Beberapa hari yang lalu, media sosial dibuat ramai dengan adanya sebuah video Aulia Rakhman, seorang komika, yang membawa-bawa nama Muhammad dalam materi stand upnya. Di antara kalimatnya yang membuat banyak netizen geram adalah sebagai berikut:
“Cuman kan sekarang ini apa sih arti nama. Kayak penting aja, gitu ya? Coba lu cek penjara, ada berapa nama yang namanya Muhammad di penjara. Kayak penting aja nama Muhammad sekarang, ya, udah dipenjara semua tuh. Bener, gak sih? Bener, kan?”
Setelah videonya viral, Aulia Rakhman diduga menistakan agama. Ia dilaporkan ke Polda Lampung dan ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung. Tersangka kemudian melakukan klarifikasi dan meminta maaf. Ia menyatakan bahwa tidak ada niat untuk menghina nama Muhammad.
Artikel ini tidak akan membahas secara lengkap mengenai kasus di atas, apalagi sampai mengaitkannya dengan ranah lain yang sedang sensitif untuk dibahas. Artikel ini akan mengkaji secara ringkas hadis-hadis yang secara tekstual menyebutkan keutamaan nama Muhammad.
Hadis tentang Keutamaan Nama Muhammad
Nama Muhammad merujuk pada seorang nabi, yaitu Muhammad Saw. Secara harfiah, nama tersebut bermakna yang terpuji. Banyak muslim menjadikan Muhammad sebagai nama anaknya, dengan harapan agar yang diberi nama dapat hidup sebagaimana Nabi Muhammad; berbudi luhur, terpuji, dan sifat serta sikap baik lainnya.
Banyaknya orang yang menggunakan nama Muhammad sebagai nama, atau bagian dari namanya, umumnya didasarkan pada hadis. Di antara hadis yang menyebutkan keutamaan nama Muhammad diriwayatkan oleh Abu Umamah yang berbunyi:
Abu Umamah al-Bahili berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa diberikan (memiliki) anak, dan dia memberinya nama Muhammad dengan niat tabbaruk (mengambil berkah) dengan nama tersebut, maka dia (orangtua) dan yang dilahirkannya (anak) akan masuk surga.”
Dalam hadis lain disebutkan bahwa sebuah rumah yang di antara penghuninya memiliki nama Muhammad akan dijauhkan dari kefakiran.
Sa’id bin al-Musayyib berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Kefakiran tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat namaku (Muhammad).”
Kedua hadis di atas hanya diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis yang tidak terkenal, seperti Fadhail al-Tasmiyyah bi Ahmada wa Muhammad. Secara sanad, keduanya bermasalah. Hadis pertama dinilai secara berbeda di dalam berbagai kitab. Sayangnya, nilai yang disematkan padanya bernilai negatif, yaitu daif hingga maudhu’ (palsu). Hadis kedua bahkan dinyatakan secara pasti sebagai hadis palsu.
Di antara kitab hadis terkenal yang memuat kedua hadis di atas adalah al-Kamil fi Dhu’afa` al-Rijal karya al-Jurjani, sehingga setidaknya keduanya termasuk dalam hadis daif. Lebih jauh, keduanya bahkan diriwayatkan dalam sebuah kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis palsu, yaitu al-Maudhu’at al-Kubra karya Ibnu al-Jauzi, sehingga dapat dinyatakan dengan pasti bahwa keduanya adalah hadis palsu.
Shalahuddin bin Ahmad al-Idlibi juga melakukan kritik matan terhadap dua hadis di atas. Menurutnya, hadis-hadis di atas bertentangan dengan akal sehat. Al-Idlibi menerangkan bahwa jaminan masuk surga mau pun kefakiran tergantung pada sikap dan perilaku yang melekat pada diri seseorang, tidak peduli apakah dia bernama Muhammad atau bukan (Manhaj Naqd al-Matn `inda `Ulama’ al-Hadits al-Nabawi, hal. 232).
Anjuran Menggunakan Nama Para Nabi
Kendati ada beberapa hadis palsu tentang keutamaan nama Muhammad, bukan berarti tidak ada dalil yang lebih kuat terkait hal ini. Bedanya, hadis-hadis yang kualitasnya lebih kuat tidak secara tertulis memuat keutamaan nama Muhammad. Berikut beberapa hadis yang dimaksud:
Abu Wahb al-Jusyami, seorang sahabat, berkata, ‘Rasulullah Saw. bersabda, “Berikan (buat)lah nama dengan nama-nama para nabi. Nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdulllah dan Abdurrahman. Dan yang paling benar adalah Harits dan Hammam. Dan nama yang paling jelek adalah Harb dan Murrah.” (HR. Abu Daud, no. 4950).
Kendati hadis di atas masih bernilai daif, karena salah satu periwayatnya, yaitu ‘Uqail bin Syabib majhul hal, ia juga dinilai sebagai hadis hasan bahkan sahih. Salah satu hadis yang menguatkannya (syahid) diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih-nya.
Hadis lain yang secara sanad lebih kuat diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim:
Anas bin Malik Ra. berkata, “Ketika Nabi Saw. berada di pasar, seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Abu al-Qasim!’ Maka Nabi menoleh kepadanya. Laki-laki itu berkata, ‘Sesungguhnya aku memanggil orang ini.’ Rasulullah Saw. bersabda, “Berilah nama dengan namaku, tetapi jangan beri kunyah (panggilan/gelar) dengan kunyahku.” (HR. al-Bukhari, no. 2120 dan Muslim, no. 2133).
Ibnu Hajar al-‘Asqalani menerangkan beberapa perbedaan pendapat mengenai larangan Nabi pada hadis di atas, yaitu tentang orang yang bergelar Abu al-Qasim. Dalam hal ini terdapat tiga pendapat. Pertama, larangan secara mutlak, baik bagi orang yang bernama Muhammad mau pun bukan. Kedua, boleh menggunakan kunyah Abu al-Qasim secara mutlak, selama tidak hidup di masa Nabi Muhammad Saw. masih hidup. Dan ketiga, larangan tersebut berlaku bagi orang yang bernama Muhammad, dan boleh digunakan bagi selainnya (Fath al-Baarii, 10/572).
Dengan demikian, memberikan nama anak dengan nama-nama para nabi, termasuk Muhammad dan Ahmad, dianjurkan. Akan tetapi, nama para nabi tersebut tidak menjamin pemiliknya akan masuk surga atau pun dijauhkan dari kefakiran. Kefakiran dan surga akan diberikan sesuai dengan sikap dan cara hidup penyandangnya masing-masing. Wallahu a’lam.
Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini