Bapak-bapak, saudara-saudara Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Kembali kita berkesempatan untuk bersyukur dan memuji Allah swt. yang senantiasa melimpahkan nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat kesehatan. Selain itu kita panjatkan salam dan salawat kepada Rasulullah Muhammad saw. yang telah mendapat amanah untuk menyampaikan dakwah Islam.
Sebagaimana kita yakini, bahwa Allah yang telah menciptakan alam semesta dan isinya, Allah pun menyempurnakan ciptaan-ciptaan-Nya. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam surat al-Baqarah ayat 29 :
“Maka ciptaan di bumi ini, Allah naik ke langit, dan menyempurnakan fathulah itu menjadi 7 lapis. Dan Allah mengetahui segala sesuatu di alam kita ini.”
Pertanyaannya adalah, setelah selesai penciptaan dengan semua yang tercipta terbentang di alam semesta, apa yang mesti dilakukan, jawabannya adalah : Pemeliharaan dan Perawatannya. Sebagaimana seseorang yang membangun gedung, bila gedung itu selesai,maka gedung itu harus dirawat, dipelihara agar selalu enak ditempati, indah dipandang dan nyaman sebagai hunian.
Dan itulah yang dilakukan Allah swt. terhadap alam semesta ciptaan-Nya. Alam inipun harus dirawat, dipelihara, agar tetap menjadi tempat yang indah bagi seluruh mahluk yang diciptakan-Nya. Agar nyaman pula menjadi sarana atau wahana kehidupan bagi penghuninya.
Jelas, Allah lah yang tetap akan merawatnya, sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat
‘لْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ’.
Kata rabbil ‘alamin ini berarti pemilik alam semesta. Dan alam semesta adalah benda materi, sedangkan sifatnya Allah non-materi. Dengan demikian pasti diperlukan hal-hal yang bersifat materi. Allah menawarkan kepada mahluk-mahluk ciptaan-Nya namun tidak ada satupun yang siap menerima.
Allah ungkapkan dalam surat al-Ahzab ayat 72 :
“إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا”
(Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.)
Lalu manusia mengambil kesediaan untuk melakukan tugas untuk merawat dan memelihara alam semesta. Lalu disinilah Allah kemudian mengkritik manusia, karena manusia belum tahu cara merawat itu semua. Manusia tidak memiliki pemahaman yang tetap bagaimana agar alam ini tetap layak menjadi tempat tinggal.
Karena itu Allah swt. berfirman ‘إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا’, sesungguhnya manusia itu melakukan sangat besar kesalahan. Namun, karena tidak ada mahluk lain yang siap, maka Allah swt. pun meletakan manusia sebagai pemegang amanah tersebut.
Firmannya dalam surat Al-Baqarah ayat 30,
“Ingatlah ketika Allah berfirman kepada malaikat, wahai malaikat, sesungguhnya Allah akan menetapkan seorang khalifah di muka bumi ini, yang tugasnya adalah mewakili Tuhan dalam mengelola dan merawat bumi agar tetap indah menjadi tempat tinggal mahluk.”
Dari sini bisa diambil kesimpulan, bahwa baik Nabi Adam as., baik dia melakukan salah ataupun tidak, tempat tinggal Adam dan keturunanya adalah di bumi. Sehingga tidak tepatlah jika ada yang mengatakan andai saja Nabi Adam tidak berbuat salah maka kita sebagai anak keturunannya adalah di surga. Melanggar atau tidak, manusia tempatnya adalah di bumi.
Manusia, siapa saja dia, pasti mendapatkan amanah. Tentu masing-masing sesuai dengan posisinya dan keterampilannya. Masing-masing dari kamu semua adalah pemimpin. Dan masing-masing mesti bertanggung jawab kepada segala sesuatu yang dipimpinnya. Yang amanah pengelolaannya diserahkan kepadanya. Sesuai dengan potensi-potensi yang ada pada dirinya.
Dari sini dapat diketahui bahwa sesungguhnya manusia adalah pengemban amanah dari Allah swt. Seorang petani mengemban amanah untuk mengelola pertaniannya sebaik mungkin sesuai dengan aturan-aturan syariah dan sejalan dengan norma-norma kemasyarakatan.
Seorang pejabat, dia memikul amanah untuk melaksanakan amanah jabatannya sesuai dengan kemampuan dan sejalan dengan aturan-aturan yang telah ditentukan sehingga tidak ada seorangpun yang luput dari amanah Ilahi tersebut.
Dari situlah ungkapan Allah ‘dari jiwa manusia, jika telah disempurnakan kejadiannya, atau bentuknya, maka di dalam jiwa manusia tadi potensi fujur dan potensi takwa.’
Ini isyarat, bahwa sesungguhnya bahwa banyak manusia yang lebih sering mengikuti ajakan buruk ketimbang ajakan baik. Tak heran, jika banyak pula dari mereka yang diserahi amanat ternyata gagal karena ada godaan potensi fujur dalam dirinya. Seringkali amanah itu tidak disampaikan sebagaimana mestinya.
Seringkali amanah itu justru digunakan untuk kepentingan dirinya. Dan jika hal ini terjadi, maka kezaliman, penindasan, kerugian dan hal buruk lainnya mewujud. Dengan demikian, maka apapun amanah, baik untuk diri kita, atau dalam kehidupan bermasyarakat bernegara maka amanah dari Allah swt. mesti diperhitungkan.
Oleh karenanya sangat patut diresapi dan dimaknai pesan Rasulullah saw. kepada Abu Jahal ketika sahabat ini ditetapkan sebagai gubernur di wilayah Yaman. Pesan ini kemudian direkam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-nasawi.
Pesan beliau adalah :
“Wahai umat, jangan pernah engkau lupa setiap selesai melaksanakan salat fardu, hendaknya ungkapkanlah doa, Ya Allah anugerahkanlah kemauan dalam diriku untuk selalu berzikir kepadamu, dan anugerahkanlah kemauan untuk terus bersyukur atas nikmat-nikmat, dan berikanlah kekuatan untuk selalu beribadah yang terbaik kepada-Mu.”
Seseorang yang selalu berpikir, hatinya selalu menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh Allah. Yang muncul adalah keinginan-keinginan untuk berbuat baik. Untuk melakukan hal-hal yang sesuai tuntunan Allah. Oleh karenanya, tampaknya ayat-ayat al-Qur’an dan sunah rasul ini bisa kita jadikan pedoman saat kita semua mendapat amanah dari Allah swt.
Ingatlah, bahwa setiap pribadi mendapatkan amanah, dan yang mesti dilakukan adalah bagaimana melaksanakan amanah itu dengan baik. Yaitu selalu dengan diiringi berzikir kepada Allah, niscaya itu akan menjadi filter ketika melaksanakan amanat tersebut.
—
Disarikan dari khutbah Jumat di Bellagio Mall Kuningan Jakarta pada 14 oktober 2016 oleh khatib Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA.