Mengapa Masih Ada Kasus Pencurian di Pesantren?

Kasus pencurian di pondok pesantren kerap membuat orang tua bertanya-tanya: mengapa di lingkungan religius masih terjadi tindakan mengambil barang tanpa izin? Jawabannya: pondok bukan tempat mengawasi barang anak 24 jam, tetapi tempat mendidik karakter, sedangkan fondasi karakter dibangun sejak rumah. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Ayat ini menegaskan bahwa tanggung jawab utama pendidikan akhlak berada pada orang tua, bukan guru, bukan ustadz, dan bukan pondok. Pesantren hanya melanjutkan apa yang telah dibangun sejak rumah.

Sebagian orang tua keliru mengira bahwa ketika anak sudah tinggal di pondok, semua urusan, termasuk keamanan barang menjadi tanggung jawab ustadz-ustadzah. Padahal ustadz-ustadzah memiliki banyak amanah: mengajar, membimbing, mengaji, dan mengurus ratusan santri. Tidak mungkin mereka mengawasi lemari, sandal, atau dompet anak sepanjang hari. Rasulullah Saw bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari no. 1358)

Hadis ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga menentukan karakter dasar anak. Bila sejak kecil tidak dibiasakan jujur, meminta izin, atau menghargai milik orang lain, maka kebiasaan buruk itu bisa terbawa hingga pondok.

Kenapa Pencurian Bisa Tetap Terjadi di Pesantren?

Pertama, santri berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Ada yang sudah dibesarkan dalam pendidikan amanah, ada pula yang belum terbiasa menjaga barang atau tidak diajarkan untuk meminta izin.

Kedua, usia mereka masih dalam tahap latihan mengendalikan diri. Hidup bersama ratusan teman menambah peluang godaan.

Ketiga, pengawasan di pondok tidak bisa total. Ini bukan kelalaian, tetapi memang bukan tugas utama pesantren. Pondok mendidik akhlak, tetapi tidak menggantikan peran orang tua dalam membangun karakter sejak di rumah.

Ajarkan Anak Cara Benar Menghadapi Kehilangan Barang

Salah satu problem lain yang muncul adalah ketika anak yang kehilangan barang justru membalas dengan mencuri barang teman yang lain. Ini memperpanjang rantai kezaliman.

Islam mengajarkan untuk tidak membalas buruk dengan keburukan. Allah berfirman:

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Balaslah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik.” (QS. Fussilat: 34)

Karenanya, anak perlu diajarkan sejak rumah: Jika barangmu diambil teman, cukup berhenti di kamu. Jangan membalas dengan mengambil barang orang lain. Sampaikan kepada ustadz, bukan membalas diam-diam. Yakin bahwa Allah mengetahui setiap perbuatan.

Pencurian tidak boleh dibalas dengan pencurian, sebagaimana hadis Nabi:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ… عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ

“Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba di hari kiamat hingga ia ditanya… tentang hartanya: dari mana ia memperoleh dan ke mana ia membelanjakannya.” (HR. Tirmidzi no. 2417)

Hadis ini menegaskan bahwa kita bertanggung jawab atas setiap barang, meski kecil sekalipun.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pencurian yang terjadi di pondok bukan karena gagal mendidik, tetapi karena akar karakter dibentuk di rumah, jauh sebelum anak masuk pesantren. Pondok mengajarkan adab, tetapi hanya menyempurnakan apa yang telah diajarkan orang tua. Orang tualah yang bertugas menanamkan amanah, kejujuran, dan adab meminta izin sejak kecil. Bila fondasi ini telah kuat, insya Allah saat anak masuk pondok ia menjadi pribadi yang menjaga hak orang lain dan menjauhi perbuatan mengambil tanpa izin.

Maria Ulfah, S.Ag., Ustadzah di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Maria Ulfah, S.Ag.? Silahkan klik disini