Zakat profesi adalah bagian dari kategori zakat yang muncul dalam fenomena dunia industri. Berkaitan dengan ini, ada yang berpedapat tidak wajib karena tidak ada dasar kuat untuk mewajibkannya. Tetapi ada yang berpendapat wajib. Bagi yang berpendapat wajib, ada yang mewajibkan “Profesi” sebagai objek zakat sebagaimana zakat pertanian, ada juga yang mewajibkan “uang hasil dari zakat profesi” sebagaimana zakat emas dan perak. Berikut ini penulis uraikan penjelasan ulama-ulama terkait zakat profesi.
Pertama, Syeikh Muhammad al Gazali. Beliau berpendapat bahwa zakat profesi itu wajib, diqiyaskan dengan zakat pertanian. Jadi setiap bulan wajib dizakati jika gajinya (setelah dikurangi kebutuhan pokoknya) sampai 1 nishab (setelah dikurangi kebutuhan pokok), yaitu 5 wasaq, atau sekitar 1 nishab beras putih = 815,758 kg atau 1,631 Ton Gabah Kering (Mbah Kiai Ma’shum, Fathu al-Qadir fi ‘Ajaib al-Maqadir, halaman 20-21). Tapi kadar zakatnya tidak ikut zakat pertanian (5 atau 10%), tapi sama dengan emas, yaitu 2,5 %. Karena disamakan dg pertanian, maka tidak perlu nunggu haul (1 tahun), setiap dapat gaji setelah dikurangi kebutuhan pokok, kalau sudah sampai 1 nishab, wajib dizakati.
Kedua, Syeikh Wahbah Zuhaili. Kalau saya renungkan, beliau tidak murni mewajibkan zakat profesi dalam arti karena profesinya sendiri, tapi yang diwajibkan adalah uang/tabungan hasil zakat profesi. maka pada hakikatnya kewajibannya sama dengan kewajiban memiliki uang/tabungan yang disamakan dengan zakat emas dan perak. oleh karena itu wajib zakatnya pun harus nunggu sampai 1 nishab, yaitu setara dg harga 85 gram emas, dan wajib nunggu 1 tahun. Oleh karena itu, kewajibannya zakatnya tidak wajib setiap gajian per bulan, tapi nunggu terkumpul 1 tahun. Kalau uang tabungannya selama 1 tahun sampai 1 nishab, maka dia terkena wajib zakat, tapi mengeluarkannya nunggu 1 tahun berikutnya (1 haul) jika tabungannya tetap mencapai 1 nishab.
Ketiga, Syeikh Yusuf Qardawi. Pendapat beliau ini agak mix, di satu sisi menyamakan dg pertanian karena tidak perlu nunggu 1 tahun (bisa perbulan), tapi di sisi lain, mirip dengan emas dan perak karena perhitungan nishabnya nunggu terkumpul 1 tahun. Jadi yang perlu dihitung nishab 1 tahun, tapi pengeluarannya bisa per bulan.
Dari tiga pendapat di atas, paling aman mengikuti pendapat Syeikh Wahbah Zuhaili, karena perhitungannya sama dengan uang tabungan, yang kebetulan didapatkan dari suatu profesi. dalilnya sama dengan dalil kewajiban zakat emas dan perak, karena pada hakikatnya kewajibannya ada pada uang tabungan dari gaji bulanan yang dikumpulkan selama 1 tahun. Jika di akhir tahun sampai 1 nishab, ya wajib zakat. jika tabungannya selama 1 tahun tidak sampai nishab, ya tidak wajib zakat.
Yang menarik dari pendapat beliau, zakatnya boleh “ta’jil”, yaitu dimajukan dengan cara mengeluarkan setiap bulan. hal ini juga terjadi pada zakat fitrah, yang mana kewajibannya di malam hari raya, tapi boleh dimajukan sejak ramadlan, apalgi jika ada yang betul betul membutuhkan.
Jadi misalnya dalam 1 tahun dari bulan Januari-Desember 2024 (INGAT, SEBENARNYA HITUNGANNYA PAKAI HIJRIYAH, BUKAN MASEHI, ini sekedar ilustrasi saja agar mudah), tabungan dari gajinya sampai 1 nishab misalnya 200 juta, maka tahun depanya (Desember 2025) dia wajib bayar 2,5%, yaitu 5 juta. Jika dicicil, maka bayarnya tidak perlu nunggu akhir Desember 2025, tapi bisa dimulai Januari 2025, yaitu 417.000/bulan. Jika menggunakan skema ini, ada beberapa kemungkinan yang terjadi:
Pertama, jika ternyata di akhir Desember 2025 uang tabungannya kurang dari 1 Nisab misalnya digunakan keperluan beli mobil atau lainnya, maka dia sebenarnya tidak wajib zakat. Lalu uang yang dikeluarkan tiap bulan “417.000” itu ya jadi sedekah. Makanya kalau hitungnya dita’jil perbulan, harus rela jika ternyata sebenarnya dia tidak wajib zakat, niatkannya saja untuk sedekah, insyaallah tetap membawa berkah.
Kedua, jika sebelum Desember 2025 tabungannya berkurang, misalnya di bulan Juni 2025 tabungannya sisa 50 juta sehingga tidak sampai nisab, maka selanjutnya di bulan Juli 2025 dan bulan selanjutnya dia tidak wajib mengeluarkan zakat, dan uang yang dikeluarkan sejak Januari 2025-Mei 2025 juga bukan zakat, jadi ya harus rela, intinya tetap berbagi, insyalalah berkah. Lalu misalnya di bulan Agustus 2025 uangnya sampai 1 nisab lagi, maka hitungannya haulnya direset, yaitu nunggu sampai Agustus 2026 untuk wajib mengeluarkan zakat.
Ketiga, jika di akhir Desember 2025 uang tabungannya tetap 200 juta tidak ada tambahan (tetap sampai 1 nishab, karena menghitung harga emas), maka uang setiap bulan yang dikeluarkan sebesar “417.000” sudah sesuai dengan hitungan zakatnya.
Keempat, jika di akhir desember 2025 ternyata uang tabungannya bertambah, misalnya menjadi 300 juta, maka yang wajib dikeluarkan ya 2.5 % dari 300 juta (bukan 2,5 dari 200 juta sejak awal sampai 1 nishab), yaitu sebesar 7.500.000. Lalu kalau pakai dicicil sejak awal Januari 2025 sebesar 417.000, maka di akhir desember 2025 tinggal menambah sekiranya sampai 7.500.000. jadi, januari-november 2025 bayar 417.000/bulan, maka total 4.587.000. maka di bulan Desember 2025 bayar kekurangannya zakatnya, yaitu 2.913.000.
Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan kewajiban zakat untuk tahun berikutnya? Ya startnya dimulai setelah selesai mengeluarkan zakat setelah genap 1 tahun, misalnya kewajiban zakatnya di tanggal 31 Desember 2025, maka berapa uang tabungan dari hasil profesinya di tanggal 1 Januari 2026, apakah sampai 1 nishab? Jika sampai 1 nisab, misalnya tadi sisa uangnya 300 juta, maka di sudah wajib zakat. Dikeluarkannya nanti di 31 Desember 2026. Wallahu A’lam bis Shawab.
Dr. Holilur Rohman, M.H.I, Ustadz di Cariustadz.id dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya
Tertarik mengundang ustadz Dr. Holilur Rohman, M.H.I? Silahkan klik disini