budaya lokal Qatar, ia hanya diperbolehkan bagi non-muslim dengan usia di atas 21 tahun. Bir juga hanya tersedia di restoran, bar, dan hotel berlisensi. Selain itu, dilarang membawa bir dari luar negeri ke Qatar. 

Kita juga tidak akan bisa melihat orang meminum bir di stadion selama pertandingan berlangsung, karena ia terlarang. Yang masih boleh diminum adalah produk Budweiser Zero dan Coca-Cola non-alkohol. Bagi yang melanggar, sangsinya dideportasi atau didenda. 

Selain Agama, Apa Alasan Qatar Melarang Bir?

Menurut ESPN (Entertainment and Sports Programming Network), ada area khusus minum Bir bagi penggemar yang mabuk. Kepala Eksekutif Piala Dunia Qatar, Nasser Al Khater, menggambarkan ini sebagai “Tempat untuk memastikan bahwa mereka menjaga diri mereka tetap aman dan tidak berbahaya bagi orang lain.” 

Jadi alasan keamanan dan menghormati tradisi lokal negara Qatar lah yang menjadi alasan utama mengapa penjualan miras dan konsumsi bir dibatasi, bukan mutlak dilarang seperti kabar media sosial yang masih beredar. 

Publik Barat seolah kaget dengan tradisi baru yang belum pernah mereka rasakan. Minum bir adalah tradisi mereka, namun bir bukanlah tradisi masyarakat Qatar dan memang dilarang agama Islam. Karena itu, beberapa aturan yang dibuat pemerintah Qatar selama perhelatan piala dunia ini selayaknya dihormati oleh para pecinta sepakbola. 

Tradisi liberal ala Barat—dengan minum bir, melegalkan LGBT, bercumbu di publik umum, dll—tidak diterima dalam Islam, dan itu diimplementasikan dalam perhelatan Piala Dunia Qatar. Memang banyak publik Barat yang menolak dan kecewa dengan  keputusan ini, akan tetapi mereka perlu menghormati dan respek terhadap budaya ketimuran dan agama Islam yang “selama ini” mereka pandang sebagai konservatif.

Menarik apa yang diungkapkan Gianni Invantino (Presiden FIFA) saat “membela” otoritas Qatar terkait larangan meminum bir di dalam stadion, “If you can’t drink beer for three hours, i think you can survive.” Jika kalian tidak minum bir selama tiga jam, kukira kalian akan tetap hidup. 

Dia menambahkan, “Ada banyak negara yang melarang alkohol di stadion, seperti Prancis, Spanyol, dan Portugal. Tapi hal ini menjadi masalah gara-gara Qatar adalah negara muslim, saya tidak tahu kenapa.”

Zaimul Asroor. M.A., Ustadz di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Zaimul Asroor. M.A.? Silahkan klik disini