Memaknai Puasa Sebagai Pendekatan Disiplin Positif

Menjalankan ibadah puasa sejatinya tengah berupaya membangun sikap disiplin positif dalam diri. Pada proses ibadah puasa terjadi pola pembiasaan yang akan membangun kesadaran yang berkembang menjadi sikap disiplin. Seperti saat kita masih usia dini, seringkali orang tua melarang ini dan itu. Sebagai anak harus menahan diri untuk tidak melanggar larangan tersebut. 

Satu contoh misalnya pada kasus orang tua melarang anaknya makan permen. Kendati karena demi kebaikan anak, tetapi tidak langsung diberikan penjelasan maksud di balik larangan tersebut. Baru beberapa waktu kemudian kita memperoleh penjelasannya.

Orang tua di atas seperti tengah menanamkan doktrin sesuatu yang jika tidak dipatuhi akan berdampak menakutkan. Pandangan muncul jika melanggarnya termasuk durhaka. Karena kepatuhan kepada orang tua mengandung orientasi kepatuhan kepada Allah. Ini sesuai dengan upaya memperoleh ridho orang tua sebagai jalan meraih ridho Allah (HR. Tirmidzi). Di sinilah pelajaran penting tentang menahan diri. 

Gambaran perilaku di atas kiranya dapat dikontekstualisasikan dengan ibadah puasa. Seseorang yang berpuasa sejatinya tengah memperjuangkan dirinya sendiri. Rangkaian ibadah puasa dengan segala hal yang mengiringi harus terlaksana tepat waktu sesuai dengan syarat dan ketentuannya.

Makna Berpuasa dan Disiplin Positif

Puasa didefinisikan dalam arti ibadah menahan diri dari makan dan minum, serta hal-hal yang membatalkannya. Mulai dari fajar hingga matahari terbenam berpuasa berarti berkomitmen melaksanakan ibadah menahan diri dengan syarat dan ketentuan yang khusus pula (kifayat al-akhyar, 2004: J. I/284).

Ditinjau dari aspek jasmaniah, berpuasa bermakna menghentikan aktivitas fisik. Tidak makan dan tidak minum, serta menghentikan hubungan seksual bersama pasangan. Adapun secara ruhaniyah, berpuasa dapat melingkupi banyak hal. Salah satunya dapat berarti menahan diri dari perilaku negatif, hingga membersihkan diri dari penyakit-penyakit hati. Puasa juga diartikan sebagai bagian dari kesabaran (al-Ghazali, 1996: 21). 

ٍSecara tidak langsung menahan atau mengekang diri mengandung arti berkomitmen tidak melakukan sesuatu yang dilarang. Semakin seseorang patuh dalam kesabaran ibadah menahan diri menandakan tingkat kedisiplinannya naik dan melekat menjadi karakter. Kepatuhan inilah yang menjadi representasi sikap disiplin seseorang dalam konteks patuh terhadap perintah Allah Swt. 

Seseorang yang berpuasa akan memperoleh pahala dijamin langsung oleh Allah. Tidak sama dengan ibadah lain yang rerata dibalas dengan sepuluh kali lipat kebaikan. Sedangkan pahala puasa tidak dihitung secara matematis mengandung arti berkali lipat tanpa batas. Sehingga pahala puasa hanya menurut yang Allah kehendaki (HR. Ahmad).

Begitu besarnya pahala puasa ditawarkan. Siapa yang mampu melaksanakan akan memperoleh bagiannya. Karena besarnya pahala puasa, sudah sewajarnya bila berat dilakukan. Namun demikian, puasa bukan semata-mata ibadah fisik saja. Segala aktivitas berkaitan dengan puasa tersirat hikmah tentang pengendalian diri. Baik yang berkaitan dengan aspek jasmani maupun rohani.

Sikap mengendalikan diri tidak muncul tiba-tiba. Dipahami puasa itu bukan saja menahan makan dan minum, tapi juga berkaitan dengan niat. Ada unsur kesengajaan untuk melakukannya. Di balik niat puasa yang dibaca setelah tarawih juga terkandung unsur pembiasaan. Ada komitmen yang dibangun dari dalam diri untuk memunculkan kekuatan niat kuat untuk menjalankan puasa esok harinya. Di sinilah kaitannya ibadah puasa dan disiplin positif dalam diri seseorang.

Alasan berpuasa begitu sederhana. Seseorang berpuasa karena menjalankan syari’at Islam. Di balik itu pula terdapat hikmah yang begitu berharga. Salah satunya ialah upaya sungguh-sungguh menghargai waktu. Terlepas dari itu, puasa dapat membangun disiplin positif bagi pelaksananya. Berniat makan sahur, harus bangun tepat waktu dan tidak melewati batas waktu imsak. Sehingga, serangkaian ibadah puasa dapat berjalan dengan adanya perilaku disiplin.

Menurut KBBI, disiplin bisa berarti ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya). Juga bisa berarti tata tertib di sekolah, kemiliteran dan sebagainya (kbbi.kemdikbud.go.id, 2024). Jika dikaitkan dengan puasa, perilaku disiplin berarti berkenaan dengan upaya memenuhi ketentuan-ketentuan puasa secara menyeluruh dan seimbang. Upaya disiplin tersebut dimulai dari niat puasa dan tidak makan sahur melampaui batas fajar tiba (Qs. al-Baqarah [2]: 187).

Disiplin positif dalam berpuasa berarti semua yang berkaitan dengan perjalanan proses penyadaran diri membangun komitmen dalam diri seseorang. Target takwa yang hendak dicapai menjadi motivasi kuat di balik kegigihan menjalankan puasa (Qs. al-Baqarah [2]: 183). Jika komitmen berhasil dilalui secara konsisten dalam menjalankan perintah syari’at, tentu akan mengantarkan pada perilaku disiplin yang dimaksud.

Saat ibadah puasa berhasil terlaksana dengan baik, pada saat yang sama dinilai berhasil menjalankan disiplin positif. Jika berhasil melaluinya sampai tahap akhir, proses penyadaran dan kontrol diri dalam ibadah puasa selama ramadan menjadi nilai aktif yang akan berdampak jangka panjang. Diharapkan takwa bukan lagi menjadi perilaku musiman. Lebih jauh dari itu, takwa itu akan tercermin dalam sikap menyeluruh sepanjang hidup seseorang. Wallahu A’lam

Abdul Fatah, S.Ud., M.Ag., Ustadz di Cari Ustadz

Tertarik mengundang ustadz Abdul Fatah, S.Ud., M.Ag.? Silahkan klik disini