Menyoal Shalat Dhuha dan Shalat Isyraq

Shalat Dhuha merupakan salah satu ibadah sunnah yang disenangi oleh Nabi Muhammad SAW. Bukti kecintaan beliau terhadap ibadah ini adalah dengan memberikan wasiat kepada Sahabat Abu Huraira RA dan Abi Dzar Al-Ghifari RA diantaranya adalah melaksanakan Shalat Dhuha. Selain itu, Nabi Muhammad menjelaskan salah satu fadilah shalat Dhuha seperti yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa setiap anggota tubuh kita setiap hari harus mengeluarkan bersedekah; setiap tasbih yang kita ucapkan termasuk bersedekah. Begitu juga kalimat thayyibah yang lain yaitu tahmid, tahlil, takbir itu juga bernilai sedekah. Perbuatan amar ma’ruf dan nahy munkar juga bernilai sedekah. Dan semua nilai sedekah tersebut termuat dalam dua rakaat dalam shalat Dhuha.     

Kemudian ditemukan juga sholat yang diberi nama shalat syuruq atau Isyraq. Shalat ini dilakukan sama seperti shalat Dhuha, yaitu mulai meningginya matahari. Lalu apa perbedaan keduanya?

Kalau shalat Dhuha, tidak perlu dikaji lagi dalam legalitas syariat, sudah masyhur dalil yang menjelaskan hal tersebut. Adapun shalat Isyraq, Sebagian ulama seperti Imam Ramly mengatakan Shalat Isyraq itu termasuk Shalat Dhuha. Sebagian ulama lain mengatakan berbeda. Hal ini berangkat dari Hadist:

مَن صلى الفجرَ في جماعةٍ، ثم قَعَد يَذْكُرُ اللهَ حتى تَطْلُعَ الشمسُ، ثم صلى ركعتينِ، كانت له كأجرِ حَجَّةٍ وعُمْرَةٍ تامَّةٍ، تامَّةٍ، تامَّةٍ

“Barang siapa shalat subuh berjamaah, kemudian duduk untuk berdzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari kemudian dia melakukan shalat dua raka’at maka orang tersebut mendapatkan pahala orang haji dan umrah secara sempurna, sempurna dan sempurna” (HR Turmidzi)

Dorongan untuk melakukan Shalat dua raka’at setelah terbitnya matahari ini sebagian ulama seperti Imam Ibnu Hajar Al-Haytami dan termasuk Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan ini shalat Isyraq bukan Shalat Dhuha. Indikasi tersebut terlihat dalam Hadist perihal keutamaan shalat Dhuha dilakukan bukan di awal waktu, melainkan di pertengahan siang: 

أنَّ زَيْدَ بنَ أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنَ الضُّحَى، فَقالَ: أَمَا لقَدْ عَلِمُوا أنَّ الصَّلَاةَ في غيرِ هذِه السَّاعَةِ أَفْضَلُ؛ إنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ قالَ: صَلَاةُ الأوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الفِصَالُ.

“Zaid bin Arqam pernah melihat suatu kelompok shalat Dhuha (di awal waktu) kemudian Zaid berkata: “Adapun sudah diketahui bahwa keutamaan Shalat (Dhuha) tidak dilakukan pada waktu tersebut (diawal waktu). Karena Rasulullah SAW pernah bersabda: Shalat Dhuha (baiknya) ketika anak unta sudah merasa kepanasan” (HR Muslim)

Untuk waktunya, telah dijelaskan oleh Syeikh Nawawi Al-Bantani dalam karyanya Nihayah Zayn. Untuk Shalat Isyraq dan Shalat Dhuha, waktunya sama yaitu ketika matahari sudah meninggi (irtifa’ syams) seukuran tombak dari terbitnya. Dar Ifta Yordania dalam websitenya menjelaskan untuk waktunya kurang lebih 15 menit setelah waktu terbit matahari atau waktu syuruq dan tidak boleh dilakukan ketika terbit matahari. Hal ini dikarenakan waktu terbit matahari termasuk salah satu dari tiga waktu yang dilarang untuk shalat. 

Adapun batas akhir dari keduanya, waktu Shalat Dhuha selesai ketika masuk waktu istiwa’ yaitu waktu dimana matahari berada di tengah-tengah dan juga termasuk waktu yang diharamkan shalat. Waktu istiwa’ ini kurang lebih 15 menit sebelum masuknya waktu Dzuhur. Adapun selesainya waktu shalat Isyraq tidak panjang seperti waktu Dhuha, yaitu ketika matahari sudah mulai cerah sebagai penanda menjelang siang hari.

Muhammad Fahmi, Lc., Pengajar Pondok Pesantren Al-Hidayah Rawadenok Depok  dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Muhammad Fahmi, Lc.,? Silakan klik disini