Agama Islam memiliki dua fondasi utama bagi pemeluknya, yakni 1) kepercayaan (keimanan) dan 2) implementasi dari keimanan. Yang pertama diwujudkan dalam rukun iman, sedangkan yang kedua tertuang dalam rukun Islam. Keduanya bisa diibaratkan sebagai dua sisi mata koin yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena terikat dalam satu wadah yang sama, yakni Agama Islam (al-din al-islam).
Jika ditelaah secara mendalam, rukun iman dan rukun Islam merupakan lambang dua dimensi ajaran Islam, yakni Ketuhanan (teosentris) dan kemanusiaan (antroposentris). Praktik ibadah-ibadah yang ada dalam ajaran Islam juga menyiratkan hal serupa. Misalnya, salat adalah ibadah ritual untuk mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan zakat adalah ibadah sosial untuk membantu sesama.
Berkenaan dengan ibadah, Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Ya’qub (1952 – 2016) membaginya kepada dua macam, yaitu: 1) ibadah qashirah atau ibadah individual yang pahala dan manfaatnya dapat hanya dirasakan oleh pelaku: 2) ibadah muta’addiyah atau ibadah sosial yang manfaatnya bisa dirasakan orang banyak, baik pelaku maupun orang lain.
Contoh ibadah qashirah (ibadah individual) adalah salat, puasa, haji, dan umrah. Sedangkan contoh ibadah ibadah muta’addiyah (ibadah sosial) adalah zakat, sedekah, waqaf, membantu sesama manusia, dan sebagainya. Menurut KH. Ali Musthafa Ya’qub, ibadah sosial lebih utama daripada ibadah individual dalam aspek manfaatnya.
Pandangan KH. Ali Musthafa Ya’qub didasarkan pada hadis Qudsi dari Nabi Muhammad saw, “Tuhan (Allah SWT) itu ada—dan dapat ditemui—di sisi orang sakit, orang kelaparan, orang kehausan, dan orang menderita.” Selain itu, kaidah ushul fikih juga menyebut, al-muta’addiyah afdhal min al-qashirah (ibadah sosial lebih utama dari ibadah indivdual).
Dalam praktiknya, Nabi Muhammad Saw sepanjang kehidupannya banyak mendedikasikan diri untuk membela kaum lemah, tertindas, dan teraniaya. Beliau lebih banyak melaksanakan aneka ragam ibadah sosial ketimbang ibadah-ibadah yang bersifat individual. Ini menunjukkan bahwa ibadah sosial menempati posisi penting di dalam ajaran Islam.
Karena alasan itulah, Fazlur Rahman (1919–1988) dalam bukunya Islam dan Prophecy in Islam, menyebut Islam sebagai “agama antroposentris” yang menegaskan atau memprioritaskan permasalahan kemanusian secara universal. Islam bukan hanya agama yang bersifat teosentris yang hanya terfokus pada hubungan individu dengan Tuhannya.
Saling tolong-menolong adalah ajaran Islam
Salah satu wujud ibadah sosial dalam Islam adalah saling tolong menolong dalam kebaikan. Hal ini tertuang dalam surah al-Maidah ayat 2. Firman Allah Swt:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْۘا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS. Al-Maidah ayat 2).
Secara umum, surah al-Maidah ayat 2 berisi tentang perintah menjaga syiar-syiar Allah dan larangan-larangan yang bertujuan menjaga kehormatan bulan-bulan haram, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Kemudian Allah melarang umat Islam berlaku melampaui batas serta memerintahkan mereka untuk tolong menolong dalam kebaikan, bukan tolong menolong dalam keburukan.
Ali al-Shabuni dalam Muktashar Tafsir Ibn al-Katsir menyebutkan, bagian akhir surah al-Maidah ayat 2 merupakan perintah Allah Swt. kepada hamba-hambanya yang beriman untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan dalam menjauhi segala kemungkaran. Tolong menolong dalam kebaikan ini disebut al-barr atau kebajikan, sedangkan tolong menolong dalam menjauhi kemungkaran disebut al-taqwa atau ketaatan.
Kemudian, pada akhir surah al-Maidah ayat 2 juga melarang hamba-hambanya saling tolong menolong dalam perbuatan bati, dosa, dan yang diharamkan. Artinya, seorang muslim dilarang untuk berkomplot dalam perbuatan maksiat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika ada orang yang melakukan perbuatan tersebut, maka ia telah melanggar perintah Allah Swt dan mendapatkan dosa (Tafsir al-Qur’an al-Azim).
Perintah Allah Swt. surah al-Maidah ayat 2 kepada manusia untuk saling tolong menolong dalam kebaikan tidak terbatas pada amaliah-amaliah tertentu, melainkan segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya, termasuk menolong atau membantu saudara sesama muslim yang sedang mengalami kesulitan hidup, baik secara materi, tenaga ataupun pikiran (Shafwat al-Tafasir [1[: 301).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tolong menolong dalam kebaikan merupakan salah amaliah yang diperintahkan secara langsung oleh Allah Swt. Perbuatan ini merupakan ibadah sosial yang manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak. Tolong menolong tersebut bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Menolong Rakyat Palestina
Pada konteks politik dunia saat ini, sikap tolong menolong bisa diwujudkan dalam dukungan atau bantuan terhadap rakyat Palestina yang sedang mengalami krisis ekonomi dan krisis kemanusiaan. Bantuan terhadap mereka bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari donasi, negosiasi politik, demonstrasi, boikot produk Israel dan sebagainya. Ayok kita bantu rakyat Palestina!
Penting untuk diketahui, menolong saudara muslim yang sedang mengalami kezaliman adalah salah satu amanah Nabi Muhammd Saw. Beliau bersabda, “Tolonglah saudaramu yang sedang zalim atau dizalimi. Sahabat bertanya, ‘kami mungkin membantu orang yang terzalimi, tapi bagaimana kami membantu orang yang zalim?’ Beliau menegaskan, ‘batasi dan cegah dia dari kezaliman, maka itulajh pertolonganmu.” (Muktashar Tafsir Ibn al-Katsir [1]: 478).
Namun perlu diperhatikan, saat membantu atau mendukung rakyat Palestina dengan segala upaya yang bisa dilakukan, kita tidak boleh sampai mengabaikan saudara-saudara muslim terdekat yang mengalami kesulitan. Di satu sisi kita harus membantu rakyat Palestina dalam perjuangan kemerdekaan mereka, namun di sisi yang lain kita juga harus membantu rakyat Indonesia yang mengalami berbagai kesulitan. Wallahu a’lam.
Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kemenag Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag.? Silakan klik disini