Ada seseorang yang bertanya mengenai hukum menolak pernikahan dengan calon pilihan orang tuanya. Apakah menolak calon itu termasuk dalam kategori durhaka dan tidak taat kepada orang tua? Pak Quraish, sapaan untuk Prof. M. Quraish Shihab, menjawab pertanyaan tersebut. Berikut ini adalah jawabannya.
Ada prinsip umum bahwa hak-hak pribadi tidak boleh dihalangi, jika hal itu tidak bertentangan dengan agama. Pernikahan itu hak pribadi setiap orang. Jadi pada prinsipnya menaati orang tua menyangkut pemaksaan untuk menikahi calon yang tidak kita cintai, bukanlah termasuk dalam pengertian kewajiban berbakti kepada orang tua.
Mengapa demikian? Karena dalam pernikahan yang mengalami dan paling bertanggung jawab adalah pasangan suami dan istri. Kalau semisalnya orang tua melarang, maka semuanya kembali pada Anda. Bagus bila Anda ingin menggembirakan orang tua dengan menerima calon pilihan mereka, tetapi tidak berdosa juga jika Anda menolaknya.
Bahkan, di zaman Nabi saw ada kejadian seorang gadis yang dipaksa untuk menikah dengan calon suami yang tidak disukainya. Maka gadis tersebut mengadu kepada Nabi saw. Lalu Nabi saw pun memanggil dua orang tua si gadis dan menanyakan alasannya. Orang tuanya menjawab, “Anak saya memiliki pilihan calon suami yang kedudukannya lebih rendah dari Saya, tentu saya tidak senang. Saya memiliki pilihan calon suami yang menurut saya paling baik baginya.”
Nabi bersabda, “Kamu tidak boleh memaksa anak gadismu untuk menikah dengan orang yang tidak dia senangi.”
Selang berapa lama, kemudian gadis itu mendatangi Nabi kembali. “Wahai Nabi, demi menghormati orang tua, saya bersedia menikah dengan lelaki pilihan mereka. Tetapi saya ingin gadis-gadis mengetahui haknya menyangkut pernikahan.”
Dari kasus di atas, komunikasi antara orang tua dan anak menjadi sangat penting. Memang terkadang tidak mudah. Karena tentu masalah antara pasangan dan orang tua seringkali bukan hanya pada awal atau sebelum pernikahan. Jadi anggap saja ini adalah kesempatan untuk menjalin komunikasi dan hubungan yang lebih baik, sampai pada akhirnya mendapatkan solusi terbaik bagi semuanya.
M. Quraish Shihab dalam Hidup Bersama Al-Quran 2 (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2022), 214.