Baru-baru ini publik heboh dengan adanya vonis putusan bebas dari seorang hakim kepada salah satu tersangka pembunuhan di Surabaya. Sebelumnya juga ramai persolaan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap persoalan Pemilu. Sikap masyarakat terhadap putusan-putusan tersebut juga beraneka ragam.
Ada yang menyatakan bahwa seorang hakim memang harus menyatakan putusannya secara benar walaupun mengecawakan publik, ada pula yang langsung menghakimi bahwa sistem peradilan di Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis hendak menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan etika seorang hakim dalam memutuskan perkara.
Etika hakim dalam memutuskan perkara menjadi sorotan penting dalam menjaga integritas peradilan. Seorang hakim diharapkan mampu menjalankan tugasnya dengan profesional, adil, dan bebas dari pengaruh eksternal yang dapat mempengaruhi keputusan yang diambil.
Dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Mahkamah Agung, berbagai aspek etika dan moralitas dalam penegakan hukum dibahas secara mendalam, dengan tujuan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia. Ketua Mahkamah Agung menekankan bahwa transparansi dan akuntabilitas merupakan kunci utama dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa.
Sebagaimana dinyatakan oleh Ketua Mahkamah Agung, transparansi dan akuntabilitas dalam perspektif Islam juga memiliki landasan yang kuat. Al-Qur’an mengajarkan pentingnya amanah (kepercayaan) dan keadilan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam proses peradilan. M. Quraish Shihab menyatakan demikian berdasarkan Firman Allah dalam Surah An-Nisa’ ayat 58 menyatakan, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.” Ayat ini menegaskan bahwa setiap orang yang diberi amanah, termasuk hakim, harus menjalankannya dengan penuh tanggung jawab dan keadilan.
Akuntabilitas dalam Islam juga tercermin dalam konsep hisab (perhitungan) di hari kiamat, di mana setiap individu akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatan mereka. Hal ini mendorong setiap hakim untuk bertindak dengan jujur dan adil, mengingat bahwa setiap keputusan yang diambil akan dipertanggungjawabkan tidak hanya di hadapan manusia, tetapi juga di hadapan Allah SWT. Transparansi dalam proses peradilan memastikan bahwa setiap langkah dan keputusan yang diambil dapat diawasi dan dinilai oleh publik, mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang. Dengan demikian, integritas dan kepercayaan terhadap sistem peradilan dapat terjaga, sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan amanah yang diajarkan dalam Islam.
Seorang hakim diharapkan mampu menjalankan tugasnya dengan profesional, adil, dan bebas dari pengaruh eksternal yang dapat mempengaruhi keputusan yang diambil. Dalam perspektif Islam, etika seorang hakim sangat ditekankan dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan hadits. Seorang hakim diwajibkan untuk menghindari segala bentuk korupsi dan suap yang dapat mempengaruhi keputusan yang diambil. Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat orang yang memberi dan menerima suap serta perantara di antara keduanya.” Hadits yang terdapat di Sunan Tirmidzi dan Abu Daud ini menunjukkan betapa seriusnya Islam memandang praktik-praktik yang merusak keadilan dan kebenaran. Seorang hakim yang berpegang pada prinsip-prinsip Islam harus mampu menolak segala bentuk tekanan atau pengaruh eksternal yang dapat merusak keadilan, memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berdasarkan bukti yang sahih dan hukum yang benar.
Selain itu, seorang hakim dalam Islam harus memiliki sifat zuhud dan tawakal, yaitu tidak terlalu terikat pada duniawi dan selalu mengandalkan Allah dalam setiap keputusan yang diambil. Sifat zuhud membantu hakim untuk tidak tergoda oleh harta atau kekuasaan, sedangkan tawakal mengajarkan mereka untuk selalu berdoa dan memohon petunjuk kepada Allah dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, seorang hakim yang memegang teguh nilai-nilai Islam akan mampu menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, profesionalisme, dan keadilan, menjaga integritas peradilan serta kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Khoirul Muhtadin, M.Ag., Dosen STIQ Asy-Syifa dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Khoirul Muhtadin, M.Ag.? Silakan klik disini