Orang tua adalah dua insan yang harus mendapatkan perhatian dan penghormatan dari seorang anak. Tanpa mereka, seorang anak tidak akan terlahir (kendati ada manusia yang hanya memiliki ibu tanpa ayah, seperti nabi Isa ‘alaihissalam).
Dalam hal membesarkan anak, begitu berat dan panjang jalan yang harus dilalui oleh orang tua, terlebih bagi seorang ibu yang merasakan beratnya mengandung hingga membesarkan buah hatinya. Bahkan, melahirkan adalah pertaruhan nyawa antara hidup dan mati. Karenanya, berbakti kepada kedua orang tua adalah sebuah keniscayaan.
Pentingnya Berbakti Kepada Orang Tua
Secara sederhana, berbakti kepada kedua orang tua dapat dimaknai sebagai perbuatan baik kepada mereka, baik dengan hati, perkataan, dan atau perbuatan. Sebaliknya, perkataan atau perbuatan yang dapat menyakiti hati atau fisik mereka disebut sebagai kedurhakaan.
Ibnu al-Atsir menyebut berbakti kepada orang tua adalah dengan menunaikan hak mereka. Jika seorang anak tidak menunaikan hak orang tua, apalagi berbuat buruk kepada mereka, maka ia adalah anak yang durhaka (al-Qahthani, Birr al-Waalidain: 5).
Seandainya tidak ada perintah dari al-Qur’an dan hadis sekali pun, nalar sehat dan hati nurani akan mendorong manusia untuk tetap berbakti kepada kedua orang tua. Besarnya jasa orang tua dalam tumbuh kembang anak tidak akan tergantikan, walau sebesar apa pun balasan yang diberikan olehnya. Mana mungkin seorang anak dapat membalas jasa pertaruhan hidup-mati ibunya ketika melahirkannya.
Tak bisa dipungkiri bagaimana beratnya perjuangan seorang ibu ketika mengandung, yang semakin tua usia kandungan, semakin berat bebannya. Apalagi jika mengingat momen pertaruhan nyawa ketika melahirkan. Sehingga, wajarlah jika meninggalnya seorang wanita ketika melahirkan termasuk sebagai mati syahid akhirat.
Juga, kita tidak dapat menyangkal jasa seorang ayah. Walaupun tidak sebesar jasa ibu, ayah juga berperan penting dalam kesehatan dan keselamatan janin, kelahirannya di dunia, hingga tumbuh kembangnya menjadi manusia dewasa. Betapa banyak ayah yang bekerja siang-malam mencari nafkah untuk keluarganya, terlebih ketika dia sudah memiliki buah hati.
Perintah untuk Berbakti Kepada Orang Tua
Berbakti kepada kedua orang tua bukanlah anjuran, tetapi perintah. Banyak ayat al-Qur’an serta hadis Nabi Muhammad terkait perintah ini. Dalam beberapa ayat al-Qur’an, kebaktian kepada ibu-bapak bahkan disebutkan setelah kewajiban taat kepada Allah. Misalnya dalam surah al-Nisa ayat 36 Allah berfirman:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua….”
Dalam surah Luqman ayat 14 Allah memerintahkan seorang hamba untuk bersyukur kepada kedua orang tua, setelah bersyukur kepada-Nya (… bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu). Menurut al-Qahthani, meskipun Allah-lah yang menciptakan segala, kedua orang tualah yang menjadi sebab zahir terlahirnya seorang anak ke dunia.
Tentunya kebaktian memiliki batas yang tidak boleh dilampaui. Dalam hal ini, seorang anak dilarang menaati orang tuanya apabila perintah yang muncul berkaitan dengan kemusyrikan dan kemaksiatan. Ayat selanjutnya dari surah Luqman di atas menegaskan hal ini:
“Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah menaati keduanya, dan pergaulilah (temani) mereka di dunia dengan baik…”
Selain al-Qur’an, Nabi Muhammad saw juga sering mengingatkan betapa pentingnya bakti kepada orang tua. Misalnya sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr yang berbunyi:
“Seorang laki-laki menghadap kepada Nabi untuk meminta izin agar dia dapat ikut berjihad (perang).” Nabi bertanya kepadanya, “Apakah orang tuamu masih hidup?” Laki-laki tersebut menjawab, “Ya, masih.” Nabi pun bersabda, “kepada keduanya lah kamu berjihad.”
Dalam hadis riwayat Imam al-Baihaqi dalam kitab Syi’b al-Iimaan juga dijelaskan bagaimana Nabi Muhammad saw memerintahkan Jahimah, yang saat itu ingin ikut berperang, agar menemani ibunya yang masih hidup. Nabi kemudian menambahkan, “Sesungguhnya surga berada di bawah telapak kakinya.”
Tetap Berbakti Walau Keduanya Telah Meninggal
Seorang manusia pasti akan menemui ajalnya (kullu nafsin dzaaiqatul maut). Kematian jugalah yang menyebabkan terputusnya segala amal atau perbuatan manusia, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan mereka.
Berdasarkan hadis masyhur tentang terputusnya amal manusia setelah meninggal tersebut, dapat dipahami bahwa seorang anak tetap dapat berbakti kepada kedua orang tuanya, kendati mereka telah meninggal dunia. Selama seorang anak masih hidup, kebaktian kepada kedua orang tuanya pun masih menjadi kewajiban baginya.
Selain mendoakan, ada beberapa perbuatan yang dapat dilakukan oleh seorang anak sebagai bakti mereka kepada orang tua yang telah meninggal. Imam Abu Daud meriwayatkan sebuah hadis yang menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang laki-laki dari Bani Salamah menghadap Nabi Muhammad saw. Kepada Nabi ia pun bertanya, “Apakah ada cara untukku berbakti kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal?”
Nabi menjawab, “Ya, ada. Yaitu dengan mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya, memenuhi (menunaikan) janji mereka setelah meninggal dunia, menyambung silaturahmi yang tidak akan tersambung kecuali karena mereka, serta memuliakan teman mereka.” (HR. Abu Daud, no. 5142).
Salah satu cara kebaktian di atas, yaitu menyambung silaturahmi dengan kerabat orang tua, pernah dilakukan oleh Abdullah bin Umar (Ibnu Umar). Suatu waktu ketika Ibnu Umar pergi ke Mekah dengan membawa keledai, ia berpapasan dengan seorang badui. Ibnu Umar bertanya kepadanya apakah ia adalah putra si fulan bin si fulan. Si badui pun membenarkannya.
Ibnu Umar pun memberikan keledainya kepada orang tersebut dan menyuruhnya untuk menaikinya. Ia juga memberikan serban (imaamah) yang sedang dipakainya seraya berkata, “Pakailah serban ini di atas kepalamu.” Beberapa teman yang menyaksikan kejadian itu bertanya kepada Ibnu Umar.
Ibnu Umar pun menjawab bahwa dia pernah mendengar Nabi Muhammad saw bersabda, “Sesungguhnya, sebaik-baik bakti adalah menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan ayahnya setelah meninggal dunia.” Ibnu Umar pun menerangkan bahwa ayah seorang badui tadi adalah sahabat baik ayahnya, yaitu Umar bin al-Khathab (HR. Muslim, no. 2554).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kebaktian kepada kedua orang tua tidak berhenti setelah mereka meninggal dunia. Selama seorang anak masih hidup, ia dapat meneruskan baktinya kepada ayah-ibunya dengan berbagai cara, seperti mendoakan, memohon ampun, memuliakan teman mereka, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam.
Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini