Bagi banyak orang, tahun baru menjadi salah satu momen yang dirasa tepat untuk melakukan perubahan. Bermacam resolusi dibuat, berbagai rencana disusun, dengan tujuan mengisi tahun yang akan datang itu dengan lebih baik dari sebelumnya.
Selain kalender Masehi, sebagai seorang muslim, kita tentunya masih banyak menggunakan kalender Hijriah. Darimana lagi kita bisa mengetahui kapan waktunya berpuasa Ramadan, puasa Ayyamul Bidh, yang dilakukan di pertengahan bulan Hijriah, juga hari-hari besar Islam lainnya, bukan? Begitu pula dengan tahun baru Islam yang jatuh pada tanggal 1 Muharram setiap tahunnya.
Kalender Hijriah ditetapkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab untuk mengatasi terjadinya kebingungan karena tidak adanya penanggalan yang pasti pada saat itu. Tahun hijrah Rasulullah saw. dari Mekah ke Madinah kemudian diputuskan, melalui musyawarah, sebagai penanda tahun pertamanya.
Perjuangan Rasulullah saw. dan para pengikutnya pada saat berhijrah patut menjadi pelajaran bagi kita. Mereka meninggalkan keluarga juga harta benda, keluar dari situasi yang menekan menuju sesuatu yang diharapkan akan membawa kebaikan bagi diri juga agama dan keimanan mereka.
Seperti itu juga seharusnya kita, berani berhijrah, pindah dari keadaan kita yang kurang memuaskan menuju perbaikan demi perbaikan. Hijrah kita bisa berupa kepindahan kita ke tempat lain, namun bisa juga berupa perbaikan kebiasaan-kebiasaan kita yang kurang efektif. Perpindahan dari pemikiran kita yang sempit kepada penambahan wawasan, dari seringnya berprasangka buruk pada lebih banyak mencari pemahaman dan klarifikasi, dari keterikatan dengan zona nyaman kepada mencoba hal-hal baru, mengalahkan ketakutan-ketakutan kita, mewujudkan apa yang sebelumnya cuma berani kita impikan.
Tahun baru Hijriah sepatutnya membawa semangat baru untuk berhijrah bagi umat muslim. Melebihi sekadar momen pergantian tahun apalagi keriaan perayaan tahun baru yang biasa mengiringi tahun baru Masehi.
Jadikan tahun baru ini sebagai pengingat, bagaimana beratnya perjalanan rombongan Rasulullah saw., betapa tertekan keadaan mereka saat itu sebagai seorang muslim, dan begitu besarnya kemenangan yang kemudian mereka dapatkan saat kembali memasuki Mekah kemudian menguasainya tanpa pertumpahan darah.
Jadikan kisah tersebut sebagai penyemangat, bahwa seberat apapun keadaan kita saat ini, segagal apapun kita rasanya kita sebagai manusia, selama hayat masih dikandung badan, perubahan masih dapat kita lakukan. Perubahan yang mungkin tidak mudah dijalani, namun terlalu berharga untuk tidak dilakukan.
Perubahan memang tidak harus menunggu tahun baru untuk dimulai, namun tentu tidak ada salahnya menjadikan momen tersebut sebagai pendorong tambahan untuk memulai kebaikan-kebaikan baru, meluruskan kembali niat untuk beribadah kepada Allah swt., menjadikan segala usaha kita sebagai jihad di jalan-Nya. Semoga ridha dan hidayah-Nya selalu menyertai kita.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang yang berhijrah, dan orang yang berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Ilahi. Allah itu Pengampun dan Penyayang. (QS. al-Baqarah: 218).