Menunaikan zakat sebagai rukun Islam ketiga boleh disebut sebagai momentum untuk merayakan kebersamaan. Adanya muzakki (pemberi zakat) melaksanakan kewajibannya untuk membersihkan hartanya. Sementara adanya si penerima dalam kategori mustahiq zakat adalah mereka yang berhak memperoleh sebagian harta yang telah dikeluarkan.
Zakat sebenarnya bukan ibadah musiman yang oleh sebagian orang mungkin dipahami sebagai zakat fitrah saja. Padahal ruang lingkup zakat begitu luas bukan saja berkenaan dengan ibadah tahunan. Menunaikan zakat berarti tengah membersihkan diri dalam hal kepemilikan terhadap diri maupun harta seseorang. Khusus untuk zakat harta, waktunya bahkan bisa fleksibel kapan saja dengan catatan telah memenuhi syaratnya.
Membayar zakat bukan saja diniatkan untuk kebersihan diri. Lebih dari itu, zakat yang telah dikeluarkan akan sangat bermakna bagi penerimanya. Orang yang menerima zakat secara tidak langsung akan merasakan kebahagiaan. Dan pada saat yang sama, semua umat Islam akan merayakan kemenangan dalam nuansa kebahagiaan bersama.
Definisi Zakat
Dilihat secara bahasa, zakat berasal dari kata zaka-yazkuu-zakaa’an yang berarti tumbuh, berkembang. Kata zakat juga berasal bentuk lain berupa kata zakkaa-yuzakkii-tazkiyatan berarti membayar zakat, menyucikan diri (Ibnu Manzur, 1405 H: 14/358). Dari pengertian tersebut, dipahami bahwa zakat dikeluarkan manakala harta seseorang telah tumbuh berkembang dan bertujuan menjadikannya suci (Qs. al-Taubah [9]: 103).
Sedangkan menurut istilah, zakat berarti sebutan terhadap kadar harta tertentu yang diberikan kepada kelompok tertentu dengan syarat tertentu. Ada dua jenis zakat yang wajib ditunaikan. Pertama, zakat fitrah yang berkaitan dengan kesucian diri seseorang. Kedua, zakat maal (harta) yang berkaitan dengan harta yang dimiliki seseorang (kifayatul akhyar, 2001: 251).
Dengan membayar zakat, harta seseorang akan menjadi suci dan bertambah berkah. Semakin banyak harta seseorang tentu semakin besar peluang untuk mengeluarkan zakatnya. Namun, di balik zakat yang ditunaikan terdapat janji Allah berupa keberkahan dan doa kebaikan dari si penerimanya. Di balik zakat ada hak dan kewajiban yang harus ditunaikan bersamaan.
Hikmah Menunaikan Zakat
Zakat disebut sebagai salah satu solusi mengentaskan kemiskinan. Dengan memberikannya disebut dapat menghindarkan adanya kedengkian dan hasud orang lain. Disebutkan juga dapat menjauhkan seseorang dari sifat bakhil. Ketika orang cenderung mencintai harta yang dimiliki akan menjadikannya berat dan kikir. Karena terlalu cinta tersebut menjadikannya egois dan merasa paling punya. Sehingga, sikap tidak peduli cenderung melekat pada seseorang yang bakhil karena kekayaannya.
Hikmah disyari’atkannya zakat di antaranya adalah untuk mengurangi ketergantungan seseorang yang mencintai hartanya. Hal tersebut juga sebagai pengingat bahwa kebahagiaan seseorang bukan dengan menyibukkan diri untuk mencari harta. Akan tetapi, kebahagiaan abadi justru akan diperoleh seseorang yang bersedia menginfakkan harta yang dimiliki di jalan Allah dalam rangka meraih ridho Allah Swt. (al-Razi, 2000: 16/81).
Seseorang yang berlebihan mencintai hartanya akan menyusahkan dirinya dalam mempersiapkan bekal ke akhirat. Allah pun mengancam azab kepada mereka yang menyimpan harta berupa emas maupun perak yang tidak dizakati (Qs. al-Taubah [9]: 34). Sungguh pun harta kekayaan begitu bernilai di dunia tidak ada nilainya di sisi Allah bila tidak disucikan. Sebab, salah satu tujuan diwajibkannya zakat adalah untuk menyucikan harta. Ibarat dalam harta terdapat kotoran, maka perlu dizakati agar menjadikannya bersih.
Hal demikian seperti hadis Nabi Saw. bahwa:
“Apabila engkau telah menunaikan zakat, maka sebenarnya engkau telah melenyapkan kotorannya.” HR. Ibnu Khuzaimah.
Hal lain yang termasuk dari hikmah berzakat adalah didoakan para malaikat agar memperoleh balasan yang lebih baik bagi mereka yang mau membayarkan zakat. Sungguh bodoh orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Padahal dengan berzakat harta akan menjadi bertambah dan mendatangkan kebahagiaan. Karenanya, zakat juga menjadi manifestasi rasa syukur yang akan dibalas langsung oleh Allah dengan bonus lainnya (Qs. Ibrahim [14]: 7).
Dengan mengutip Syekh Mahfuzh al-Tarmasi dipahami bahwa zakat dapat menjadi salah satu penyebab harta semakin bertambah dan berkah sehingga terhindar dari segala musibah dan terlindungi dari sifat bakhil dan kikir (al-Tarmasi, 2011: 5/9). Allah menjamin keberkahan harta seseorang yang mau menunaikan zakat. Tentu saja tujuan utama dari berzakat adalah ridho Allah Swt. yang boleh jadi terdapat pada doa-doa mereka yang menerimanya.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa zakat menjadi salah satu media penyucian diri seseorang meliputi harta dan jiwanya. Sebagai pemberi, orang yang menunaikan zakat bukan saja membayar apa yang menjadi kewajibannya melainkan juga upaya merayakan kebersamaan dengan para penerimanya. Karena, segala harta kepemilikan seseorang tidak ada yang abadi. Sudah semestinya, zakat menjadi makna kesucian yang abadi bersama kebahagiaan orang-orang yang memohon ridho Allah Swt. Wallahu A’lam
Abdul Fatah, S.Ud., M.Ag., Ustadz di Cari Ustadz
Tertarik mengundang ustadz Abdul Fatah, S.Ud., M.Ag.? Silahkan klik disini