Siapa yang tidak mengenal surat Yasin? Surat yang turun di Makkah ini menjadi salah satu surat yang paling populer bagi masyarakat muslim, khususnya dalam tradisi di Indonesia. Membacanya dipercaya mendatangkan beragam manfaat, baik dari sisi kehidupan yang fana ini maupun kelak di kehidupan yang abadi.
Ayat pertama, “Yasin” juga menjadi bahan kajian para mufasir. Ada yang memaknainya sebagai seruan “Hai Manusia”, ada juga yang memaknainya sebagai panggilan terhadap Nabi Muhammad. Sementara mufasir memahami bahwa ayat pertama ini tidak memiliki makna khusus, begitulah yang diutarakan Imam Fakhruddin Ar-Rozi sebagaimana disebutkan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.
Buya Hamka mengatakan, surat ini memang memiliki ayat yang singkat-singkat, namun di balik itu tersimpan pesan moral dan spiritual yang begitu padat. Ia menambahkan, terlebih bila surat Yasin dibaca dengan penuh penghayatan, makna yang terkandung di dalamnya dapat menenangkan dan menyentuh hati setiap muslim.
Keutamaan membaca Surat Yasin bukan hanya diyakini berdasarkan tradisi, tetapi juga didukung oleh hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad. Salah satu hadis yang sangat terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan disebutkan oleh Imam Suyuti dalam Durrul Mantsur fi Tafsir Bil Ma’thur, berbunyi:
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا، وَقَلْبُ الْقُرْآنِ (يس)
“Sesungguhnya setiap sesuatu itu ada jantungnya, dan jantung Al-Qur’an adalah Yasin”
Selain itu, dalam hadis lain disebutkan:
من قرأ (يس) في ليلة ابتغاء وجه الله غفر الله له تلك الليلة
“Barangsiapa membaca (Yasin) pada malam hari dengan mengharap wajah Allah, maka Allah mengampuni dosa-dosanya malam itu.”
Hadis lain yang cukup banyak diamalkan masyarakat muslim adalah Iqra’u ‘ala mautakum Yasin (bacakanlah surah Yasin bagi mautakum) (HR. an-Nasa’i melalui Ma’qil Ibn Yasar, dan diriwayatkan juga oleh Ibn Majah dan lain-lainnya). Kata mautakum dipahami oleh banyak ulama dalam arti orang yang sedang akan mati. Ada juga yang memahaminya dalam arti yang telah mati/wafat (Quriash Shihab, Al-Misbah, Surat Yasin, Jilid 11)
Salah satu kisah yang memperkuat hadis di atas adalah pengalaman Buya Hamka, pada tahun 1976, ketika ia diminta membacakan surat Yasin untuk seorang Ibu yang sedang sakaratul maut dengan waktu yang cukup lama di Rumah Sakit Pelni, Jati Petamburan Jakarta. Berikut sebagian ungkapan langsung dari Hamka sebagaimana dalam tafsirnya:
Saya duduk di dekat pembaringannya, saya suruh beberapa keluarga yang ramai mengelilinginya itu bertenang, jangan gelisah, jangan menangis. Lalu saya bacakan Surat Yasin dengan suara yang tenang, penuh khusyu’ dan haru dan mengharap serta memohon kepada Tuhan. Jika memang telah waktunya agar dia jangan dibiarkan lama menderita. Sejak mulai ayat pertama Yasin dibaca, mulailah si sakit tidak menghempas-hempas lagi. Kian lama kian tenang dan sesampai saya membaca pada ayat 77 (Awalam yaral insaanu annaa khalaqnaahu min nuthfatin fa idzaa huwa khasiimun(m)mubiin). Sampai di ujung ayat itu saya membaca dan sampai di situ pulalah nafasnya yang terakhir.
Secara umum, surat Yasin mengandung pokok-pokok akidah Islam. Ia mengagungkan wahyu, menjelaskan keesaan Allah, serta menegaskan tugas Nabi Muhammad sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan. Surat Yasin juga mengajarkan tentang penciptaan manusia dan kebangkitan setelah mati. Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya menegaskan bahwa surat Yasin berfungsi sebagai bentuk “profokasi batin” agar manusia mengakui keesaan Allah, mempercayai kehidupan setelah mati, dan selalu sadar akan balasan Allah terhadap amal perbuatan-Nya (Wahbah Zuhaili, Tafsir Al-Munir).
Tradisi membaca surat Yasin begitu kuat di Indonesia. Setiap malam jumat, di acara tahlilan, atau malam nisfu sya’ban, surat Yasin dibaca sebagai bentuk permohonan ampunan, perlindungan, dan terkabulnya hajat. Tradisi ini bukan hanya sekedar ritual, melainkan sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Memang perlu diakui bahwa beberapa amalan keutamaan surat Yasin berdasarkan pada hadis yang statusnya dhaif (lemah). Tidak heran bila terdapat kitab yang isinya mengkritisi fadilah Yasin. Misal yang penulis temukan berjudul Fadailu Surati Yasin fi Mizan an-Naqd karangan Muhibbuddin Wahid Subhan Wa’idz. Namun demikian, para ulama Ahlus Sunnah seperti Imam Ibnu Hajar dan Syekh Nawawi Al-Bantani tetap membolehkan mengamalkan hadis dhoif tadi karena termasuk fadhailul a’mal (amalan utama). Tujuan utamanya adalah memperkuat motivasi dalam beramal (Siti Rosida, Surah Yasin dalam Tafsir al-Ibriz).
Sudah saatnya di era media sosial seperti sekarang, membaca surat Yasin tidak hanya dilihat dari sisi menjaga warisan spiritual para ulama dulu dan agar mendapatkan pahala. Lebih dari itu, membaca surat Yasin perlu dimaknai ulang sebagai cara untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian di era yang penuh tantangan dan kegelisahan ini.
Zaimul Asroor. M.A., Dosen IAI Khozinatul Ulum Blora dan Ustadz di Cariustadz.id
Tertarik mengundang ustadz Zaimul Asroor. M.A.? Silahkan klik disini