Dalam hukum Islam, sesuatu yang wajib harus didahulukan dibandingkan yang sunnah. Ketika ada kebutuhan yang bertentangan antara yang wajib dan yang sunnah, maka kebutuhan wajib harus didahulukan dari pada kebutuhan sunnah.
Ada sebuah kasus nyata, ketika salah seorang konsultasi ke saya, dia menceritakan bahwa sebenarnya secara ekonomi dia dan pasangannya tidak terlalu baik. Dia mempunyai hutang, dan urusan nafkah keluarga terkadang tersendat tidak lancar. Akan tetapi karena mengikuti arahan seseorang yang dianggap gurunya, dia “mendahulukan” hal yang sunnah berupa tasyakuran umroh ibu sambungnya, dan juga mengaqiqahi istrinya padahal orang tua istrinya dulu sudah pernah melaksanakan aqiqah.
Apalagi si suami mengadakan acara tasyakuran umroh secara besar-besaran sehingga menghabiskan biaya banyak, padahal dia masih memiliki tanggung jawab hutang. Berdasar petunjuk gurunya, hal itu akan memperlancar rezekinya. Kondisi ini membuat keluarga besar si istri marah dan tidak menaruh simpati kepada menantunya, karena sebagian uang keluarganya juga pernah digunakan suami untuk urusan hutang
Seharusnya, kewajiban harus didahulukan, yaitu kewajiban memberi nafkah pokok secara layak, dan kewajiban bayar hutang. Dan ingatlah, setiap kewajiban yang dilaksanakan pasti berbuah pahala. Dalam sebuah kaidah fiqh dijelaskan:
“Amalan wajib lebih utama daripada amalan sunnah.”
Salah satu bukti bahwa amalan wajib lebih utama daripada sunnah adalah, tayammum hanya bisa digunakan untuk satu ibadah wajib seperti shalat wajib, sedangkan untuk ibadah sunnah seperti shalat sunnah, tayammum bisa digunakan untuk beberapa shalat sunnah. Ketika seseorang shalat wajib, dia tidak boleh berhenti di tengah sholat tanpa ada alasan syar’i, sedangkan pada shalat sunnah hal tersebut dibolehkan. Ketika sedang berada di perjalanan, seseorang tidak sah shalat wajibnya jika tidak menghadap kiblat. Akan tetapi pada shalat sunnah, shalat sunnahnya sah mengikuti arah kendaraan berjalan walaupun tidak menghadap kiblat.
Yang terjadi di masyarakat, terkadang orang merasa “silau” dengan ibadah sunnah yang katanya memiliki hikmah luar biasa, khususnya berkaitan dengan kelancaran rizki. Mau sebanyak apapun hikmah ibadah sunnah, masih kalah jauh dengan hikmah serta manfaat dari ibadah wajib.. Mungkin karena ibadah wajib dikerjakan secara rutinitas, sedangkan ibadah sunnah tertentu dilakukan secara aksidental, dia tidak merasakan “sesuatu luar biasa” pada ibadah wajib. Padahal pahala dan hikmah ibadah wajib itu sangat luar biasa
Ada banyak cerita nyata, orang yang melaksanakan kewajiban pokok seperti memberi nafkah kepada istri dan anak secara layak karena tulus ikhlas mengharap ridho Allah, lalu atas izin Allah rezekinya dimudahkan.. Ada banyak cerita orang yg bekerja keras untuk membayar biaya pendidikan anak di sekolah atau di pondok, Allah mudahkan dan bnyakkan rizkinya tanpa diduga-duga.
Ada banyak cerita orang yang daftar haji sebelum beli rumah dan mobil, Allah mudahkan rizkinya dan dimudahkan mendapat rumah dan mobil. Begitu juga ada banyak cerita orang yg kesulitan dalam ekonomi keluarga, lalu setelah dia melunasi hutangnya, rezekinya dipermudah.
Maka urusan kemudahan dalam hidup, tidak perlu “aneh-aneh” melaksanakan hal hal sunnah tertentu tapi meninggalkan kewajiban. Melaksanakan semua kewajiban dengan tulus dan ikhlas mengharap ridho Allah, jauhi perbuatan dosa karena Allah, maka Insyallah Allah akan mudahkan.. Coba dengarkan Khatib Jum’at tiap Jum’at menyampaikan
… Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. an menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga…
Jika sudah bisa istiqamah melaksanakan ibadah wajib, akan lebih mantap dan lebih dahsyat lagi dengan menjalankan ibadah sunnah. Insyaallah..
Dr. Holilur Rohman, M.H.I, Ustadz di Cariustadz.id dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya
Tertarik mengundang ustadz Dr. Holilur Rohman, M.H.I? Silahkan klik disini