Empat Kunci Penangkal Setan Pasca Bulan Ramadan

Tidak terasa, seminggu lebih Bulan Ramadan telah meninggalkan kita. Bulan dimana tidak sedikit dari kita yang bisa melakukan aneka kebaikan dengan begitu mudah, ringan, dan penuh semangat. Jika ingat hadis Nabi, keunikan Ramadhan ini dengan mudah bisa kita ketahui penyebabnya. Nabi, sebagaimana riwayat Syaikhān mengatakan bahwa “ketika Ramadan tiba, setan-setan dibelenggu, aneka pintu surga dibuka lebar dan berbagai pintu neraka ditutup rapat”. 

Musuh kita kemarin hanyalah diri kita sendiri. Nafsu kita yang selalu mengajak pada keburukan (QS. Yūsuf: 53) dan kepuasan diri. Sementara itu, selama Ramadhan kemarin ia tak begitu berdaya. Bagaimana tidak? energi yang biasanya diperoleh setiap saat, hanya tersedia pada malam hari saja. Belum lagi, energi tersebut masih digunakan untuk salat tarawih, tilawah Al-Qur’an, dan qiyam lail. Dari sinilah – sebagaimana tulis Imam al-Haddad dalam an-Naṣā`i ad-Dīniyyah-nya – kebaikan yang biasa terasa berat, terasa ringan dan mudah untuk dikerjakan di bulan puasa. Belum lagi kalau melihat bonus besar-besaran yang Allah promokan pada bulan mulia itu. Tentunya menjadi daya tarik tersendiri. 

Jika bulan kemarin setan tidak berkuasa untuk menggoda manusia, beberapa hari ini mereka sudah memulai aktivitas utamanya, yakni menggoda anak Adam. Tekad kuat dan kreativitasnya tergambar jelas dalam QS. al-A’rāf: 16-17. Lantas, bagaimana caranya agar kita tidak mudah tergoda olehnya? Paling tidak ada empat hal yang disampaikan Al-Qur’an kepada kita untuk lebih waspada terhadap mereka. Empat hal ini insya Allah bisa membantu kita tetap eksis berada dalam spirit Ramadan. Sebuah semangat yang penuh dengan kebaikan dan ketatan. 

Pertama, setan adalah musuh nyata manusia. Sejak peristiwa perintah hormat kepada Nabi Adam, iblis selaku tokoh utama para setan berjanji kepada Allah untuk menyesaatkan keturunan rivalnya itu. Jika selama Ramadan tidak bisa bergerak, kini mereka bisa leluasa kembali menjalankan aksinya. Tujuannya satu, mencari teman sebanyak mungkin untuk tinggal bersamanya di neraka. Dari sini, melalui  QS. Yāsīn: 60 Allah mengingatkan bahwa setan adalah musuh nyata.

اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَۚ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya: “Bukankah Aku telah berpesan kepadamu dengan sungguh-sungguh, wahai anak cucu Adam, bahwa janganlah kamu menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu.

Mengenai statusnya sebagai musuh umat Islam tidaklah sulit untuk memahaminya. Lantas bagaimana mungkin ia juga menjadi musuh umat lain? Bukankah kelak mereka semua berada di neraka. Sebagai makhluk yang tertolak dari rahmat-Nya atau ar-rajīm, setan tidak rela jika aneka kebaikan bertebaran di antara manusia yang berlainan jenis keyakinannya. Bahkan jika kebaikan tersebut terlahir dari saudara kita yang tidak seiman. Kenapa? Karena – sebagaimana QS. al-A’rāf: 56 – rahmat Allah sangat dekat dengan hamba-Nya yang gemar berbuat baik. Dengan kebaikan itu, ada potensi Allah akan menurunkan rahmat-Nya berupa hidayah. Sehingga mereka tergerak hatinya untuk menerima kebenaran Islam. Atau minimal, dengan kebaikannya itu, perpecahan yang menjadi salah satu misi setan menjadi sesuatu yang mustahil terwujud. “Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi.” Demikian firman Allah dalam QS. al-Mā’idah: 91.

Kedua, tipu daya setan lemah. Dalam al-Maqad al-Asnā fī Syar Asmā` Allāh al-usnā, Imam Ghazali mengatakan bahwa setan akan menghancurkan seseorang dengan memanfaatkan nafsu syahwatnya. Jika selama Ramadan, kita telah menjauhi larangan berpuasa di siang hari dan malam harinya benar-benar melatih nafsu untuk menikmati yang ada dengan sekedarnya saja, sudah barang tentu nafsu kita akan lebih mudah dijinakkan. Dan jika sudah demikian, setan bukanlah musuh yang berbahaya. Sebab kata Al-Qur’an dalam QS. An-Nisā`: 76, inna kaida asy-syaiṭāna kāna a’īfān (sungguh, tipu daya setan sangatlah lemah). 

Ketiga, janji palsu setan. Banyak sekali orang-orang yang patuh pada agama terkesan pas-pasan bahkan miskin. Sebaliknya, mereka yang tidak mengindahkan norma agama, kehidupannya terlihat lebih mapan dan mewah. Begitulah dunia yang rendah dan hina ini. Orang-orang yang lalai itu akan diberi dalam jumlah yang banyak (QS. al-An’ām: 44). Namun, tidak jarang kemewahan materi ini membuat yang berjuang keras untuk tetap di jalan-Nya merasa iri. Sehingga pas sekali bila Allah mengingatkan mereka agar tidak memanjangkan pandangan kepada kenikmatan tersebut (QS. al-ijr: 88). Karena itu bisa menjadi pintu masuk bagi setan untuk memulai aksinya. Sebagai antisipasi, melalui QS. An-Nisā`: 120 Allah mengingatkan bahwa setan akan menjanjikan kepada mereka melalui angan-angan yang ditanamkan dalam benak mereka. dan janji tersebut adalah tidak benar. Lebih tegas lagi, Allah menuturkan bahwa setan hanya menjanjikan kefakiran semata (QS. al-Baqarah: 268).

Keempat, pengakuan setan yang mengagetkan. Kehidupan akhirat merupakan akhir dari segala kehidupan yang ada. Di sana tidak ada lagi peluang untuk lolos dari siksa ataupun memperbaiki diri. Ada beberapa gambaran kehidupan akhirat yang Allah sampaikan kepada kita melalui firman-Nya. Salah satunya adalah percakapan antara setan dengan pengikutnya yang dahulu tergiur dan terpedaya oleh janji-janji palsunya. Dalam QS. Ibrāhīm: 22 disebutkan bahwa pada hari perhitungan nanti, setan berlepas diri dari para pengikutnya. Ketika itu, setan membelot “Tidak ada kekuasaan bagiku sedikit pun terhadapmu, kecuali aku (sekadar) menyerumu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh karena itu, janganlah kamu mencercaku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menjadi penolongmu dan kamu pun tidak dapat menjadi penolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” 

Demikian empat hal perihal setan yang disampaikan Al-Qur’an kepada kita agar lebih hati-hati terhadap rayuan setan. Adapaun terhadap musuh yang kemarin kita latih selama sebulan penuh, seorang ulama berpesan “sibukkan nafsumu dengan kebaikan atau engkau akan disibukkan dengan aneka keburukan olehnya.” Imam al-Būṣīrī dalam Burdah-nya menibaratkan nafsu sebagai balita yang jika tidak dipaksa berhenti menyusu, dia akan tumbuh dewasa tanpa bisa lepas dari menyusu. Wallahu A’lam

Syafi’ul Huda, S.Pd.I.,M.Ag., Ustadz di cariustadz.id

Tertarik mengundang Syafi’ul Huda, S.Pd.I.,M.Ag.? Silakan Klik disini