Drama Kosmik Turunnya Manusia ke Dunia: Benarkah Salah Perempuan?

Perempuan kerap dianggap sebagai pemicu kejatuhan manusia dari kehidupan ideal di surga. Salah satu bentuk tuduhan ini tampak dalam pandangan yang menyalahkan Istri Nabi Adam atas terusirnya manusia dari surga. Mitos ini tersebar dalam banyak budaya dan narasi keagamaan. Misalnya, dalam Kitab Kejadian, perempuan yang dikisahkan berasal dari tulang rusuk Nabi Adam ini diperdaya oleh ular (yang diidentikkan dengan Iblis) untuk memakan “buah pengetahuan” yang sebelumnya telah dilarang oleh Allah. Dengan janji kehidupan abadi, mata yang terbuka dan mendapat pengetahuan sebagaimana Allah mengetahui, Istri Nabi Adam memberikan buah kepada sang suami dan sama-sama memakannya hingga mereka sadar bahwa mereka tak berbusana dan segera mentupinya dengan daun pohon ara (Kitab Kejadian Pasal 2: 1-7). Tindakan itu kemudian dikenal sebagai awal dari dosa asal (original sin) yang terkenal di kalangan Kristen.

Perempuan juga kerap memiliki citra buruk dalam berbagai legenda. Dalam mitologi Yunani, perempuan digambarkan sebagai awal mula petaka manusia. Tuduhan ini termanifestasikan dalam tokoh bernama Pandora, perempuan yang konon membuka kotak misterius dan melepaskan semua kesengsaraan berupa penyakit dan penderitaan ke dunia. Legenda Yahudi juga memiliki kisahnya tersendiri, dimana ada sosok mitologis bernama Lilith yang merupakan iblis perempuan terkenal, namun dalam beberapa sumber lain ia muncul sebagai sosok istri pertama yang diciptakan Tuhan dengan cara yang sama sebagaimana penciptaan Nabi Adam. Namun, bagaimana Islam memandang narasi kejatuhan manusia ke bumi? Apakah Islam juga menyalahkan perempuan sebagaimana mitos-mitos tersebut?

Al-Qur’an menyajikan kisah turunnya manusia ke bumi dengan sangat berbeda. Semua ayat yang menceritakan “drama kosmik” ini menggunakan kata ganti untuk dua orang: “”هُمَا/ humā, yakni merujuk pada Nabi Adam dan Sayyidah Hawa sebagai subjek aktif dalam kisah tersebut, yang sama-sama diciptakan di surga dan boleh menikmati segala fasilitasnya, kecuali mendekati sebuah pohon (QS. Al-Baqarah [2]: 35).

Iblis, yang telah dihinakan Allah karena kesombongannya, menggoda Adam dan istrinya dengan segala tipu daya dan janji keabadian surga hingga mereka makan buah dari pohon yang dinamainya “pohon kekekalan” (syajaratu al-khuld). Setelah memakan buah itu, seketika tersingkaplah aurat Nabi Adam dan Sayyidah Hawa hingga mereka menutupinya dengan daun-daun surga.

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وٗرِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ

Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) berkata, “Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga).” (Al-A’raf [7]: 20-22)

…فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْءٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۗ وَنَادٰىهُمَا …

…Maka, ketika keduanya telah mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah pada keduanya auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (di) surga. … (Al-A‘rāf [7]:22)

Setelah kejadian itu, dikisahkan bahwa baik Nabi Adam maupun Istrinya sama-sama menyesal dan memohon ampun kepada Allah.

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ 

Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Al-A‘rāf [7]:23)

Allah kemudian mengampuni keduanya dan menurunkan mereka ke bumi dengan rahmat dan bimbingan-Nya (QS. Al-A‘rāf [7]: 24–25).

Islam tidak pernah menyebut Sayyidah Hawa menjadi penyebab kejatuhan manusia. Kesalahan yang terjadi di surga adalah bagian dari kisah manusia belajar dari kesalahan, bukan sebagai kutukan abadi yang diwariskan atau disematkan pada satu pihak, apalagi kepada perempuan semata. 

Karena itu, kisah Nabi Adam dan Sayyidah Hawa dalam Islam bukanlah kisah hukuman yang menyudutkan perempuan, melainkan kasih sayang Allah yang membimbing dan menerima taubat hamba-Nya, yang saat itu sama-sama bersalah dan memohon ampun. Cendekiawan Muslim Indonesia, Prof Muhammad Quraish Shihab pun menegaskan bahwa Nabi Adam dan Istrinya tidak diusir dari surga, melainkan diturunkan ke dunia untuk menjadi khalifah yang tugasnya memakmurkan bumi. Pengalaman tinggal di surga adalah pelajaran bagi Nabi Adam agar memiliki bayangan tentang seperti apa “negeri ideal” itu, sehingga dapat menjadi inspirasi dalam membangun peradaban di bumi. Dengan demikian, menyematkan beban dosa pada perempuan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam yang menegaskan kesetaraan moral manusia di hadapan Allah, karena Islam sesungguhnya mengajarkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki kapasitas yang sama untuk taat, tergelincir, dan bertobat kepada-Nya.

Melinda Apriliyanti, S.H., Ustadzah di Cariustadz

Tertarik mengundang ustadzah Melinda Apriliyanti, S.H.? Silakan klik disini