Jujur dalam bahasa al-Qur’an paling tidak berarti menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan. Oleh karena itu seorang yang mengaku beriman hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk menyelaraskan antara perkataan dan perbuatannya sehingga terlepas dari ancaman Allah terhadap orang-orang yang tidak berusaha menyesuaikan antara apa yang dikatakan lisannya dengan perbuatan yang dilakukan. Allah Swt. Berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S al-Shaf [61]: 2-3).
Kejujuran akan melahirkan kepercayaan yang merupakan pondasi utama untuk mencapai keberhasilan, kebahagian, ketenteraman serta mendatangkan cinta dan rahmat dari Allah. Sedangkan kebohongan sebagai lawan dari kejujuran hanya akan melahirkan kesengsaraan, kegelisahan dan ketidakpercayaan bahkan kebohongan dapat mendorong seseorang berbuat kemungkaran dan menjerumuskannya ke dalam api neraka.
Kebiasaan berkata jujur adalah cermin orang bermartabat, baik di hadapan manusia apalagi di hadapan Allah Swt. Hidup menjadi tenang dan terarah. Cobalah kita perhatikan orang yang selalu berkata jujur, tutur katanya sopan dan pembawaannya tenang karena tidak ada beban yang ditanggung. Akan tetapi, lain dengan orang yang suka dusta, seakan kebohongan menjadi senjata yang ampuh dalam menghindar dari satu masalah namun sebenarnya hanya akan menimbulkan masalah lainnya.
Kebohongan juga akan terus menumpuk karena kebohongan yang terucap akan kembali ditutupi dengan kebohongan lainnya sehingga Allah mencatatnya sebagai orang yang suka berbohong. Oleh karena itu, berusahalah untuk menjadi orang yang jujur, di mana pun, kapanpun dan siapapun kita. Beranilah untuk jujur, jujur terhadap Tuhan, jujur terhadap diri dan jujur terhadap makhluk.
“Wahai orang yang beriman bertakwalah dan jadilah orang-orang yang jujur” (Q.S At-Taubah [9]: 119).
Kejujuran adalah solusi, jalan keluar, dan keselamatan meskipun syaitan selalu berkata: “Jika kamu jujur maka kamu akan celaka dan direndahkan”. Lihatlah bagaimana sahabat Ka’ab bin Malik yang jujur mengenai alasannya tidak ikut berperang, meskipun awalnya kejujuran yang diucapkannya mengakibatkan dirinya diisolasi oleh Nabi dan para sahabatnya, akan tetapi kesudahannya adalah kemuliaan, bahkan kisah beliau diabadikan di Al-Qur’an dengan sangat indah sebagaimana dikutip dalam surah At-Taubah di atas.
Dr. Ali Nurdin, M.A, Pimpinan Cariustadz.id