Tanggung Jawab Manusia atas Bumi: Respon Tafsir Al-A‘raf 56 dan Ar-Rum 41 untuk Indonesia

Bencana alam yang sering terjadi di seluruh penjuru Indonesia sudah cukup menjadi bukti nyata adanya perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan sumber daya alam. Salah satu pemicu utama ialah sifat manusia yang serakah dan mementingkan kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakannya. Seperti contohnya, kondisi alam hari ini, hutan-hutan yang dulunya lebat kini berubah menjadi lahan gundul akibat penebangan liar, kualitas udara menurun drastis akibat polusi industri dan kendaraan, serta sungai-sungai besar tercemar oleh limbah domestik maupun pabrik.

Perubahan iklim pun semakin terasa: musim hujan dan kemarau tidak lagi teratur, suhu rata-rata meningkat, serta intensitas cuaca ekstrem seperti banjir bandang, tanah longsor, kekeringan panjang, hingga gelombang panas mulai kerap terjadi. Fenomena-fenomena ini menandakan bahwa alam sedang “memberi peringatan”, menuntut manusia untuk berhenti mengeksploitasi tanpa kendali, dan mulai mengembalikan keseimbangan yang telah rusak. Pertanyaan nya, apakah kerusakan ini memang sudah Allah takdirkan atau memang manusia yang lalai dalam pelestarian alam sehingga timbul kerusakan fatal? . 

Al-Quran merespon hal ini dengan menggunakan kata “fasad” pada dua surat diantaranya, Al-A’raf(7):56 dan Al-Rum:41.

Pertama: Manusia diberikan “warning” (peringatan) untuk merawat bumi.

‎وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْن

“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” Al-A‘rāf [7]:56

Imam Al-Thabari dalam Tafsir Jamiul Bayan, halaman 340, menjelaskan bahwa Bayan bahwa yang dimaksud kerusakan di bumi adalah perbuatan maksiat, kekafiran, dan kemunafikan. Menurutnya, siapa pun yang tidak taat kepada Tuhan berarti telah ikut merusak bumi. Sebab, bumi dan langit hanya akan menjadi baik jika manusia hidup sesuai dengan perintah Allah

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ) ، هم المنافقون. أما”لا تفسدوا في الأرض”، فإن الفساد، هو الكفر والعملُ بالمعصية. ٣٤٠

Kedua: Kerusakan di muka bumi dan di lautan tidak lain terjadi karena buah tangan manusia. 

‎ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Pada ayat ini, saya mengutip dua Mufassir diantaranya: 

Pertama, Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah mengatakan bencana alam yang terjadi di muka bumi juga tidak terlepas dari perilaku manusia yang merusak lingkungan. Manusia yang berbuat dosa dan melanggar aturan akan menyebabkan sistem keseimbangan kehidupan menjadi tidak terkendali. Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan telah meluas, baik di daratan maupun di lautan. Bukan hanya dalam bentuk meningkatnya tindak kriminal seperti pembunuhan dan perampokan yang terjadi di berbagai wilayah, tetapi juga dalam bentuk rusaknya keseimbangan alam itu sendiri. Lautan kini menghadapi pencemaran yang menyebabkan kematian biota laut dan menurunnya hasil tangkapan nelayan. Sementara itu, daratan semakin panas dan kering hingga memicu kemarau panjang yang berdampak pada pertanian dan ketersediaan air.

Kondisi ini semakin nyata dengan bencana yang melanda Sumatera dan Aceh akhir-akhir ini. Hujan ekstrem dan cuaca tak menentu telah menyebabkan banjir besar, longsor, serta kerusakan infrastruktur di sejumlah daerah. Ribuan warga terdampak dan harus mengungsi, sementara akses jalan dan layanan dasar terganggu. Semua ini menjadi bukti bahwa alam tengah mengirimkan peringatan akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada. 

Quraish Shihab melanjutkan bahwa dosa dan pelanggaran (fasad) yang dilakukan manusia, mengakibatkan gangguan keseimbangan di darat dan di laut. Sebaliknya, ketiadaan keseimbangan di darat dan di laut, mengakibatkan siksaan kepada manusia. Demikian adalah pesan ayat di atas. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia. Semakin banyak dan beraneka ragam dosa manusia, semakin parah pula kerusakan lingkungan. 

Kedua, Ibnu Asyur Ibnu Asyur dalam kitab Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir mengatakan bahwa kerusakan di darat dan di laut merupakan peringatan dari Allah kepada manusia agar mereka bertobat dan kembali kepada-Nya. Ibnu Asyur mengungkap:

‎قَوْلُهُ: فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ عَلَى أَنَّهُ سُوءُ الْأَحْوَالِ فِي مَا يَنْتَفِعُ بِهِ النَّاسُ مِنْ خَيْرَاتِ الْأَرْضِ بَرِّهَا وَبَحْرِهَا

Kata فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ (di darat dan di laut) menunjukkan bahwa فَسَاد adalah kondisi buruk dalam hal-hal yang bermanfaat bagi manusia dari kekayaan bumi, baik di darat maupun di laut. Selebihnya, Ibnu Asyur mengungkapkan secara luas tentang rusaknya daratan dan lautan, yaitu

وَفَسَادُ الْبَرِّ يَكُونُ بِفِقْدَانِ مَنَافِعِهِ وَحُدُوثِ مَضَارِّهِ، مِثْلَ حَبْسِ الْأَقْوَاتِ مِنَ الزَّرْعِ وَالثِّمَارِ وَالْكَلَأِ، وَفِي مَوَتَانِ الْحَيَوَانِ الْمُنْتَفَعِ بِهِ، وَفِي انْتِقَالِ الْوُحُوشِ الَّتِي تُصَادُ مِنْ جَرَّاءَ قَحْطِ الْأَرْضِ إِلَى أَرَضِينَ أُخْرَى، وَفِي حُدُوثِ الْجَوَائِحِ مِنْ جَرَادٍ وَحَشَرَاتٍ وَأَمْرَاضٍ. 

“Kerusakan daratan terjadi karena hilangnya manfaatnya dan timbulnya kerugiannya, seperti tertahannya bahan makanan dari tanaman, buah-buahan, dan rumput, kematian hewan yang dimanfaatkan, berpindahnya binatang buruan karena kekeringan tanah ke tanah lain, dan timbulnya bencana dari belalang, serangga, dan penyakit”.

وَفَسَادُ الْبَحْرِ كَذَلِكَ يَظْهَرُ فِي تَعْطِيلِ مَنَافِعِهِ مِنْ قِلَّةِ الْحِيتَانِ وَاللُّؤْلُؤِ وَالْمَرْجَانِ فَقَدْ كَانَا مِنْ أَعْظَمِ مَوَارِدِ بِلَادِ الْعَرَبِ وَكَثْرَةِ الزَّوَابِعِ الْحَائِلَةِ عَنِ الْأَسْفَارِ فِي الْبَحْرِ، وَنُضُوبِ مِيَاهِ الْأَنْهَارِ وَانْحِبَاسِ فَيَضَانِهَا الَّذِي بِهِ يَسْتَقِي النَّاسَ

Kerusakan laut juga tampak dalam melumpuhkan manfaatnya dari sedikitnya ikan, mutiara, dan karang, yang merupakan sumber daya terbesar di negeri Arab, banyaknya buaya yang menghalangi perjalanan di laut, surutnya air sungai dan terhambatnya banjirnya yang darinya orang-orang mengambil air.” Ibnu Asyur, Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, [Tunisia, Dar Tunisiyah lin Nasyar: 1983], jilid XXI, halaman 110).

Kedua surat ini pada hakikatnya menjadi peringatan bagi kita bahwa bumi harus dijaga, dicintai, dan diperlakukan dengan adil agar seluruh makhluk yang hidup di dalamnya dapat merasakan keamanan dan ketentraman. Semoga berbagai musibah yang kini menimpa wilayah Sumatera, Aceh, dan daerah sekitarnya menjadi pengingat untuk semakin memperbaiki hubungan kita dengan alam serta mendorong munculnya kesadaran kolektif untuk menjaga bumi demi keberlangsungan hidup bersama.

Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA., Dosen STIU Darul Quran Bogor dan Ustadzah di Cari Ustadz

Tertarik mengundang ustadz Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA.? Silahkan klik disini