Tanya: Dalam khutbah kedua, khatib Jumat banyak membuat salah dan tersendat-sendat dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an. Demikian pula halnya sewaktu dia menjadi imam shalat Jumat. Apakah saya boleh melaksanakan shalat Dzuhur setelah shalat Jumat karena khatib tidak fasih membaca Qur’an?
Jawab:
Para ulama mengemukakan syarat-syarat bagi sahnya khutbah Jumat. Di antara mereka ada yang sangat longgar. Misalnya Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa khutbah Jumat telah dianggap sah, meskipun sang khatib hanya mengucapkan kalimat “Subhânallâh” atau “Alhamdulillâh” atau kalimat apa pun yang mengandung makna zikir. Sebab, dalam konteks shalat Jumat, Allah hanya memerintahkan, Bergegaslah menuju zikir kepada Allah, … (QS. al-Jumu‘ah [62]: 9), yang ditafsirkan sebagai bergegas pergi ke masjid untuk mendengarkan khutbah. Konon, sewaktu memegang tampuk kekuasaan, di awal shalat Jumat Khalifah ‘Utsmân bin ‘Affân berkhutbah dengan hanya mengucapkan kalimat “Alhamdulillâh.” Kemudian dia turun dari mimbar dan melaksanakan shalat Jumat.
Pendapat ini ditolak bahkan oleh para ulama bermazhab Abû Hanîfah sendiri. Mereka mensyaratkan adanya ucapan-ucapan zikir yang tidak terlalu pendek sehingga wajar disebut “khutbah.” Dari keempat mazhab, agaknya mazhab Imam Syâfi‘î paling ketat dan terperinci dalam menetapkan rukun khutbah dengan harus memenuhi lima hal, yakni: (a) Mengucapkan “Alhamdulillâh” (pujian kepada Allah); (b) Bershalawat kepada Nabi Muhammad; dan (c) Berwasiat untuk bertakwa. Ketiga hal ini wajib dalam khutbah pertama dan kedua. Kemudian, dalam salah satu dari kedua khutbah itu, sang khatib harus pula (d) Membaca ayat-ayat al-Qur’an yang sempurna maknanya, dan (e) Berdoa untuk orang-orang Mukmin, lelaki dan perempuan, menyangkut persoalan ukhrawi.
Jika Anda membenarkan paham Imam Abû Hanîfah, maka khutbah Jumat tetap dinilai sah, walau khatibnya salah atau tersendat- sendat dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an. Sebab, bacaan ayat-ayat bagi imam bukanlah rukun khutbah. Tetapi, jika Anda menilai bahwa pendapat Imam Syâfi‘î lebih tepat atau lebih benar, maka tentu saja khutbah yang disampaikan oleh khatib yang salah bacaan ayat-ayat al- Qur’annya menjadi tidak sah. Dengan demikian, upacara Jumat dinilai tidak memenuhi syarat.
Di sisi lain, perlu diketahui bahwa para ulama sepakat menyatakan bahwa bacaan ayat-ayat al-Qur’an dari seorang imam yang memimpin shalat haruslah baik dan benar. Jika bacaannya keliru, khususnya surah al-Fâtihah, maka shalat yang dipimpinnya menjadi tidak sah. Dalam hal ini, makmum harus mengulangi shalat jumatnya atau melaksanakan shalat Dzuhur sebagai pengganti shalat Jumat yang tidak sah itu.
Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui (Tangerang Selatan: Penerbit Lentera Hati, 2010), hlm. 44.