Cariustadz.id, – Setiap pasangan suami-istri pasti mendambakan kehidupan yang harmonis yang Sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun, masalah yang timbul akibat berbagai hal kadangkala menjadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga yang pada akhirnya menyebabkan perceraian. Pertanyaannya apakah boleh istri menggugat cerai suami?
Dalam program “Ruang Tengah” dengan narasumber Ust. M. Arifin dan Sutejo, S.H, M.H pertanyaan ini akan dijawab dari aspek hukum agama dan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
M. Arifin menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam diperbolehkan seorang istri menggugat suami. Menurutnya dalam sebuah riwayat pernah terjadi di zaman Rasulullah saw seorang perempuan mengadukan masalah rumah tangganya kepada Rasul. Perempuan itu cerita bahwa ia khawatir tidak bisa menjalankan ibadah dengan baik bila terus bersama suaminya sekarang.
“Rupanya si suami ini mungkin termasuk orang yang agamanya kurang baik. Kemudian Rasulullah bertanya kepada perempuan, bersediakah kalau disuruh mengembalikan mahar yang sudah dibayarkan suami. Setelah bersedia, Rasulullah saw kemudian meutuskan cerai pasangan tersebut,” terang Arifin menjelaskan.
Dalam konteks ini bisa dipahami bahwa seorang istri bisa mengajukan gugatan cerai kepada pengadilan. Yang pada zaman Rasulullah, beliaulah yang menjadi pemutus perkara. Untuk saat ini di Indonesia konteksnya adalah pengadilan agama.
Dari sisi hukum positif, menurut Sutejo, diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa gugatan ke pengadilan dapat dibedakan menjadi dua: talak cerai dan gugatan perceraian. Untuk suami disebut permohonan talak sedang untuk istri disebut gugatan perceraian.
Akan tetapi, lanjut Sutejo, setidaknya untuk melakukan gugatan perceraian ada 6 alasan yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam UU 174 pasal 39 dan juga PP 975 dan bahkan di Kompilasi Hukum Islam nomor 116 disebutkan ada 8 alasan. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: