Judi… Menjanjikan kemenangan
Judi… Menjanjikan kekayaan
Bohong… Kalau pun kau menang,
Itu awal dari kekalahan
Bohong… Kalau pun kau kaya,
Itu awal dari kemiskinan
Lagu “Judi” milik Rhoma Irama tersebut banyak dihapal oleh masyarakat Indonesia di lintas generasi, mulai dari Baby Boomers, X, Y (milenial), Z. Bahkan, anak-anak generasi Alpha pun mungkin tidak asing dengan lantunan Raja Dangdut tersebut.
Sayangnya, lagu yang syarat akan makna tersebut hanya sebatas hiburan bagi kebanyakan penikmatnya. Faktanya, perjudian mengisi kegiatan banyak masyarakat Indonesia dari masa ke masa. Apalagi kini, dengan luasnya akses internet serta mudahnya pembelian dan pembayaran secara virtual, perjudian semakin menjadi-jadi.
Judi yang dulunya hanya dilakukan oleh segelintir orang, lantaran harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi di suatu tempat tertutup, dengan gerak-gerik yang seringnya mengundang kecurigaan banyak orang, kini dapat dilakukan oleh siapa saja, di mana saja, juga kapan saja.
Hukum Judi dalam Islam
Islam, sebagai agama yang paling banyak dianut penduduk Indonesia, dengan sangat tegas telah menyebutkan bahwa judi adalah perbuatan dosa. Dalam al-Qur’an, judi disebut dengan istilah maisir.
Penyebutan maisir dalam al-Qur’an selalu digandengkan dengan khamar. Salah satunya adalah firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 90:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, al-Jaami’ li Ahkaam al-Qur’aan (juz VIII, hal. 165), menjelaskan bahwa segala permainan (judi) walau hanya coba-coba akan mengundang pelakunya untuk terus bermain. Judi juga mengundang kebencian dan permusuhan (sebagaimana disebutkan pada ayat selanjutnya) serta akan menyebabkan pelakunya lalai untuk beribadah kepada Allah. Hal ini sebagaimana yang juga akan disebabkan dari dari khamar yang memabukkan.
Nabi Muhammad saw, ketika menjelaskan buruknya perjudian, juga menggandengkannya dengan perkara haram lainnya, yaitu memakan babi. Pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad, Rasulullah bersabda:
“Pemain dengan dua mata dadu dalam rangka berjudi, seperti orang yang memakan daging babi. Dan pemain dengan dua dadu tanpa perjudian (taruhan), seperti orang yang mencelupkan tangannya ke darah babi.”
Berdasarkan ayat 90 surah al-Maidah di atas, para ulama sepakat bahwa judi haram hukumnya. Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa mafsadah yang ditimbulkan perjudian jauh lebih besar daripada riba. Sebab, judi mencakup dua mafsadah, yaitu memakan harta yang haram dan mendatangkan kesia-siaan yang mengarah pada perbuatan haram, seperti menjerumuskan pelakunya pada kebencian dan permusuhan serta membuatnya meninggalkan kewajiban-kewajibannnya sebagai hamba Allah (al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah, juz. 39, hal. 39).
Keresahan Judi Online di Indonesia
Dalam beberapa waktu terakhir, segenap lapisan masyarakat Indonesia sedang ramai membicarakan judi online, mulai dari pemerintah hingga lapisan terbawah masyarakat. Bagaimana tidak, data menunjukkan bahwa judi online yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia berada di angka yang sangat memprihatinkan.
Judi online sejatinya bukan hal yang baru datang dalam hitungan hari, minggu, atau bulan belakangan. Judi online telah ada sejak hitungan tahun yang lalu. Namun, ia baru menjadi perbincangan di mana-mana semenjak semakin banyaknya kasus kriminal akibat judi online.
Di antara tindak kriminal yang cukup menyita perhatian publik akibat judi online adalah kasus pembakaran suami yang dilakukan oleh istrinya di Mojokerto. Yang menjadikan kasus ini semakin memprihatinkan adalah bahwa keduanya, sang korban mau pun pelaku merupakan polisi. Ya, judi online tidak hanya dilakukan oleh penduduk sipil, tetapi juga oleh aparat yang seharusnya menjadi garda depan dalam pemberantasan kriminal.
Melansir dari website Kominfo, Ketua Satgas Judi Online, Hadi Tjahjanto, memaparkan data pelaku judi online di Indonesia, dengan rincian pelaku di bawah usia 10 tahun sebanyak 80.000 orang; usia 10-20 tahun sebanyak 440.000 orang; usia 21-30 tahun sebanyak 520.000 orang; usia 30-50 tahun sebanyak 1.640.000 orang; dan usia di atas 50 tahun sebanyak 1.350.000 tahun.
Berdasarkan data di atas, sungguh sangat memprihatinkan melihat anak-anak generasi muda selaku penerus bangsa sudah terlibat permainan judi online. Bahkan, puluhan ribu di antaranya berada di usia sekolah dasar.
Bagaimana judi online dapat merambah dunia anak-anak? Di antara faktor utamanya adalah mudahnya internet digunakan oleh siapa saja. Apalagi, kini banyak anak-anak yang telah dibebaskan oleh orang tuanya untuk menggunakan internet tanpa pengawasan yang memadai.
Pentingnya Pengawasan Orang Tua
Untuk dapat memberantas judi online, harus ada sinergitas antara berbagai pihak, dari pemerintah, instansi swasta, aparat penegak hukum, ahli agama, para pengajar dan pembimbing hingga masyarakat. Dan di antara yang memiliki andil besar adalah orang tua.
Orang tua memiliki posisi yang sangat penting dalam pencegahan dan pemberantasan judi online. Dari berbagai pihak, orang tua berada di posisi terdepan yang memiliki wewenang dan tanggungjawab untuk mendidik seorang anak. Ibarat pepatah, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”
Banyaknya jumlah anak di bawah usia 10 tahun yang terjerat judi online tampaknya karena kelalaian orang tua dalam mengawasi tindak-tanduk buah hatinya. Penulis yakin mayoritas dari delapan puluh ribu anak pelaku judi online adalah anak-anak yang telah diberi gawai, khususnya hp, oleh orang tua mereka. Padahal, para ahli mengatakan bahwa usia ideal bagi seorang anak memiliki hp pribadi adalah 12 tahun.
Dengan kepemilikan pribadi oleh seorang anak, orang tua menjadi lebih susah untuk mengontrol aktivitas anaknya di dunia maya. Judi online hanya salah satu perilaku buruk yang mungkin dilakukan oleh seorang anak. Sering ditemui anak yang suka menonton influenser kurang mendidik menjadi pribadi yang toxic dan sering melakukan bullying.
Karenanya, sangat penting bagi orang tua untuk selalu mengawasi tindak-tanduk anaknya, terlebih di dunia yang dapat diaksesnya dengan menyendiri di dalam kamar. Salah satu tindakan yang sangat penting dilakukan oleh orang tua dalam mengawasi gadget anaknya adalah dengan mengaktifkan parental control, sehingga orang tua dapat memantau aktivitas internet si buah hati.
Sebagai penyuluh agama Islam, penulis sering mengingatkan orang tua agar selalu mengawasi anak-anaknya. Orang tua seharusnya tidak berpuas diri hanya karena buah hatinya telah mendapatkan pengajaran dan pendidikan di sekolah, atau bahkan di pesantren sekali pun. Sebab, sebagaimana bunyi pepatah, “orang tua (khususnya seorang ibu) adalah madrasah utama bagi anak-anaknya.”
Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini