Beragama dalam Konteks Indonesia

Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT., marilah kita senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT., karena takwa inilah yang akan menjadi pembeda derajat kita kelak di hadapan Allah SWT.

Hadirin Jamaah Jumat yang kami muliakan,
Saat ini kita sudah masuk ke bulan Agustus, beberapa hari lagi kita akan memperingati hari kemerdekaan bangsa kita yang ke-72. Kemerdekaan adalah nikmat terbesar diberikan Allah SWT. kepada bangsa ini yang harus kita syukuri. Karena kemerdekaan itulah yang menjadi modal utama bangsa kita ini. Selain kemerdekaan, yang juga harus kita syukuri adalah bahwa hingga detik ini bangsa kita adalah bangsa yang aman dan damai. Terlebih bila kita berkaca kepada bangsa lain yang juga mayoritas muslim namun negaranya luluh lantak oleh persoalan politik, agama, etnis dan sebagainya.

Jika ditanyakan siapa yang paling berperan besar terhadap kedamaian dan keamanan bangsa kita, dengan tidak bermaksud untuk mengecilkan peran agama lain, maka kita akan menjawab bahwa umat Islam sebagai mayoritas memiliki peran besar perkembangan keamanan dan kedamaian bangsa ini.

Sejarah telah membuktikan bahwa kita umat Islam punya peran yang sangat penting sejak perjuangan kemerdekaan, masa kemerdekaan bahkan hingga paska reformasi seperti sekarang ini. Lalu sikap apa yang seharusnya kita ambil agar kita sebagai umat Islam tetap dapat berperan positif dan menjadi lokomotif perdamaian dan keamanan di negeri ini?

Pertama, perlunya kita terus menghargai perbedaan. Kita tahu bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar, majemuk, dan berbhinneka. Dengan ribuan pulau, ratusan etnis, ratusan bahasa dan beberapa agama. Itu semua adalah karunia dari Allah SWT. yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Tinggal bagaimana kita bisa mengelola perbedaaan itu agar bisa menjadi kekayaan yang luar biasa bagi bangsa. Dan sebaliknya, jika perbedaan itu tidak bisa dikelola dengan baik maka akan bisa menjadi sumber malapetaka bagi bangsa kita.

Kemajemukan dan kebhinekaan ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita tolak. Karena hal ini sudah dikehendaki oleh Allah SWT. Di surat al-Hujurat ayat 13 Allah berfirman

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا

(Aku jadikan engkau dari jenis laki-laki dan perempuan juga berbangsa-bangsa untuk saling mengenal.)

Ini menunjukan bahwa perbedaan ini memang sudah dikehendaki oleh Allah SWT. Bahkan di ayat lain juga disebutkan :

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ

(Seandainya Allah itu ingin, maka kita bisa dijadikan umat yang satu, tetapi bukan itu yang Allah ingin, Allah tetap menjadikan kita yang berbeda-beda – Surat Hud Ayat 118)

Yang satu hanyalah Allah SWT, selain itu pasti berbilang. Itulah esensi ketauhidan. Karenanya, kita tidak bisa memaksa agar semua orang sama dengan kita. Syekh Muhammad al-Ghazali, seorang ulama Mesir pernah berkata “Setiap usaha untuk menyamakan semua manusia hanya akan berakhir sia-sia. Pula hal itu bertentangan dengan kehendak Allah SWT.” Jadi mari kita terima keragaman ini sebagai nikmat dari Allah SWT. juga sekaligus sebagai tantangan agar menjadikannya sebagai sebuah kemajuan bagi bangsa kita.

Kedua, terus mengembangkan sikap toleransi. Apa itu toleransi, toleransi adalah memberikan ruang dan kesempatan kepada pihak lain yang berbeda dengan kita untuk menjalankan keyakinan dan ajarannya masing-masing. Bayangkan jika tidak ada toleransi antara satu dan lain, maka akan besar potensi konflik yang ada di masyarakat kita. Jika kita ingin negara kita rukun dan damai, maka salah satu kuncinya tidak lain adalah toleransi (atau tasamuh dalam bahasa Arab.)

Allah SWT., berfirman dalam surat al-An’am ayat 108 :

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

(Jangan sekali-kali kamu menghina mereka yang menyembah sekalin Allah SWT., karena jika kita melakukan hal itu, maka mereka juga akan melakukan hal yang sama, menghina Allah SWT., tanpa sepengetahuan kita.)

Namun sejauh mana toleransi ini bisa kita lakukan? Yang pertama adalah, yang terkait dengan akidah. Sebagaimana difirmankan Allah SWT. dalam surat al-Kafirun, disitu dinyatakan dengan tegas. Akidah tetap harus menjadi komitmen setiap orang.

Batasan yang kedua, adalah soal perdamaian. Sejarah membuktikan bahwa untuk membangun negara ini harus ada kompromi kompromi atau kesepakatan. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, adalah wujud dari kesepakatan-kesepakatan ini. Lalu apa yang harus kita lakukan? Perintah di agama kita adalah MEMEGANG TEGUH KESEPAKATAN itu, karena itu adalah amanah yang ada di pundak kita. Seperti yang tersebut dalam al-Maidah ayat 1

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

(Hai orang yang beriman, kau harus penuhi, pegang teguh perjanjian-perjanjian.)

Atau dalam Al-Isra ayat 34 disebutkan

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولً

(Pegang teguh perjanjian itu karena Allah akan meminta pertanggungjawabannya.)

Kata mufassi, apa yang dimaksud dengan perjanjian disini? Yang disini maksudnya adalah perjanjian kepada Allah SWT. dan perjanjian kepada manusia. Jadi apapun yang kita sepakati terkait dengan bangsa ini, selama tidak ada kesepakatan baru yang menghapus kesepakatan lama, maka perjanjian itu harus kita pegang teguh agar keharmonisan bangsa ini tetap terjaga.

Dan ketiga, tolong-menolong, bergotong-royong untuk membangun bangsa ini. Seluruh potensi yang ada di bangsa ini harus bersinergi untuk kemajuan bangsa ini. Tolong-menolong ini sesuai perintah Allah SWT., yang menyatakan

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

(Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan tapi jangan tolong-menolong dalam dosa dan keburukan – al Maidah:2)

Selama tujuan kita bekerjasama dengan pihak lain adalah untuk kemaslahatan umum, maka tidak ada larangan untuk melakukannya. Maka banyak ulama fiqih, umumnya membolehkan semua modal interaksi kita dengan non-muslim, terutama dalam persoalan-persoalan muamalat (kemasyarakatan, bisnis, perniagaan, dll.)

Insyallah, selama kita bisa memgang teguh sikap-sikap diatas, kita umat Islam dan bangsa kita akan selalu dalam kondisi yang aman dan damai. Aamiin!

Disampaikan oleh Ust. Romli Syarqawi, MA untuk Jumatan Bellagio Mall Kuningan Jakarta.